So… this is death?
Walau sulit kuterima, tapi itulah yang terjadi.
Aku berbaring di lantai ruang tamu menyusul kematian. Nafasku tercekat dan tanganku memegang perut kiriku yang tertusuk pisau. Semuanya tampak gelap. Lampu di atasku padam. Cahaya dari koridor apartemen menusuk mataku sejenak sebelum pintu mengayun ke ambangnya dengan bunyi berderit panjang. Aku, si Tammy yang tidak berguna ini, hanya menonton para maling membawa tas laptopku dan CPU Esme pergi.
Sorry, Esme… Aku tidak bisa menjaga apartemenmu…
Suara pintu yang menutup menelanku ke dalam kegelapan. Sendiri di apartemen gelap dengan sakit yang menyiksa.
Oh, no… This is it? Am I dead?
Badanku menegang dan sakit. Luka tusuk di perutku menusuk ke dalam, ke atas, menuju jantung, meremasnya. Mataku melotot dan mulutku menganga ingin menjerit dan menyuruhnya ‘berhenti’. Tapi hanya nafas yang keluar. Semakin sesak, semakin pusing…
No, no, no… Grim reaper? Siapapun kau, aku harus baca novel Sol sampai bab 21!
My job… Gambarku butuh aku si tukang gambarnya!
Kesadaranku menghilang. Air mataku mengalir. Mataku entah sedang menutup atau membuka di kegelapan ini. Hanya nafas… dan nafas… Jantungku memelan dan… entah ke dunia mana nyawaku melayang.
Imajinasiku liar saking tidak adanya malaikat maut yang menjemput. Waktu yang kian melambat ini tiba-tiba membuatku tersadar sedang mengambang di air seperti boneka plastik. Kepalaku miring ke pintu yang sudah tiada. Tangan kiriku terjulur ke arah pintu. Tangan kananku memegang perut yang tertusuk yang… sembuh? Tubuhku kaku dan ringan terbawa air menuju kegelapan. Entah sejak kapan ruang tamu ini berubah menjadi sungai.
Aku membayangkan Sol: gerbang hitam onyx yang membingkai matahari merah di kejauhan. Kemudian puncak kepalaku menyentuh sesuatu seperti tongkat. Tubuhku berhenti. Air tidak mengayunku ke atas dan ke bawah selayaknya perahu menubruk dek kayu. Air justru mendangkal. Kepalaku dan badanku berbaring di sesuatu yang keras yang digenangi air sesenti.
Aku harap orang pembawa tongkat ini Achilles Cane: author novel Sol yang kubaca ketika maling datang.
"Well, congratulations, Portia07. Welcome to Beyond. Alam antara di jagat multiverse."
Ah… Achilles Cane persis seperti yang kubayangkan. Memakai tongkat, suara sedikit serak namun tidak dalam seperti aktor Ian McShane. Dia bicara seperti kakek tua, padahal dia bilang akan terlihat seperti ABG 17 tahun.
"Strange,” gumamnya. Di benakku, dia seperti mengerutkan dahi atau memiringkan kepala. “You’re stone-cold like dead!”
Aku diam mendengarnya bergumam sendiri sambil berjalan mengitariku. Dapat kurasakan riak air menyapu mukaku, lalu leher, lalu tangan dan tepian tubuhku bergantian. Tubuhku yang kaku sekeras batu tidak bisa menoleh, ataupun melirik ke mana dia pergi. Mataku tidak bisa mengedip saat tongkatnya menghentak di depan muka.
"My name is Achilles Cane, panggil Cane, dan maaf saja, sudah banyak author yang mengkritik ceritaku tapi useless waktu menyelesaikan ceritaku di alam sana. Another letter…,” dia meringis, ”wasted.” Lalu tongkatnya mengetuk keras.