HELLOVE

aya widjaja
Chapter #25

[25] Startling by Each Step

~oOo~

Dipeluk gundah

Mencari tidaklah mudah

Jadi bagaimana cara mencegah kata pisah?

~oOo~

 

“Halo,” Sienna mengangkat telepon dengan enggan. “Kenapa sih Cha, nelepon terus dari tadi?” Cewek itu menggeram kesal.

‘Ketemu nggak Kak Ravennya?’ Secha menjawab di seberang. Sejak tadi dia meneror Sienna untuk mencari tahu keberadaan Raven terkait kelangsungan pentas teater.

“Ini gue juga lagi cari tahu! Bawel banget sih!” geram Sienna dengan tangan yang ingin menjambak. Dia menutup telepon setelah itu. Pipi Sienna menggembung menahan kesal.

Sienna melangkah keluar kelas XI IPA 3, dengan perasaan gamang. Dia mendesah payah. Ini sudah istirahat kedua dan Raven benar-benar tidak muncul di sekolah.

Anak-anak teater dibuat gundah. Pasalnya, pentas teater sudah di depan mata. Ekskul yang ingin mengisi stan saat acara membludak jumlahnya. Tim teater tidak ingin dicap pilih kasih sehingga pilih menyerahkan kepada OSIS siapa saja yang berhak atas stan tersebut. Anak-anak inti OSIS tidak berani mengetuk palu keputusan mereka dan mengumumkannya tanpa Raven. Ini hal sensitif, bisa diamuk masa kalau sampai salah putus. Sementara kalau Raven yang memberi mandat, cowok itu selalu punya alasan persuasif yang jarang membuat orang sakit hati.

Dengan alasan itu, Sienna mencari tahu keberadaan Raven melalui anak inti OSIS yang lain, bahkan sampai ke Bu Susi dan Pak Jimin tapi tidak ada yang tahu keberadaan cowok itu. Cewek itu bahkan sudah menelepon ke Adila, tapi tidak diangkat. Dia tidak punya nomor ponsel Scarlet.

“Hai, lo sekretarisnya Raven ya?” Seorang cewek berambut sebahu dengan masker menutupi wajah menyapa Sienna di depan kelas XI IPA 3.

Sebelum menjawab, Sienna melirik badge kelas cewek itu. Mereka satu angkatan. “Hai juga. Iya, gue Sienna.” Sienna mengulurkan tangan dan cewek itu membalasnya.

“Raven ke mana?”

Sienna berdeham. “Ini gue juga lagi nyari.”

Cewek itu meremas jemari tangannya dengan gelisah. Kepalanya tertunduk menatapi lantai. Tubuhnya bergerak-gerak gelisah.

Nih, cewek korban Raven apa gimana? “Ada yang bisa gue bantu?”

“Aku hubungi nggak bisa. Padahal... padahal aku udah buat janji.”

“Janji?”

Cewek itu mengangguk-angguk gugup tanpa menatap Sienna.

“Ah!” Sienna tiba-tiba teringat sesuatu. Dia membuka iPad inventaris OSIS di tangannya dan mengecek schedule Raven. Jadwal itu diletakkan di aplikasi agenda yang terhubung antara ponsel Raven dan iPad di tangan Sienna, sehingga baik Raven maupun Sienna bisa meng-update jadwal sewaktu-waktu. “Nama lo Fisca?”

Cewek itu mengangguk lagi.

Bahu Sienna langsung melorot. Nama cewek itu benar ada di jadwal temu Raven—jadwal curhat, jadwal yang biasa Sienna anggap sebagai jadwal Raven ngalus, modus, dan tebar pesona ke cewek-cewek. “Jadwalnya memang ada, tapi...” Sienna menggigit bibirnya sendiri. Ada rasa kecewa yang menyusup tak nyaman di bawah telapak tangannya. “Kak Ravennya nggak ada.”

Fisca tertunduk makin dalam dan perlahan bahunya berguncang.

“Hei, hei, lo kenapa?” Sienna menarik cewek itu menyingkir supaya tidak jadi pusat perhatian kakak kelas. Dia membawanya ke lorong dekat tangga dan Fisca mulai menangis. Tidak ada yang bisa Sienna katakan selain menepuk-nepuk bahu cewek itu dan mendudukkannya di bangku tak terpakai di bawah tangga supaya tidak terlalu mencolok perhatian orang-orang yang lewat.

Sementara menunggui Fisca menangis, tiba-tiba Sienna teringat pesan Raven, ‘Gue sekarang harus fokus mengakhiri masalah, Sien. Jadi... Boleh nggak gue minta tolong lo buat gantiin tugas gue dengerin curhatan anak-anak DHS?’ Sienna terkesiap.

“Lo... lo mau curhat ke Kak Raven?”

Di antara sedu, Fisca berusaha menjawab.

“Mau gue antar ke BK? Mereka kan, hadir juga buat kasih konseling kalau murid-muridnya ada masalah?” bujuk Sienna mulai khawatir.

Gelengan Fisca begitu kuat dan dia setengah mati berusaha bicara sambil tergugu. “Ja-jangan. Aku nggak nyaman kalau ngomongin beginian sama guru. Mereka ngomong secara normatif, beda sama Kak Raven. Sesama remaja pasti lebih ngertiin masalah dan nggak menghakimi.”

Lihat selengkapnya