HELLOVE

aya widjaja
Chapter #16

[16] Broken Vow

~oOo~

Kadang aku menyesal. Tapi kau membuatku kesal.

Dalam hening, kau mengingatkanku pada sesal.

Tapi dalam terang, kau memancingku bersikap brutal.

~oOo~

 

Sienna nyaris terjungkal mengetahui bukan Raven yang sedang mengobrol akrab dengan ibunya di dapur, melainkan Rekta. Keduanya bertukar kabar. Sienna baru berpikir untuk kabur tapi Rekta terlanjur melihatnya. Rekta menyaksikannya dalam kondisi tidak layak dan menjijikkan. Cowok itu menatap Sienna dengan mata melebar maksimal. Bibirnya berusaha menahan senyuman, tapi malah mencetak tawa.

Wajah Sienna langsung memberengut kesal. Dia balik badan dan berkeras kabur, tapi Rekta menyusulnya ke tangga. Menarik tangannya lembut dan membawa cewek itu ke hadapan ibunya.

“Dih, Sienna. Jorok banget! Jijik anak gadis jam segini berantakan begitu.” Sarah mulai mengomel. “Nggak ngaca dulu sebelum keluar kamar. Malu!”

“Siapa suruh datang nggak bilang-bilang.” Sienna berusaha terlihat tegar padahal dalam kepalanya mendadak meriang. Panas dingin ditatapi Rekta sedemikian rupa.

“Nggak apa-apa, Tante. Malah gemes.” Rekta tergelak sambil mengacak-acak rambut Sienna yang sudah berantakan.

Sienna merutuk dalam hati. Tidak terbayang aroma dan penampilannya saat ini seperti apa tapi Rekta malah tertawa sesenang itu.

“Tante, boleh ajak Sienna ke car free day nggak?” seru Rekta.

Car free day?” Sarah menoleh ke jam dinding di sisi dapur. “Nungguin Sienna mandi keburu bubar, Rek.”

“Nggak usah mandi nggak apa-apa.” Rekta menjawab enteng.

“Dih! Ogah!” Sienna langsung menghentikan Rekta yang masih mengacak rambutnya. “Nanti dikira pembokatnya Mas Rekta!”

“Kamu nggak jijik bawa jalan bocah kumal begini?” tanya Sarah sambil membubuhkan garam dan lada ke supnya.

“Nggak, Tan.” Rekta tersenyum yakin sambil menarik Sienna rapat ke sampingnya. “Kalau begini kan, nggak ada yang ngelirik. Jadi gampang jagainnya.”

Entah kenapa pipi Sienna terasa panas.

oOo

Sehari penuh bersama Rekta membuat Sienna lupa perselisihannya dengan Raven. Dia lupa memikirkan konsekuensi perbuatannya. Lupa tentang kemungkinan-kemungkinan buruk yang mungkin akan datang. Mungkin bukan dari Raven, tapi Ravenheart jelas tidak akan tinggal diam.

Ravenheart? Sendok es krim Sienna batal masuk mulut. Bibirnya mencetak senyum. Come to me, Ravenheart. Messanger of evil. Lirik itu menggema di kepala Sienna. Apa jadinya kalau cewek-cewek itu tahu soal lagu ini? Impas-lah, Raven kan iblis. Jadi Ravenheart-nya bisikan setan. Sienna terkikik sendiri.

“Kenapa lo?” Rekta yang sedari tadi mengamati Sienna menatapi cewek itu dengan curiga.

“Nggak, Mas. Nggak apa-apa.” Sienna menuapkan es krimnya cepat-cepat. Keduanya sedang duduk beristirahat di salah satu resto junkfood. Sekadar makan es krim setelah lelah bermain di Timezone seharian.

“Kok ketawa sendiri kayak digelitikin setan?”

“Bukan setan, tapi iblis.”

“Iblis?”

Sienna menggeleng-geleng. Keceplosan. Bagaimana mungkin dia merusak suasana dengan munculnya Raven dalam pikirannya di tengah kencan mereka. No no no! Dia putar otak mencari topik bahasan lain. “Mas Rekta, gue masih nggak ngeh bedanya make up character sama make up fantasy.

“Gampangnya make up fantasy itu mengubah totalitas penampilan menjadi bentuk yang berbeda dari karakter manusia dan nggak aplikatif dipakai setiap hari. Kalau make up character, hasilnya bakalan memperkuat karakter tokoh. Entah lebih kelihatan galak, kelihatan murah senyum, lebih tua, lebih kalem dan lain-lain. Pas di Jogja dulu, lo ‘kan pernah nonton teater sama gue. Pertama di TBY—Taman Budaya Yogyakarta, yang kedua di gedung Societed sebelahnya.”

Entah keberapa kalinya wajah Sienna memerah. Tersanjung karena Rekta masih ingat masa lalu mereka. Namun Rekta sepertinya tidak tahu Sienna berbunga karena dia masih melanjutkan.

“Masa nggak ngeh efek make up character?”

Ya maaf, Mas. Gue nonton sama lo, fokusnya ke lo semua. “Iya, yak. Udah lama nggak nonton sih.”

Lihat selengkapnya