~oOo~
Kupikir, kita bisa bersatu.
Ternyata, aku tak tahu apa-apa tentangmu.
~oOo~
“Emang perjanjian berdarah apa sih, Kak?” tanya Sienna.
Rigel berlagak meneguk minumannya sambil melempar pandangan ke sembarang arah. Vero menggeleng-geleng. Lita sebagai mantan malah menyenggol Tama supaya memperjelas statement-nya. Dio berusaha mengalihkan topik dengan menawarkan cemilan, tapi gagal.
“Nggak ada yang tahu, Sien,” Tama mendesah. “Kadang, orang yang paling terbuka justru jadi orang yang paling tertutup.”
“Kayak orang bener aja lo!” Rigel meniup mata Tama dengan sedotan. Tatapannya beralih pada Sienna. “Kenapa lo kepo-kepo sohib gue?” Matanya mendelik dan bibirnya mencebik sinis. “Naksir?”
“Apa semua orang yang pengen tahu tentang seseorang itu bisa dibilang naksir?” Sienna melipat tangan sok berani. “Lo belajar soal WS Rendra, Putu Wijaya, Van Gogh, Napoleon Bonaparte, Abraham Lincoln, Newton, terus itu semua dibilang naksir gitu?” Sienna meminjam kata-kata Fendi saat dituding naksir Raven dulu.
“Your head!” Rigel melotot. Bocah ini sok pemberani.
“Udah, udah.” Dio melerai. “Kalian berdua kenapa sih? Mending urusin gebetan kalian yang saling tikung, tuh!” Dengan dagu, Dio menunjuk arah Kejora dan Raven duduk di salah satu sudut.
oOo
Selesai fans meeting layaknya seleb, Raven membawa Kejora duduk di kursi sudut di kantin yang sepi. Berhadapan dan saling tatap tanpa sepatah kata. Kejora memainkan sendok di gelas jusnya untuk mengatasi kecanggungan karena Raven terus menatapinya dengan senyum dikulum.
“Apa kabar Kejora yang nggak mau jadi Ravenheart?” Raven yang akhirnya berinisiatif membuka obrolan.
“Masih aja lo, Rav.”
Keduanya lalu saling lempar senyum lebar dan kecanggungan segera menyingkir.
“Rahasia di antara kita masih tersimpan dengan baik?” tanya Raven di antara senyuman.
“Masih. Tenang.”
Raven mengangguk-angguk. “Tapi kalau lo mau berbagi sedikit cerita soal rahasia lo, bahu gue selalu tersedia dan telinga gue selalu terbuka buat dengerin lo.”
“Modus, Rav?” Kejora mengerling. “No, thanks.”
Raven tertolak. Dia memegangi dada berlagak sakit hati. Disembunyikannya tawa dalam lipatan tangan di atas meja. “Udah punya pacar sekarang Kejora?”
“Banyak.”
“Masa?”
“Iya. Di sinetron.”
Raven tergelak lagi. “Bukan karena lo cuma bisa jatuh hati sama gue, kan?”
“Ya ampun, Rav, dangdut banget lo. Belum tobat juga?”
“Udah, tapi celah khilaf gue terbuka lebar kalau dihadapan lo.” Raven tergelak senang melihat Kejora memutar bola mata. Sungguh dia cuma menggoda dan bercanda. Kalau benar niat merayu, dia akan bicara dengan ‘saya-kamu’.
“Apa kabar mama lo?” pertanyaan itu menghentikan tawa Raven.