~oOo~
Pada setiap tetes hujan, kusematkan kenangan. Sebuah nama, tapi hilang makna.
~oOo~
"Mulut gue mungkin nggak bisa sejahat kata-kata lo, tapi tindakan gue bisa melampaui kekejaman lo."
"Kak Rav..."
Raven menoleh ke jam di pergelangan tangannya. Pukul setengah enam lewat. "Apa jadinya kalau ada yang terkunci di sini misalnya?" Raven melesat keluar pintu secepat dia membuka dan menutupnya.
Sienna terengah. Rasanya percakapan yang hanya diisinya dengan kata 'Kak, Kak Rav, Kak' menguras seluruh tenaganya. Dadanya naik turun dan tubuhnya luruh ke lantai.
Dasar sialan! Di antara gumpalan perasaan tak nyaman, Sienna masih menyempatkan diri mengumpati Raven yang masih juga mengancam. Sienna menyumpah, dia tidak akan berteriak memohon untuk dibukakan kunci. Dia membawa ponsel dan bisa memanggil bantuan kapan pun. Yang dia butuhkan sekarang adalah waktu untuk sendiri. Mengendalikan diri dari kegaduhan jantungnya yang tak terkendali oleh emosi.
oOo
Setengah jam berlalu sejak Raven pergi dari studio musik. Sienna masih duduk meringkuk di lantai. Punggungnya menyandar ke dinding dekat pintu. Mencerna kericuhan yang terjadi sore ini. Semuanya berkelebat secepat kilat. Hari sudah sore, Sienna akan memikirkan langkah selanjutnya setelah pulang. Dia harus menelepon seseorang untuk mengeluarkannya dari sini. Nino seharusnya tahu dia masih terkurungkan? Cewek itu lalu memencet nomor Nino.
“Nino, tolongin gue,” tanpa menunggu kata halo dari seberang, Sienna langsung to the point. “Gue dikunciin Kak Raven di studio musik.”
“Coba ulangi?” Suara diseberang membuat wajah Sienna memanas. Raven yang menjawab teleponnya. “Kok gue nggak lihat lo berusaha buka pintu, ya? Tahu dari mana gue ngunci lo?” kata-kata Raven seperti tamparan telak. Sambungan kemudian diputus.
Sienna mengacak-acak rambutnya sampai masai. Bego! Bego! Bego! Dia bangkit dari lantai dengan enggan lalu membuka pintu. Memang tidak terkunci. Sial! Jadi yang tadi gertak doang! Sienna bersungut-sungut.
Begitu pintu terbuka, Sienna mendapati Raven dan Nino duduk di atas motor Nino. Raven bergegas turun dari motor. Dua orang itu tampaknya sejak tadi memang menunggui Sienna.
"Gue pinjem dulu motor lo buat nganter Sienna pulang, No."
"Oke, Kak." Nino mengangsurkan kunci pada Raven. Sebagai gantinya, Raven memberikan selembar uang untuk ongkos ojek Nino.
"Eh, nggak usah. Gue bisa balik sendiri." Sienna menggoyang-goyangkan tangan tanda tidak setuju.
"Dulu gue datang ke rumah lo buat minta izin supaya lo diizinin jadi Wakil Sekretaris, kalau sekarang lo mau berhenti, maka gue bakal pamit buat mulangin lo. Dengan begitu tanggungjawab gue selesai."
Bibir Sienna membuka. Dia tidak bisa bersuara. Tidak ada yang mengira, dia didepak dengan cara begini. Wajah Sienna memanas. Merutuki ketololannya. Mengingat kecerobohan emosinya. Lihat apa yang dibuatnya sekarang? Tidak ada OSIS berarti dia harus bersiap pindah-pindah sekolah. Pindah sekolah artinya, dia dan Rekta berpisah. Romansa remaja Sienna tamat sudah.