Hello Cakrawala [Novel]

Diyanti Rita
Chapter #2

2. Tak Ramah Berkata-Kata

Kini jam dinding di ruang tamu telah menunjuk angka sebelas. Detak setiap detik terdengar nyaring memenuhi ruangan yang sunyi. Sedangkan seorang perempuan muda yang tak lain adalah Devina tetap nyenyak dalam tidurnya.

Ia menggeliat sesaat hanya membenarkan posisi dan juga selimutnya, kemudian kembali terlelap seperti sedia kala. Perempuan itu nampaknya tidak terganggu dengan langkah kaki yang kian mendekat.

Yaitu Cakra yang hanya berpakaian santai polo shirts dan celana chinos pendek. Ia membawa segelas minuman coklat yang masih mengepul di tangannya.

Cakra lantas mengambil duduk di seberang sofa menghadap langsung ke arah perempuan tak dikenal yang nyenyak tidur di vilanya itu.

Polos, Cakra mendefinisikan Devina saat tertidur. Namun menurutnya gadis itu sangat cerewet dan tidak tau malu saat tersadar.

Tapi kenapa juga harus mengurusi gadis itu, pikirnya.

Dia lantas menyesap coklat hangat yang tadi dia buat sendiri. Bik Jiah sudah tertidur di kamarnya. Karena Cakra datang, wanita yang ikut serta merawatnya itu jadi menginap juga di vila. Jika tidak ada siapa-siapa, Bik Jiah akan pulang setelah selesai membersihkan vila milik keluarga Sanjaya.

Namun ketika masih menikmati rasa coklat manis bercampur pahit yang khas, layar ponsel miliknya menyala dan menimbulkan getaran di meja. Segera laki-laki itu menjawab panggilan dan menempelkan di sisi telinga kanannya.

“Ada berita bagus,” ucap suara di ponsel begitu Cakra mengangkatnya.

“Berhasil?” balas laki-laki itu tanpa ekspresi mengabaikan nada riang yang ia dengar.

“Berhasil lah, gila aja kalau nggak berhasil,” suara itu kian menggebu. “Gue ini yang urus.”

“Oke percaya,” balas Cakra datar sembari melirik gadis di depannya yang menggeliat sesaat. “Gimana Doni?”

“Menghubungi kantor dan sempat marah-marah,” gumam suara di ponsel menjawab pertanyaan Cakra. “Bilang kalau kita merebut tempatnya dia. Lagi pula siapa yang nggak heran perusahaan kita yang punya komitmen nggak akan terlibat proyek pemerintah tiba-tiba ikut terlibat kayak gini.”

“Doni nggak tau apa-apa soal anaknya,” lanjut suara di ponsel dengan pelan tanpa menggebu seperti sebelumnya.

Cakra pun menyenderkan punggungnya. Ia melihat lagi saat Devina membenarkan letak selimutnya yang melorot. Gadis itu kembali terlelap seperti semula.

“Lo beneran mau bersaing sama Pak Doni? Kita nggak pernah ikut proyek pemerintah Kra,” tanya suara di ponsel saat tak ada sahutan.

Lantas Cakra memijat pelipisnya. Walau sudah berhasil merebut proyek kerjasama pemerintah dari pihak pemenang tender yang selalu di dapat Doni yang tak lain dan tak bukan adalah orang tua si pelaku yang merebut kekasih hatinya. Nyatanya Cakra tetap tidak mendapat kepuasan yang dia inginkan.

Sebelumnya dia telah memukuli hingga babak belur pelaku yang merebut kekasih hatinya, namun belum ada rasa kepuasan, malah bertambah rasa dendam dan kekecewaan. Sementara itu muncul niat untuk menghancurkan perusahaan orang tua si pelaku yang merebut kekasihnya dengan melobi proyek kerjasama dari pihak pemenang tender pemerintahan. Dan setelah berhasil tidak ada rasa puas kembali.

Perusahaan kita nggak ikut distribusi soal bantuan pemerintah kayak gini Kra, dari Bang Ben sampai lo sudah berkomitmen itu kan?” suara itu kembali menyadarkan Cakra yang tiba-tiba melamun.

“By the way, Bang Ben tadi ke kantor dari Palembang langsung, minta penjelasan soal kerjasama distribusi bantuan sosial ini, gue udah jelasin seadanya.”

“Oke,” balas Cakra pada akhirnya. “Thanks Bay, ini yang terakhir, tolong bantu gue urus dengan baik.”

Lihat selengkapnya