Suatu sore, berkumpul lima orang Sahabat, mahasiswa IT dari sebuah universitas, yang sedang bersantai berkumpul merayakan hari-hari menjelang wisuda mereka di sebuah kamar yang tidak terlalu berukuran besar namun nyaman dan penuh kenangan bagi mereka semua. Semua keluh kesah terekam sempurna oleh dinding kamar yang bisu. Mereka membentuk sebuah grup kecil yang dinamakan ‘BEJAD’ , yang merupakan gabungan inisial dari huruf depan nama mereka.
Bimo, berambut gondrong, seorang gitaris handal, anak pribumi asli yang tinggal di Bekasi.
Edwin (a.k.a Kambing), keturunan Tionghoa. Berkulit coklat sawo matang. Cowok kurus berambut gondrong, berjenggot, absurd, berkaca mata tebal. Gamer sejati. Baginya, tidur di warnet adalah sebuah kewajiban yang hakiki.
Joko (a.k.a Jawa), putra Jogja dengan logat Jawa yang kental, setia kawan dan paling cerdas di antara mereka semua.
Andrew (a.k.a Encek), keturunan tionghoa. Anak seorang pengusaha bengkel mobil yang sangat perhatian dengan para sahabatnya yang sudah seperti saudara kandung baginya. Kamarnya adalah rumah kedua bagi para sahabatnya.
Donny (a.k.a Akay), keturunan tionghoa. Hobi pemograman komputer. Cowok yang selalu bermimpi harus menjadi orang kaya setelah lulus kuliah. Selalu megucapkan “akan kaya”setiap hari. Baginya, itu adalah ‘magic word’ yang akan menjadi kenyataan. Oleh karena itu, para sahabatnya memanggilnya ‘Akay’. Singkatan dari akan kaya.
Semua masa-masa kuliah yang telah mereka alami bersama, menjadi kenangan indah yang akan diceritakan sampai ke anak cucu mereka. Sebuah pintu kehidupan baru, sudah menanti mereka. Dan mereka berjanji akan selalu setia dalam persahabatan mereka.
“Akhirnya ya guys, tinggal dua hari lagi kita bakal wisuda. Enggak nyangka akhirnya ‘BEJAD’ lulus juga. Udah eneg gue, kuliah enggak selesai-selesai”, ujar Andrew tersenyum bahagia.
“Iya, aku juga seneng. Bisa senengin Bapak Ibu aku akhirnya.”, jawab Joko dengan logat Jawanya yang kental.
“Untung cuma lima tahun ya.”, ujar Bimo tertawa.
“Seenggaknya, enggak lama banget sama enggak jadi MA (mahasiswa abadi).”, jawab Andrew tertawa kecil.
“Nanti kalau kita semua udah punya kesibukan masing-masing, kita tetap ngumpul ya. Minimal dua kali sebulanlah. Nanti tempatnya di konfirmasi aja.”, sambung Andrew.
“Yoi donk.”, jawab Donny.
“Sibuk!”, sahut Edwin yang sedang memainkan game di ponselnya.
“Enggak ngajak kamu Bing.”, jawab Joko tertawa kecil.
“Lo mau gawe dimana Cek?”, tanya Bimo sembari memainkan gitar sambil tiduran.
“Lanjutin usaha bengkel mobil Bokap gue.”, jawab Andrew.
“Jadi, gelar IT mu enggak kepake?”, tanya Joko.
“Pake sih, dikit.”, jawab Andrew tertawa.
“Yang penting jadi sarjana dululah Wa. Sebenarnya gue juga enggak mau kuliah. Tapi namanya anak pertama Wa, makanya gue wajib kuliah buat banggain keluarga.”, sambung Andrew.
“Engkau sarjana muda, lelah mencari kerja. Sia-sia ijasahmu.”, Bimo bernyanyi mengejek mereka semua yang saat ini masih belum tahu akan bekerja dimana nantinya.
“Bing. Bing. Dicengin tuh.”, ujar Donny tertawa.
“Devil care (perduli setan).”, jawab Edwin santai sambil memainkan game mobile legend di ponselnya.
“Binglish dimulai.”, sahut mereka serentak sambil tertawa.
Binglish atau singkatan dari ‘kambing english’, adalah sebutan dari mereka untuk Bahasa inggris tanpa grammer. Arti kata apa adanya, yang sering di ucapkan oleh Edwin. Meskipun sebenarnya, Bahasa inggris Edwin tidak terlalu buruk.
“Si kampret.”, ujar Bimo tertawa sambil menggenjreng gitarnya dengan keras.
“Bing, gue nanya buat yang terakhir kali nih ya. Lo emang enggak ada hasrat cari cewek ya?”, tanya Andrew tertawa.
“Gue gamparin kalau nanya lagi ya!”, jawab Edwin sambil tetap fokus memainkan game.
“Enggak kaya-kaya nanti lo Bing.”, ujar Donny sambil mengambil ponsel Edwin dari tangannya.
“Bangsat lo Kay! Nanggung, udah mau menang.”, jawab Edwin sambil merebut kembali ponselnya dari tangan Donny.
Mereka semua tertawa melihat tingkah laku Donny dan Edwin.
“Kalau lo, gawe di Jakarta atau balik ke Jogja, Wa?”, tanya Andrew.
“Gawe di Jakarta. Males aku kalau kerja di Jogja. Aku udah kerasan disini.”, jawab Joko.
“Mau ngabur biar enggak di jodohin Bokap lo ya?”, tanya Andrew tersenyum mengejek Joko.
“Tau aja kamu Cek. Aku kan juga mau cari cewek metropolitan.”, jawab Joko tersenyum malu.
“Lo gimana Kay?”, tanya Andrew.
“Gue sih udah apply ke beberapa perusahaan. Tinggal nunggu panggilan interview. Yang jelas berhubungan dengan IT. Biar cepet kaya.”, jawab Donny.
“Apa hubungannya, bego!!”, celetuk Edwin dengan mata tetap tertuju pada ponselnya.
“Si oon. Gue kan demen IT. Kalo gue kerja yang sesuai dengan hobi gue, gue enjoy. Kerja pasti jadi maksimal. Perusahaan ngelihat gue bagus, bisa cepet naik jabatan. Jadi orang kaya dah gue.”, jawab Donny menjelaskan.
‘Plak‘. Bunyi yang cukup kencang dari Edwin yang mengeplak kepala Donny. Mereka tertawa geli melihat Edwin yang mengeplak kepala Donny.
“Bangun, bego! Mimpi terus.”, ujar Edwin yang sudah selesai memainkan gamenya.
“Nanti kalau gue kaya, gue bayarin lo main di warnet sebulan full Bing.”, jawab Donny tertawa sambil mengelus kepalanya yang kesakitan.
“Jadi gamer, sekarang juga bisa kaya.”, ujar Edwin membela diri.
“Gamer kaya, ganteng-ganteng Bing. Nah lo, muke Kambing enggak cocok jadi gamer.”, jawab Donny tertawa mengejek Edwin.
“Wah, wah, face shaming!”, jawab Edwin sambil mengeplak kepala Donny dengan diiringi bantuan dari para sahabatnya yang juga ikut mengeplak kepala Donny.
“Pokoknya jadi gamer itu, NETT PRICE. Harga mati, enggak bisa ditawar!!”, ujar Edwin dengan yakin.
“Bing, Bing. Gue bakal kangen sama lo”, ujar Bimo tersenyum.
“Sial! Lo kira gue udah mau mati?”, sahut Edwin.
“Muke lo laknat bing! Kayak PK (penjahat kelamin).”, jawab Bimo tertawa kecil.
“PK nya tapi maho.”, celetuk Joko.
“Wah Bing, si Joko minta digilir lo.”, ujar Andrew tertawa menimpali.
“Gue sih santai aja, muke gue emang bagaikan kacang keberuntungan bagi lo lo pada.”, jawab Edwin sambil menunjuk wajah para sahabatnya satu per satu.
“Apa lagi nih? Kok jadi kacang keberuntungan?”, tanya Donny yang tidak mengerti perkataan Edwin.
“Lo pada semua bego ya. Udah mau jadi sarjana aja, masih enggak ngerti bahasa inggris.”, jawab Edwin dengan santai.
“Cuma lo doank yang pinter Bahasa inggris, Bing.”, sahut Andrew.
“Ya weis coba dijelaskan, yang mulia Kambing.”, ujar Joko.
“Luck nut. Terdiri dari dua suku kata. Pertama, Luck. Luck, apa artinya?”, tanya Edwin kepada Joko.
“Beruntung atau keberuntungan.”, jawab Joko dengan polosnya.
“Kedua, nut. Nut, apa?”, tanya Edwin lagi.
“Kacang.”, jawab Joko singkat.
“Kalau digabung jadi apa?”, tanya Edwin.
“Luck nut.”, sahut Bimo.
“So, ada yang salah?”, tanya Edwin.
“Kamu ini emang hebat Bing, aku tuh kagum sama kamu.”, jawab Joko sambil mengacungkan jempol.
“Tuh, lihat kan. Si Jawa aja jadi tambah pinter.”, ujar Edwin dengan gaya sengaknya.
Para sahabatnya hanya tersenyum mendengar percakapan Edwin dan Joko. Mereka sudah malas untuk ikut campur.
“Jawa, Jawa.”, ujar Andrew tersenyum.
“Aku tuh sesekali mau ajak kambing ke Jogja Cek.”, ujar Joko.
“Bayarin ya.”, sahut Edwin tersenyum.
“Full service Bing. Semua Aku yang nanggung.”, jawab Joko.
“Ngapain Wa? Mau ngenalin ke Bokap lo, kalau kambing calon mantu?”, celetuk Bimo tertawa.
“Aku tuh mau kenalin dia ke Mbahku.”, jawab Joko.
“Ngapain lo kenalin gue ke Mbah lo?”, tanya Edwin dengan wajah angkuh.
“Aku mau suruh dia nyantet kamu, biar jadi kambing beneran.”, jawab Joko membuat Andrew, Donny, dan Bimo tertawa mendengar kata-kata Joko yang sudah tampak kehilangan kesabaran.
“Emang Mbah lo bisa nyantet Wa?”, tanya Bimo tertawa kecil.
“Tar aku minta Mbahku cariin yang bisa nyantet. Yang penting harus di santet.”, jawab Joko.
“Kesel juga aku tuh dengerin binglishnya dia.”, sambung Joko.
“Damn you, Jawa!”, jawab Edwin.
“Gue kan jelasin inggris yang baik buat lo pada.”, sambung Edwin tersenyum.
“Kay, coba otaknya di hack biar enggak konslet.”, ujar Andrew.
“Harus format ulang, beli motherboard baru taro di otaknya.”, jawab Donny tertawa.
“Kampret!!”, jawab Edwin singkat.
“Cek, laper nih. Minta mbak Yem masakin mie instan dong.”, ujar Bimo.
“Lo ke bawah ajalah. Gue mau nyantai. Males manggil.”, sahut Andrew.
“Ya sana, kamu turun aja Bim. Aku titip juga sama kayak kamu.”, ujar Joko.
“Sial. Tau gitu gue langsung turun aja.”, jawab Bimo tersenyum menggerutu kemudian berjalan menuju pintu kamar Andrew.
“Gue samain juga Bim.”, sahut Donny.
“Samain apaan?”, tanya Bimo.
“Kan lo mau makan mie, samain aja sama lo.”, jawab Donny.
“Gue mau berak!!”, jawab Bimo.
“Sempak!”, sahut Donny.
“Bim, gue juga nitip ya. Pake egg village half done.”, ujar Edwin.
“Apa lagi si nih kambing?”, tanya Bimo dengan ketus.
“Pake telor kampung setengah mateng.”, jawab Andrew tertawa menerjemahkan arti perkataan Edwin.
Bimo mengambil sandal yang ada di bawah pintu kamar Andrew, lalu melemparkannya ke arah Edwin. Kemudian Bimo berjalan menuju dapur rumah Andrew.
“Wong gendeng. Makin niat aku mau nyantet kamu Bing.”, sahut Joko ikut merasa kesal kepada Edwin.
Edwin hanya tertawa melihat para sahabatnya yang kembali kesal mendengar binglishnya.
“Guys, habis kemek kita ngeband yuk. Udah lama nih. Lagian bakal jarang nih ngeband bareng lagi kalau udah pada gawe.”, ujar Andrew.
“Boleh. Sekalian baliklah gue.”, jawab Donny.
“Lo Bing?”, tanya Andrew kepada Edwin yang kemudian hanya mengangkat jempolnya sambil tiduran, menandakan setuju dengan ajakan Andrew.
“Okelah.”, jawab Joko.
“Kita mau main lagu apa aja? Jangan genjrang genjreng doang nanti di sana.”, tanya Joko.
“Iya Cek. Lo vokalis absurd. Kalau ngeband, enggak jelas semua lagunya. Buang-buang duit gue aja.”, sahut Edwin.
“Tenang Bing. Santai aja. Kali ini gue yang bayar. Sejam aja mainnya.”, jawab Andrew tersenyum.
“Sini gue list dulu. Apa aja?”, tanya Donny sambil mengambil ponselnya untuk mencatat.
“Lagu-lagu lama aja, yang biasa kita mainin. Enggak usah cari-cari lagi.”, jawab Andrew.
“Ya weis. Ini aja, sakit hati, smells like teen spirit.”, ujar Joko.
“Ku katakan dengan indah, angin, don’t cry.”, ujar Andrew menimpali.
“Stay away, jangan lupa. Lagu wajib si Bimo.”, ujar Donny.
“Lagu wajib gue juga dong, uncle Lau. Everyone is number one.”, sahut Andrew tersenyum.
“Gue kagak ngerti Cek artinya. Gantilah!”, sahut Edwin.
“Lagu larc n ciel nya si Bimo, lo emang ngerti?”, tanya Andrew tersenyum.
“Yang penting musiknya enak.”, lanjut Andrew.
“Udah Bing ngikut aja. Jangan banyak komen. Encek yang bayar.”, sambung Donny tertawa.
“Yes too sih.”, jawab Edwin datar.
“Apaan tuh?”, tanya Donny setengah teriak.
“Iya juga sih. Bego banget sih lo pada.”, jawab Edwin santai.
Para sahabat Edwin hanya diam mendengarkan jawaban Edwin. Semua sudah malas berkomentar mendengarkan jawaban Edwin. Tidak lama kemudian, Bimo datang bersama Mbak Iyem, lengkap dengan lima mangkok mie instan untuk mereka semua.
“Taro di bawah pintu aja Mbak. Biar mereka ambil sendiri. Jangan sajiin mereka. Bos gila semua.”, ujar Andrew.
Mbak Iyem tersenyum mendengarkan perkataan Andrew dan melakukan sesuai perkataan Andrew. Semua masing-masing mengambil mie instan yang sudah tersaji, termasuk Andrew.
“Egg village mana nih?”, tanya Edwin.
“Belum nangkep Bing.”, jawab Bimo sambil makan.
“Bim, habis ini kita ngeband ya. Sekalian kita pulang.”, ujar Joko.
Bimo mengangguk setuju.
“Lagunya udah?”, tanya Bimo.
“Tugas lo lead aja. Jangan banyak cakap.”, sahut Donny.
“Siap. Berarti gue enggak ikut patungan hari ini.”, jawab Bimo.
“Udah gue bilang. Pokoknya lo main aja hari ini.”, ujar Donny tersenyum.
“Oke siap koh.”, jawab Bimo.
“Jawa, lo kenapa senyum-senyum sendiri?”, tanya Edwin bingung.
Sahabat lainnya juga ikut menatap ke arah Joko yang tersenyum sendiri.