Langkah kaki jenjang menapak dengan kepercayaan diri yang tinggi. Sorot matanya tajam memandang ke depan dengan menenteng iPad di sisi kirinya. Beberapa karyawan yang melewatinya pun menyapa dengan sopan.
Pagi yang menjelang belum tampak terik di luar. Namun Cakrawala telah sampai ke kantor sepagi itu setelah lima hari tak terlihat. Sontak kehadirannya itu menjadi buah bibir beberapa karyawan yang sudah datang, termasuk di salah satu ruang divisi operational.
“Tadi gue lihat Pak Bos, Nay. Tambah ganteng aja,” ujar wanita yang tengah mematut dirinya ke cermin bedak miliknya. Ia memoleskan lipstik untuk sentuhan terakhir, setelahnya dia langsung memasukkan alat-alat make up ke dalam pouch nya lagi.
“Habis patah hati kok tambah mempesona aja gue lihat-lihat,” katanya dan terkekeh sendiri setelahnya. “Jadi, mata gue yang salah apa gimana, Nay?”
Perempuan yang duduk di meja kerja seberang masih fokus menatap layar pipih ponselnya sembari memakan roti selai dari bekal yang dia bawa. “Nggak salah sih mbak, karena jiwa bar-bar kita lebih senang yang single single.”
Lantas Sela terbahak diikuti Naya yang terkekeh pelan. “Nah bener juga. Nggak nyesel tuh Amanda ninggalin Bapak CEO kita,” katanya kembali. Sela memasukkan barang-barang pribadinya ke dalam tas. Lalu mengeluarkan bekal makan sembari menghidupkan komputernya.
Rutinitas mereka berdua, selalu berangkat lebih pagi dari yang lain. Namun karena itu pula membuat mereka tak sarapan dan bersiap dengan benar. Alhasil ber make up dan sarapan baik Sela dan Naya lakukan di kantor sebelum mulai bekerja.
“Sok cantik banget nggak sih Mbak Amanda itu," ujar Naya. Perempuan berkacamata itu telah selesai memakan bekalnya. Ia menekan tombol pause pada layar ponselnya yang menampilkan musik video boygrup kesukaannya. "Ya emang cantik sih kayak bidadari, tapi kok tega banget ninggalin Bapak CEO kesayangan gue!” Naya menjadi menggebu. Ia mendengus kesal.
“Jadi, kalau lo ketemu Amanda mau lo apain, Nay?” tanya Sela dengan santai. Ibu muda satu anak itu memakan bekal makannya. Sontak Naya terdiam. Dia memasukkan bekal kosongnya ke dalam tasnya kembali.
“Gue cakar bisa nggak sih Mbak?”
Atas pertanyaan dengan nada candaan yang tersirat itu lantas membuat keduanya terkekeh. Mereka menertawakan kerandoman dengan bercakap-cakap tak jelas sebelum sibuk dengan aktivitas pekerjaan di hari senin.
***