“Jadi gimana Dev, lo mau nunggu agak terangan?” Naya yang sudah selesai memberesi barang-barangnya itu lantas menoleh ke tempat duduk Devina. Dia sekali lagi mengecek komputer serta barang-barang yang kemungkinan tertinggal.
“Terpaksa sih Mbak, mau gimana lagi soalnya aku lupa bawa jas hujan.”
Devina menyahut. Dia mengambil jas almamater dipinggiran kursi sebelum mengikuti Naya keluar dari ruangan. Sudah waktunya pulang. Sela lebih dulu berpamitan karena telah di jemput suaminya, sedangkan Farel menyusul kemudian karena laki-laki itu membawa jas hujan. Pak Yohan selaku manajer operasional pun sudah pulang. Hanya tertinggal Naya yang baru akan pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya yang nanggung. Jadi Devina menunggui Naya akibat dirinya yang tak membawa jas hujan.
“Sekarang tuh harus sedia jas hujan di dalam tas.”
Devina mengangguk menanggapi. Mereka bersama menuruni tangga. Tak banyak karyawan yang tertinggal karena jam sudah menunjukkan pukul setengah enam sore yang artinya sudah tiga puluh menit berlalu dari waktu pulang yang ditetapkan.
“Gimana ya Dev, ini cuman bawa jas hujan satu aja.” Naya menghadap tak enak. Gadis berkacamata itu mengeluarkan jas hujannya dari dalam tas. Sedangkan itu dari balik pintu kaca lantai satu mereka dapat melihat hujan masih turun dengan derasnya.
“Yaudah nggak papa mbak, nanti aku bisa pesan taksi online. Tapi yakin mau nerobos hujan? Kayaknya masih deras tuh.” Devina mengangkat dahunya. Namun tanpa jawaban Naya pun, sepertinya Devina sudah tau jawabannya.
“Terobos lah, udah biasa. Nggak begitu deras juga.” Lantas Naya memakai jas hujan miliknya sebelum keluar.
Tampak dari sikap bisa dibilang Naya kurang cocok digambarkan sebagai seorang perempuan yang biasa mengendarai motor menuju kantor dan berani menerobos derasnya hujan tanpa rasa takut. Akan tetapi nyatanya memang demikian.
Ada kalanya Devina merasa kagum dengan karyawan-karyawan di perusahaan tempatnya PKL. Mereka muda-mudi yang memiliki banyak semangat, keberanian serta tanggung jawab. Meski baru jalan satu bulan PKL, Devina merasa banyak hal yang harus dia pelajari.
“Dev, duluan ya? Lo hati-hati, nanti kabarin kalau sudah sampe kos.” Naya melambaikan tangan dan melangkah keluar menuju parkiran setelah membalutkan tubuhnya dengan pelindung hujan.
“Okeh, siap Mbak!”
Devina tersenyum cerah. Dia membalas lambaian tangan tanda perpisahan. Dan setelah Naya tak terlihat lagi, lantas Devina mendudukkan dirinya ke kursi ruang tunggu dekat resepsionis. Dia tak langsung memesan taksi online. Karena ingin sejenak menyatukan diri dengan suasana selepas bekerja di sebuah perusahaan.
***