HELP

Kismin
Chapter #3

Chapter 3

 

“Bim. Bimo. Bimo.”, terdengar oleh Bimo, sayup-sayup suara Ibunya yang berasal dari balik pintu kamarnya.

 

Bimo tersadar dari tidurnya karena terdengar suara Ibunya yang mengetuk pintu kamar dan memanggil Bimo. Bimo segera membukakan pintu bagi Ibunya.

 

“Kamu makan dulu ya. Ibu udah siapkan makanan di bawah.”, ujar Ibunya tersenyum dengan wajah tegar yang sudah merelakan kepergian suaminya.

“Iya Bu.”, jawab Bimo tersenyum.

“Ibu tunggu di bawah ya.”, Jawab Ibu Bimo.

 

Bimo membasuh mukanya terlebih dahulu dan menggosok gigi. Bimo bercermin melihat wajahnya. Bengkak di matanya sudah lebih kempes dan sudah bisa membuka matanya dengan normal. Pagi ini, Bimo sudah lebih terlihat tenang. Terlebih lagi melihat senyum Ibunya yang hangat. Sinar matahari sudah masuk menembus kamar Bimo, karena Bimo tidak menutup gorden kamar tadi malam.

 

“Pagi Pak.”, ucap Bimo tersenyum menyapa foto Ayahnya.

 

Bimo sadar bahwa ini bukan mimpi, dia harus bangun dan tetap menjalankan hidup ini seperti biasanya. Bimo bergegas menuju meja makan. Bimo melihat Kak Siti yang juga sudah berada di meja makan bersama Ibunya.

 

“Kak Siti nginep?”, tanya Bimo sambil duduk di sebelahnya.

“Iya. Kakak temenin Ibu dulu beberapa hari ini biar enggak sendirian.”, jawab Kak Siti.

“Kamu udah enggak kenapa-kenapa kan?”, tanya Kak Siti tersenyum merangkul Bimo.

“Bimo udah better sekarang.”, jawab Bimo tersenyum kecil.

“Sekarang Bapak udah tenang di surga. Udah sama Allah. Kita harus ngerelain. Nanti kita kumpul lagi sama Bapak di sana.”, ujar Ibu Bimo tersenyum tegar sambil menitikkan air mata.

“Iya Bu.”, jawab Kak Siti menghampiri dan memeluk Ibunya.

 

Bimo terharu mendengar perkataan Ibunya namun menahan air matanya agar tidak membuat Ibunya sedih.

 

“Kalian harus rajin sholat ya.”, ujar Ibu Bimo menasihati.

“Iya bu.”, jawab Bimo dan Kak Siti bersamaan.

“Kalian makan yang banyak ya.”, ujar Ibu Bimo sambil mengambilkan nasi dan lauk yang sudah disiapkan untuk Bimo dan Kak Siti.

 

Mereka bertiga makan bersama di meja makan. Bimo terlihat canggung melihat kursi kosong yang biasa di tempati oleh Ayahnya untuk makan bersama. Setelah selesai, Kak Siti membereskan sisa makanan dan piring yang ada di meja. Sementara itu, Bimo dan Ibunya tetap duduk di meja makan.

 

“Maafin Ibu dan Bapak ya Bim. Ibu dan Bapak bikin kamu jadi enggak bisa datang ke acara wisuda kamu.”, ujar Ibu Bimo merasa sedih.

“Ibu jangan ngomong begitu. Ini bukan salah siapa pun. Yang penting Bimo udah lulus jadi sarjana.”, jawab Bimo tersenyum.

“Iya Bu, jangan ngomong begitu. Semuanya udah di atur Allah. Kita bersyukur, Bimo sudah lulus dan bisa ngebahagiain Ibu.”, sahut Kak Siti sambil mencuci piring.

 

Ibu Bimo mengangguk mengiyakan perkataan anak-anaknya.

 

“Kamu mau lanjut ke S2 atau mau langsung kerja?”, tanya Ibunya.

“Kerja aja Bu. Nanti minggu depan Bimo udah mulai masukin lamaran kerja.”, jawab Bimo.

“Kamu enggak mau lanjut ke S2? Ibu masih sanggup biayain kuliah kamu nanti, meskipun udah enggak ada Bapak kamu sekarang.”, tanya Ibu Bimo.

“Bukan soal biaya Bu. Kalaupun Bimo mau lanjut ke S2, Ibu udah enggak perlu khawatir soal biaya. Bimo bisa kerja sambil kuliah. Tapi memang Bimo enggak ada niat untuk lanjut ke S2. Bimo mau langsung kerja aja Bu.”, jawab Bimo.

“Biarin Bimo yang tentuin Bu. Ibu enggak usah khawatir. Bimo udah besar, biar dia yang tentuin mana yang terbaik buat dia. Yang penting Ibu doain Bimo biar sukses.”, ujar Kak Siti sembari duduk di sebelah Ibunya setelah selesai mencuci piring.

“Ibu selalu doain kalian berdua setiap malam supaya Allah melindungi kalian dimana pun dan jadi sukses.”, jawab Ibunya tersenyum.

“Makasih Bu.”, jawab Kak Siti tersenyum lembut.

“Kamu planningnya mau apply di mana?”, tanya Kak Siti.

“Belum tau sih Kak. Yang jelas perusahaan IT sesuai jurusan yang Bimo ambil.”, jawab Bimo.

“Nanti Bimo mau lihat-lihat lowongan dulu di internet.”, sambungnya lagi.

“Nanti Kakak bantuin tanya ke temen-temen Kakak juga.”, jawab Kak Siti.

“Makasih Kak.”, jawab Bimo tersenyum.

“Nanti setelah acara tahlilan, kita foto keluarga ya Bu. Sekalian foto wisuda Bimo juga. Nanti Siti yang aturin semua.”, ujar Kak Siti tersenyum.

“Iya.”, jawab Ibu Bimo tersenyum.

“Ya udah, Ibu istirahat lagi aja. Tadi Ibu bilang kan masih capek. Nanti kalau mau perlu apa, Ibu bilang sama Siti ya.”, ujar Kak Siti.

 

Ibu Bimo mengangguk mengiyakan. Kak Siti mengantar Ibunya masuk ke kamar. Bimo berjalan menuju ke teras rumah, tempat dimana Bimo dan Ayahnya sering berbincang. Bimo duduk memandang langit yang sangat cerah. Kak Siti menghampiri Bimo setelah selesai mengantarkan Ibunya ke kamar.

 

“Ibu udah di kamar kak?”, tanya Bimo.

“Udah.”, jawab Kak Siti sembari duduk menemani Bimo dan membawakan secangkir kopi untuk Bimo.

“Mata kamu uda enakan?”, tanya Kak Siti.

“Udah Kak. Udah kempesan.”, jawab Bimo.

“Bapak sekarang udah enggak ada. Ibu tinggal sama Kakak saja ya, biar Ibu enggak kesepian kalau kamu nanti udah mulai kerja.”, ujar Kak Siti.

“Enggak usah Kak. Biar Ibu sama Bimo aja. Bimo bisa jagain Ibu. Bimo janji akan selalu pulang on time kalau Bimo udah kerja nanti. Bimo juga enggak enak sama mas Anton. Enggak mau ngerepotin kalian. Biar Ibu di sini aja sama Bimo.”, jawab Bimo tersenyum.

“Enggak ngerepotin kok. Malah mas Anton yang nyuruh juga, anak-anak juga bisa main sama Ibu.”, jawab Kak Siti.

“Enggak apa-apa kak. Sama Bimo aja.”, jawab Bimo tersenyum.

“Nanti kalau Ibu kangen, Bimo anterin main ke tempat Kakak.”, sambungnya lagi.

“Ya udah, Kakak enggak mau maksa. Kamu janji ya jagain Ibu, jangan pulang malam-malam. Lebih luangin banyak waktu untuk Ibu sekarang.”, ujar Kak Siti tersenyum.

“Kamu juga jangan sedih terus ya. Kakak tau kamu sangat deket sama Bapak, tapi sekarang Bapak udah tenang di sana. Kamu jangan sedih terus ya. Kamu harus semangat lagi.”, ujar kak Siti menitikkan air mata karena mengingat Ayahnya.

“Kalau ada apa-apa, cerita sama Kakak atau Ibu atau sama sahabat-sahabat kamu ya. Jangan di pendem. Dan ingat, semua ini udah ditakdirkan Allah. Umur di tangah Allah. Jangan salahkan Allah atau siapa pun, bahkan diri kamu sendiri. Kita enggak pernah tau kapan kita akan mengahadap Allah. Oleh karena itu, kita harus selalu siap. Seperti yang Ibu bilang, kita harus rajin sholat.”, ujar Kak Siti menasehati Bimo.

 

Bimo mencoba tegar dan tersenyum kepada Kak Siti. Mengiyakan semua nasehat Kak Siti.

 

“Kakak kapan pulang?”, tanya Bimo.

“Besok siang.”, jawab Kak Siti.

“Bimo anterin ya besok.”, jawab Bimo.

“Makasih Bim, kakak naik gocar atau grab aja. Kamu temenin Ibu aja.”, jawab Kak Siti.

“Ngomong-ngomong, kamu udah harus mulai apply CV ya. Biar enggak lupa nanti ilmunya kalau kelamaan nganggur.”, ujar Kak Siti tersenyum.

“Enggaklah Kak, tenang aja. Soon pokoknya.”, jawab Bimo tersenyum.

“Ya udah kamu keluar gih, main sama Andrew sama yang lain juga. Daripada di rumah. Mumpung Kakak ada di sini, biar Kakak yang jagain Ibu hari ini.”, ujar Kak siti tersenyum.

“Enggaklah Kak, mata masih bengkak kayak gini. Tengsin ah.”, jawab Bimo tertawa.

“Apa kata para fans di luar nanti. Di rumah aja ah.”, lanjut Bimo tersenyum.

“Ya udah terserah kamu kalo gitu. Kakak juga mau istirahat sebentar ya di kamar Ibu.”, ujar Kak Siti.

“Iya Kak.”, jawab Bimo.

“Kamu kalau masih capek juga, istirahat aja ya.”, ujar Kak Siti tersenyum.

“Iya. Kakak tenang aja.”, jawab Bimo tersenyum.

 

Kak Siti lalu meninggalkan Bimo sendirian di teras rumah. Bimo duduk sendirian di depan teras rumah ditemani segelas kopi yang belum habis. Bimo memikirkan perkataan Kak Siti mengenai Ibunya. Perkataan Kak Siti membuat Bimo menjadi semangat untuk menjaga dan menyenangkan Ibunya. Bimo teringat akan para sahabatnya. Bimo mencari ponselnya dan baru teringat ponselnya masih berada di dalam kamar. Bimo merapikan gelas kopi untuk dicuci terlebih dahulu dan bergegas menuju kamarnya. Bimo membuka ponselnya yang sudah penuh dengan pesan ucapan belas sungkawa dari seluruh teman-temannya. Bimo membaca satu per satu pesan tersebut dan juga membaca WA grup dari para sahabatnya. Bimo tersenyum membaca pesan tersebut. Bimo tahu jika para sahabatnya sedang mencoba menghiburnya.

 

“Selamat siang bapak-bapak sekalian.”, tulis Bimo tersenyum mengirim pesan ke grup mereka.

“Selamat siang bapak Bimo. Sudahkah anda berak?”, balas Donny beberapa menit kemudian, membuat Bimo tertawa membaca balasan dari Donny.

“Belum Kay. Hehe”, balas Bimo.

“Berarti anda sedang sembelit.”, balas Donny.

“Pak Bimo sudah sehat?”, tanya Joko membalas pesan Bimo.

“Alhamdullilah sehat Pak Joko.”, balas Bimo.

“Yang lain mana nih?”, tulis Donny bertanya.

“Gue hadir. Baru bangun. Hape lupa silent. Berisik lo pada pagi-pagi.”, tulis Andrew.

“Matahari udah terbit kali Cek. Makanya mata jangan sipit mulu. Enggak kelihatan kan. Haha.”, balas Donny.

“LOL. Bawaan orok. Kalau bisa mah gue beloin.”, balas Andrew.

“Udah seger Bim?”, tanya Andrew.

“Uda Cek. Cuma belum mandi aja. Males. Haha.”, balas Bimo.

“Kambing mana nih?”, tulis Joko bertanya.

“Lagi makan rumput kali.”, balas Donny.

“Ganggu orang lagi BOKER aja!”, balas Edwin sambil mengirim foto toilet rumahnya.

“SIIIAALLL si Kambing.”, balas Donny.

 

Mereka semua tertawa membaca pesan dari Edwin yang sedang berada di toilet rumahnya.

 

“Kencing lancar Bim?”, tulis Edwin bertanya kepada Bimo.

“Lancar Bing.”, balas Bimo.

“Kamu ini bener-bener ya Bing, ngapain kamu kirim foto WC kamu?”, tulis Joko bertanya.

“Berisik Jawa. Suka-suka gue. Lagian pada ganggu gue boker aja.”, balas Edwin.

“Terserah lo Bing.”, balas Andrew.

“Enggak usah diladenin si Kambing mah.”, balas Joko.

“Siapa yang nyuruh lo boker bawa hape?”, balas Donny bertanya.

“Multi tasking Kay.”, balas Edwin.

“Alasan aja kamu.”, balas Joko.

“Muka udah kempes belum Bim?”, tulis Edwin bertanya kepada Bimo.

“Mendingan Bim.”, balas Bimo.

“Gitu dong Bim. Harus semangat lagi, sahabatku.”, balas Joko.

“Makasih buat semuanya ya. Buat supportnya juga.”, balas Bimo.

“Itu gunanya sahabat Bim.”, balas Andrew.

“Iya Bim, kita semua akan selalu ada buat lo.”, balas Donny.

“Thank you.”, balas Bimo.

 

“Pada ada acara enggak hari ini?”, tulis Andrew bertanya kepada para sabahatnya.

“Aku sih enggak ada Cek. Bonyok aku soalnya udah pulang ke Jogja tadi pagi.”, balas Joko.

“Gue juga enggak ada Cek. Di rumah aja kayaknya. Mager.”, tulis Donny.

“Lo bing?”, tulis Andrew bertanya kepada Edwin.

“Katanya enggak mau ngeladenin gue?”, balas Edwin.

“Ya udah, si Kambing skip.”, balas Andrew.

“Sensi amat lo pada hari ini. Wkwkwk.”, balas Edwin.

“Kalau aku sih biasa aja.”, balas Joko.

“Terserah lo bing.”, balas Andrew.

“Gue di rumah juga Cek.”, balas Bimo.

“Ya udah, tar sore ngumpul yuk. Dinner barenglah.”, balas Andrew mengajak para sahabatnya.

“Kalau aku sih yes.”, balas Joko.

“Gue juga oke.”, balas Donny.

“Gue ikut juga.”, balas Edwin.

“Terserah lo Bing.”, balas Andrew.

“Wkwkwkwkwk.”, balas Joko.

“Kampret lo Cek.”, balas Edwin.

 

“Gue skip dulu ya.”, balas Bimo.

“Kenap Bim?”, balas Andrew bertanya kepada Bimo.

“Iya Bim, kamu ikut juga donk. Kemarin udah enggak ikut, masa enggak ada kamu lagi. Enggak lengkap dong.”, balas Joko.

“Iya Bim, ikut aja kali ini. Di cukongin sama Encek, tenang aja. Lol”, balas Donny.

“Gue belum ngomong apa-apa, udah langsung bayarin aja. Kampret si Akay.”, balas Andrew.

“Berbagilah, wahai sahabatku. Wkwkwk.”, balas Donny.

“PEMALAKAN!!”, balas Andrew.

“Hahahahaha….”, balas Donny.

“Udah lo ikut aja Bim, tar gue jemput.”, tulis Andrew.

“Muka gue masih bengkak Cek. Tengsin.”, balas Bimo.

“Udah, lo santai aja. Enggak usah dipikirin. Tar gue bawain kacamata item.”, balas Andrew.

“Muke lo udah jelek Bim, santai aja.”, balas Edwin.

“Terserah lo Bing.”, balas Joko kali ini mengikuti perkataan Andrew sebelumnya.

“Ye...Si Jawa ikut-ikutan. Gue sikat tar.”, balas Edwin.

“Udah kamu ikut aja Bim, makan enak tar malem.”, balas Joko.

 

Bimo tidak langsung membalas pesan para sahabatnya. Bimo berikir sejenak untuk mengiyakan ajakan dari mereka. Bimo merasa malu dan masih tidak bersemangat untuk keluar rumah. Namun, Bimo juga ingin bertemu para sahabatnya agar tidak merasa kesepian. Akhirnya, Bimo memutuskan untuk ikut dengan mereka.

 

“Ya udah deh Cek. Jemput gue ya.”, tulis Bimo mengiyakan.

“Siap brother.”, balas Andrew.

“Yang lain kumpul di tempat Jawa aja ya. Gue jemput di sana sekalian. Naik mobil gue aja jadinya, enggak usah misah.”, tulis Andrew.

“Ya udah, boleh Cek. Tar gue langsug ke tempat Jawa.”, balas Donny.

“Jam berapa Cek?”, tanya Joko.

“Jam limaan gue jemput. Standby aja. Gue ke tempat Bimo dulu jam empat.”, balas Andrew.

“Nanti gue jemput jam empat ya Bim.”, tulis Andrew lagi.

“Oke Cek.”, balas Bimo.

“Oke noted.”, balas Edwin.

“Terserah lo Bing.”, balas Andrew

“Terserah lo Bing.”, balas Joko sambil tertawa geli di tempat kosnya.

“Terserah lo Bing.”, tulis Donny dan Bimo mengikuti.

“134176547!!!”, balas Edwin.

 

Andrew, Joko, Donny, dan Bimo tertawa di rumah masing-masing melihat Edwin yang sudah kesal dan menghentikan percakapan di grup. Mereka mempersiapkan diri untuk acara nanti sore. Mereka begitu bersemangat untuk bertemu. Begitupun juga Bimo yang masih berduka, juga bersemangat untuk bertemu dengan para sahabatnya. Perlahan, kesedihan di hati Bimo berangsur hilang dan digantikan dengan perasaan ikhlas dan tetap bersyukur atas semua kejadian ini. Bimo merapikan tempat tidurnya. Masih tampak sisa air mata yang membasahi kasurnya. Bimo mengambil dan menatap foto Ayahnya yang ada di meja.

 

Lihat selengkapnya