.🏠🏠.
An terheran-heran. Memandang benda pipih di tangannya. Bukan karena ponsel di tangannya sudah jadul atau pun berubah menjadi robot. Tapi, karena followers-nya di aplikasi bernama Instagram bertambah sangat banyak. Baru semalam An mengecek Instagram nya dan saat itu followers yang ia punya tidak mencapai seribu. Tapi, apa ini? Notifikasi pengikut baru mencapai seribu. Perasaan An tidak ada membeli followers. Tapi, kenapa bisa bertambah.
"Wah, Daebak!" kagum An. Kemudian jarinya bergulir ke salah satu unggahannya. Dan mendapat banyak komentar. Komentar yang membuat An melayang-layang hingga ke bulan.
"@a__ndini: wihh gila ganteng banget lo. @real_divaty : Gue baru tahu ada makhluk beginian di Sky😍😍. "An tertawa sombong saat membaca beberapa komentar di Instagramnya, "Ck, biasanya gue cuma dapat hujatan. Ini Instagram yang lagi ngeleng apa gue yang lagi mimpi ya?" An mencoba menerka-nerka, hingga akhirnya dia mencubit pipinya, "Aw..." An mengaduh, berarti dia tidak sedang bermimpi. Ini nyata! An ini nyata!
Drttt
Drttt
An beralih ke aplikasi WhatsApp, ada dua pesan baru dari Sungai Han. Sungai Han? An beranjak dari rebahannya. Satu-satunya kontak dengan nama Sungai Han adalah Hana Putri Dibza. Apa mereka akan berbaikan semudah ini?
From: Sungai Han
Oh jadi cuma segini pertemanan kita? Ok.
Ck, dasar!😠
An mencoba menganalisis pesan dari Hana. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang Hana ucapkan. Tanpa berpikir panjang, An turun dari kasurnya. Berlari kecil agar dirinya bisa lebih cepat menuju pintu utama. Mama Kim sampai kebingungan kenapa An bertingkah demikian.
"Assalamualaikum! Han! Hana!" sepuluh detik kemudian An sudah berada di depan pintu keluarga Dibza. Memanggil nama Hana dengan kencang.
"Waalaikumussalam. Masuk elah." bukan Hana, tapi mas Hafidz, "Hana di kamar." jelas mas Hafidz.
"Oh, bilang mas. An nunggu dia." Hafidz mengacungkan jempolnya pada An.
An tidak seperti biasanya yang langsung nyelonong masuk. Kali ini ia bersikap tidak biasa. An menunggu kehadiran Hana di teras. Di kursi yang biasanya diduduki oleh papa Hana di pagi hari sambil membaca koran dan menikmati secangkir teh. An jelas tahu.
"Ck, mau ngapai lo?" An mengalihkan pandangannya pada Hana. Dari wajahnya An bisa tahu bahwa kekesalan Hana levelnya sudah di ubun-ubun.
"Maksud dari pesan lo apa?" tanya An penuh tanda tanya. Hana malah menyilangkan tangan di dada, bersikap sok keren.
"Sok nggak tahu. Ck, mentang-mentang udah jadi famous." Hana mendecah.
"Oh, lo liat Instagram gue? Jujur Han, gue juga nggak tahu, kenapa lapak gue tiba-tiba rame." ucap An dengan polos dan tentu saja penuh kejujuran.
"Satu hal yang harus lo tahu An. Kepala lo diciptakan bukan untuk berpikir."