HELLOVE

aya widjaja
Chapter #24

[24] Let It Go

~oOo~

Aku tidak menyerah

Hanya lelah

Aku telah bersusah payah

Tapi tetap kalah

Aku ingin berhenti di saat ingatanku masih menyimpan hal indah

~oOo~

 

 

“Kak Rav, yakin nggak mau nunggu di dalam sampai hujannya berhenti?” Sienna berdiri di depan rumahnya sendiri dengan canggung. Biasanya dia akan menyuruh cowok itu pergi cepat-cepat. Tapi hari ini...

Raven menggeleng. Lalu tersenyum lembut sekali.

“Tapi Kakak kan...” Sienna menggigit bibir. Dia jadi berhati-hati memilih kata-kata.

“Takut hujan?”

“Eh, itu...”

“Ketakutan hanya dimiliki mereka yang hidup.”

“Hah? Gimana maksudnya?”

Raven menggeleng. Lalu tersenyum lembut lagi. Dia menatap hujan, menjulurkan tangan perlahan untuk menggapai tetesan.

Sienna tahu, tangan itu gemetar hebat sebelum menyentuh air. Wajah itu beku dan kaku ketika air menyentuh pori-pori tangan Raven.

“Ketakutan tidak bisa selamanya dipendam. Harus dilawan dan ditaklukkan.” Raven menggenggam air dalam telapak tangannya dengan mata terpejam. “Sama seperti impian, tidak selamanya dia sesuai harapan.”

Sienna menggigit bibir. Belakangan, dia kesulitan mencerna sikap dan kata-kata Raven. Dia ingin bertanya, tapi mulutnya terkunci karena tak tahu harus memulai dari mana. “Kak Raven,” Sienna merapatkan kelopak mata. Sungguh takut bertanya. “Kak Raven baik-baik saja?”

Mata Raven lalu teralihkan dari hujan. Dia menatap mata Sienna yang penuh kekhawatiran. Entah kenapa dia tidak suka melihat cewek itu khawatir. Lebih tidak suka lagi kalau sikapnya itu didasari oleh rasa kasihan.

“Kak Raven selalu dengerin masalah orang lain. Kalau Kakak punya masalah, gue di sini buat dengerin.”

Raven lagi-lagi tersenyum lembut sambil mengalihkan tatapannya dari hujan. “Lo tahu Sien, dengerin curhatan orang lain adalah cara gue buat mengatasi masalah. Curhatan itu kayak analgesik yang bikin gue bertahan dan bersyukur tanpa ngeluh. Ternyata, di luar sana banyak beban yang lebih berat dari hidup gue.”

Jawaban itu membungkam Sienna. Raven menjadi kuat karena mendengarkan orang lain. “Tapi menjadi kuat saja nggak cukup. Masalah harus di atasi, percuma jadi kuat kalau Kakak nggak menghadapinya.”

“Justru karena itu, gue sekarang harus fokus mengakhiri masalah, Sien. Jadi...” Raven menelan ludah. Memberi jeda bagi Sienna untuk mencerna kalimatnya. “Boleh nggak gue minta tolong lo buat gantiin tugas gue dengerin curhatan anak-anak DHS?”

“Eh?”

oOo

Sienna tidak bisa tidur sama sekali. Dia sudah mencoba berbagai cara, berbagai posisi, tapi matanya tidak bisa memejam.

Ada apa?

Cewek itu beranjak duduk sambil memeluk lutut di sisi jendela, memandangi teras tempat dulu sekali Raven berdiri menghindari hujan.

Kenapa pikirannya penuh dengan Raven?

Sienna merapatkan dekapan pada tubuhnya sendiri. Wajahnya dijalari rasa hangat dan dadanya jadi berdegup ketika teringat cara Raven menyimpan tangannya ke kantong jaket cowok itu.

Dia melirik ponselnya. Tidak ada pesan dari Raven dan itu membuatnya gelisah. Kalau tidak ingat bahwa ini sudah tengah malam, Sienna pasti sudah menghubungi cowok itu, apa pun alasannya.

oOo

 

Lihat selengkapnya