Hellow, Sir!

KiM Latte
Chapter #1

#1 Terlambat

Cuaca hari ini tidak sebaik kemarin. Langit mendung dan mulai menyiram bumi dengan rintikannya. Namun, meski demikian, jalanan tetap saja macet seperti biasanya. Waktu sudah menunjukkan angka 07.30. Waktu yang telat bagi para pelajar tiba di sekolah, juga bagi para pegawai untuk tiba di tempat kerja mereka. Sejak dua jam yang lalu listrik padam sekota, mengakibatkan lampu lalu lintas tidak berfungsi, dan riuhnya suara klakson terdengar saling bersahutan mengalahkan suara hujan. Mereka semua saling mendahulukan diri sendiri tanpa ada yang mau mengalah. Bahkan turut mengabaikan dua orang polisi yang sedang bertugas mengarahkan mereka.

"Kenapa kalian tidak mengikuti ketertiban lalu lintas seperti yang diarahkan polisi di depan? Gara-gara kalian aku terjebak macet seperti ini!" teriak seorang pengemudi jazz merah sambil terus membunyikan klakson.

Terlalu kesal menunggu kemacetan yang tidak dapat dipastikan akan berlangsung seberapa lama, ia segera memutarkan kemudi ke jalur kiri. Meski akan memakan jarak yang lebih jauh, itu akan terlihat baik daripada ia harus terdiam di balik kemacetan.

Kakinya langsung menginjak pedal gas dengan kecepatan tinggi, berharap bisa tiba di tempat tujuan dalam waktu 5 menit. Namun, nahas, terdengar decitan rem yang berasal dari pijakannya. Rambutnya yang rapi seketika menjadi berantakan karena harus berhenti mendadak. Di depan mobilnya terlihat seorang anak kecil yang menutup mata karena takut akan ditabrak.

"Kamu nggak apa? Maaf, aku buru-buru jadi nggak perhatikan jalan dengan baik," ucapnya begitu menghampiri bocah lelaki itu.

"Aku nggak apa, Kak," jawabnya pelan.

"Orang tua kamu mana? Kenapa kamu main di jalanan? Bahaya tau nggak untuk anak seusia kamu main di jalanan," cerewetnya.

"Aku cuma mau nyeberang aja, Kak. Mau ngambil kucing aku yang tadi lari ke taman itu," jawabnya lagi sambil menunjuk ke seberang jalan.

"Tapi, kamu harus tetap hati-hati. Lihat kiri-kanan dulu kalau mau nyeberang. Kalau tadi aku nabrak kamu, gimana? Pasti orang tua kamu akan marahin aku. Yaudahlah, aku minta maaf sekali lagi atas kesalahan aku. Aku nggak bisa lama-lama, karena aku udah telat. Bye," ucapnya sambil melambaikan tangan dan kembali mengemudi.

Dengan keahliannya mengemudi, ia kembali dengan kecepatan tinggi. Seolah jalanan adalah tempatnya bermain, ia melalui semua pengendara dengan mudahnya. Ia sudah tidak memiliki waktu untuk menyelamatkan diri. Ia harus memperbanyak doa agar Tuhan menyelamatkannya kali ini.

Mobilnya tepat berhenti di depan pintu pagar yang sudah tertutup rapat. Tidak ada kemungkinan ia bisa masuk kali ini. Tapi, dia bukanlah perempuan yang menyerah begitu saja jika belum mencobanya. Ia dikenal sebagai perempuan yang gigih dan kuat pendirian. Apapun akan dilakukan untuk mencapai tujuan.

"Paaakkk ... bukain gerbangnya, dong. Saya mau masuk," teriaknya dari depan gerbang.

"Kamu nggak punya jam ya? Kamu sudah terlambat hampir 1 jam. Nggak ada alasan untuk saya bukain gerbang," jawab satpam dari balik gerbang.

"Pak, saya terlambatnya nggak sengaja. Tadi jalanan macet, terus saya juga hampir nabrak anak kecil, Pak."

"Kamu itu banyak alasannya. Tiap hari selalu telat dengan alasan yang beda-beda. Udah, pulang sana. Mending kamu tidur aja di rumah."

"Yang dikatakannya bukan alasan, tapi kebenaran." Terdengar suara seorang lelaki dari belakang perempuan itu.

Perempuan itu mengalihkan pandangan, memperhatikan lelaki yang berdiri di belakangnya. Lelaki berpostur tinggi, kulit putih bersih, mengenakan kemeja biru muda dengan gulungan hingga ke lengan, serta sebuah jam Rolex bertengger manis di pergelangan tangan kirinya.

"Buka saja gerbangnya. Aku akan bertanggungjawab atas namanya," sambungnya.

"Tapi, Pak," Satpam mencoba untuk menolak. Namun, seolah ada jaminan dari si lelaki, dengan menghela napas panjang, Pak Satpam membuka gerbang untuk perempuan yang terkenal di sekolah ini karena kenakalannya.

Tanpa berpikir panjang dan ucapan terimakasih, perempuan itu segera mengendarai mobilnya memasuki perkarangan sekolah. Setelah memarkir mobil dengan rapi, ia pun berjalan perlahan memasuki kelasnya yang berada di sudut koridor utama.

"Cara!!" Terdengar panggilan dari arah kanan—lebih tepatnya dari arah kantin.

Seorang lelaki berseragam dengan kancing kerah terbuka dan dasi longgar melambaikan tangan ke arahnya, memintanya segera datang ke kantin. Dengan senang hati Cara memilih mendatangi temannya di kantin, daripada harus masuk kelas.

"Ngapain di sini? Ini kan waktunya Matematika," tanya Cara.

"Nggak perlu sok rajin gitu. Biasanya juga kamu yang ngajak bolos kalau mata pelajaran Matematika."

"Pasti kamu sengaja terlambat karena mau ngehindar dari mata pelajaran ini, kan?" tuduh teman lelakinya yang berambut kecoklatan.

Cara hanya menggaruk bagian tengkuknya sambil nyengir.

Lihat selengkapnya