Hello Rava

Raiya Pramudita
Chapter #3

Hello Rava | 3

Rava membawa Syafa ke tempat yang tidak biasa. Bukan sekadar kedai makanan. Lebih dari itu, karena terlihat seperti restoran elit. Bahkan di lihat dari bangunannya saja, Syafa sudah bisa menduga berapa banyak uang yang akan dia gelontorkan untuk memuaskan perut Rava.

Wajah Syafa terlihat muram. Rava sungguh sadis, kenapa dia membawanya ke tempat semacam ini? Syafa kira, barang kali Rava mau makan di kedai pinggir jalan atau setidaknya restoran padang. Itu lebih masuk akan untuk kantong mahasiswi baru seperti dirinya.

Karyawan restoran membukakan pintu untuk Rava dan Syafa. Dan yang membuat Syafa terkejut, karyawan di sana menyambut Rava dengan akrab seolah mereka sudah saling kenal lama.

Rava nyengir. “Ini tempat yang asik loh buat nongkrong. Biasanya aku mampir ke sini bareng Adrian,” jelas Rava pada Syafa yang dibalas dengan reaksi ‘oh’ datar.

Bahkan meski Rava makan di atas kapal pesiar dengan Selena Gomez, Syafa tidak ingin tahu dan tertarik mendengarnya. Kecuali, jika Ravalah yang mentlaktirnya.

“Kita naik ke atas, sekarang,” perintah Rava pada Syafa.

Syafa memandangnya bingung. “Kita belum memesan makanan.”

Rava tersenyum. “Aku sudah memesannya lewat telephone sebelum kemari. Ayo, kita makan di atas.” Seharusnya Syafa tidak melupakan, jika Rava adalah pelanggan setia restoran ini. Tentu dia bisa mendapat kemudahan yang dia inginkan.

Mereka tiba di atas rooftop. Ada banyak meja tertata rapi di sana. Beberapa sudutnya ditanami tanaman bonsai dan dihiasai lampu LED warna putih hangat. Syafa mendekat ke bibir rooftop, mendapati jutaan bangunan di sepanjang matanya.

Ini indah, gumam Syafa dalam hati.

Rava tersenyum. “Kau mau menunggu sampai matahari terbenam? Pemandangannya akan lebih bagus dari ini,” kata Rava, memberitahu. Syafa tidak menjawab, hanya sebuah senyuman yang menjadi jawaban.

Mereka pun mendudukan diri. Rava memilihkan spot terbaik pilihannya. Meja couple di sudut rooftop.

Belaian angin sore menyapa, menerbangkan rambut dengan lembut. Rava terlihat sedang menikmati pemandangan sekitar, sementara Syafa memperhatikannya lekat.

Bagaimana laki-laki itu tersenyum sekilas, bagaimana dia bereaksi ketika rambutnya diterbangkan oleh angin, dan bagaimana dia menikmati dirinya yang bebas dengan memejamkan mata saat diterpa hangatnya mentari sore. Syafa mengelurkan tabletnya dan menggambar sosok Rava tanpa sepengetahuan laki-laki itu.

“Kebiasaan ya,” singgung Rava, tiba-tiba. Matanya masih berpusat pada pemandangan rooftop.

“Kenapa?” tanya Syafa tanpa menghentikan gerakan tangannya.

“Aneh deh kamu, lebih seneng sibuk sendiri daripada ngajak cowok ganteng ngobrol.” Syafa tertawa. Sungguh, apa dia sadar apa yang dikatakannya? Bahkan tanpa diajak mengobrol, Rava mendapat perhatian lebih karena dia menjadi obyek gambarnya.

Lihat selengkapnya