Senin pagi yang cerah, semakin membuat Bimo bersemangat untuk memulai hari dengan menjemput Mentari di rumahnya.
“Tar, aku jalan sekarang ke rumah kamu ya.”, tulis Bimo mengirim pesan mengabarkan Mentari sambil menyalakan motornya.
“Iya Bim, aku tunggu ya. Kamu hati-hati ya.”, balas Mentari.
“Oke Tar. Tunggu ya.”, balas Bimo tersenyum sambil membaca pesan dari Mentari kemudian masuk ke dalam untuk berpamitan kepad Ibunya.
“Bu, Bimo jalan dulu ya.”, ujar Bimo sambil mencium tangan Ibunya yang sedang memasak.
“Tumben pagi-pagi jalannya?”, tanya Ibunya.
“Mau jemput temen dulu Bu.”, jawab Bimo tersenyum.
“Ya udah, hati-hati ya.”, jawab Ibunya tersenyum.
“Assalamualaikum Bu.”, ujar Bimo sambil berjalan meninggalkan Ibunya
“Waalaikumsalam.”, jawab Ibunya tersenyum senang melihat Bimo yang bersemangat untuk bekerja.
Bimo bergegas mengendarai motornya menuju ke rumah Mentari. Mata Bimo berbinar-binar tidak sabar ingin segera sampai di rumah Mentari. Jalanan di pagi hari yang masih lenggang, membantu Bimo untuk segera tiba di rumah Mentari.
“Tar, aku udah di depan rumah ya.”, tulis Bimo mengirim pesan kepada Mentari saat telah sampai tepat di depan rumah Mentari.
“Oke, aku keluar ya.”, balas Mentari.
Tidak berselang lama, Mentari muncul dari balik pintu rumahnya.
“Halo. Pagi Bimo.”, ujar Mentari tersenyum menyapa Bimo yang sedang menunggu.
“Pagi. Cerah banget nih.”, jawab Bimo tersenyum sambil menurunkan masker yang dipakainya, melihat Mentari yang mengenakan jaket jaket kasual berwarna kuning sambil menenteng helm di tangannya.
“Iya dong. Biar semangat juga nanti kerjanya.”, jawab Mentari tersenyum.
“Udah siap?”, tanya Bimo tersenyum.
“Udah dong. Eh kamu udah sarapan belum?”,tanya Mentari.
“Udah tadi. Makan roti tawar.”, jawab Bimo tersenyum.
“Aku beliin kamu nasi uduk nih. Aku beli dua tadi. Ini nasduk kesukaan aku. Coba ya. ini buat kamu satu.”, ujar Mentari sambil menggantungkan di sebuah besi gantungan barang yang terpasang di bawah stang motor Bimo.
“Thank you Tar.”, jawab Bimo tersenyum.
“Ya udah, yuk berangkat.”, ujar Mentari sambil memakai masker dan helm.
“Yuk jalan.”, jawab Bimo sambil menurunkan foot step motor Bimo untuk Mentari.
“Makasih Bim.”, ujar Mentari tersenyum dan duduk di belakang Bimo lalu berangkat menuju kantor mereka.
“Kamu enggak nyasar kan?”, tanya Mentari sambil merangkul Bimo yang tentu saja kembali membuat Bimo senang.
“Enggak Tar. Aman. Kalau masih pagi gini, enggak banyak orang yang nongkrong, jadi gampang nyarinya. Untung masih inget belokan-belokannya.”, jawab Bimo.
“Iya sih kalau plong gitu jadi lebih gampang.”, jawab Mentari.
“Kamu cepet banget tadi nyampe ke rumah aku? Kayaknya enggak lama kamu WA aku, udah nyampe.”, tanya Mentari.
“Kalau pagi kan jalanan masih kosong Tar. Lagian juga enggak terlalu jauh kan ke rumah kamu.”, jawab Bimo.
“Masa sih? Kamu ngebut kali, enggak sabar.”, jawab Mentari tersenyum di belakang Bimo.
“Enggak kok. Jalan santai malah. Lagian enggak sabar ngapain emang? Jam kantor juga masih aman.”, jawab Bimo.
“Enggak sabar pengen jemput aku.”, jawab Mentari tertawa.
“Dasar kamu ya. Pagi-pagi udah ge er aja.”, jawab Bimo tertawa kecil.
“Kenyataan kok. Ayo ngaku.”, jawab Mentari tertawa.
“Iya sih.”, jawab Bimo tertawa kecil sambil memberanikan diri untuk memegang tangan kiri Mentari yang sedang merangkul Bimo dengan tetap fokus mengendarai motor menggunakan tangan kanan nya.
Bimo merasa gugup saat memegang tangan Mentari, namun dia tidak ingin melepaskannya.
Untuk sesaat, Mentari tersenyum dan tetap membiarkan Bimo memegang tangannya dan membalas genggaman tangan Bimo. Mentari juga sangat senang Bimo menggenggam tangan nya. Beberapa saat kemudian, Bimo melepaskan genggamannya dan kembali fokus mengendarai motor menuju kantornya. Tidak ada percakapan lagi di antara mereka. Namun, Mentari mengencangkan rangkulannya di pinggang Bimo dan menyandarkan kepalanya di pundak Bimo. Saat itu, Bimo sudah sangat yakin bahwa Mentari juga menyukai Bimo. Namun masih terlalu dini untuk mengungkapkan perasaan Bimo kepada Mentari. Meskipun jalan sudah terbuka lebar untuk Bimo.
Keduanya telah tiba di parkiran motor. Saat Bimo dan Mentari sedang melepaskan jaket dan helm masing-masing, mereka dihampiri oleh seseorang yang juga sedang mencari tempat parkir sambil membunyikan klakson berulang-ulang ke arah Bimo dan Mentari.
“Siapa sih tuh? Berisik banget.”, ujar Mentari menggerutu sambil melihat ke arah pengemudi tersebut.
“Itu si Dion.”, jawab Bimo tersenyum sambil memasukkan jaketnya ke dalam bagasi motor.
“Pantesan.”, jawab Mentari tersenyum.
“Luar biasa.”, ujar Dion tersenyum sambil menaikkan kaca helmnya dan memarkir motornya di samping motor Bimo.
“Berisik banget kamu pagi-pagi.”jawab Mentari tersenyum sambil memukul pelan Dion.
“Gue enggak mimpi kan?”, tanya Dion sambil melepaskan helmnya.
“Mimpilah.”, jawab Mentari tertawa kecil.
“Atau gue mimpi di dalam mimpi gue saat ini?”, tanya Dion tertawa.
“Apaan sih Yon.? Masih pagi nih.”, jawab Bimo tersenyum.
“Kayak inception.”, jawab Dion tertawa.
“Aku titip jaket aku ya Bim.”, ujar Mentari sambil menaruh jaketnya di bagasi motor Bimo.
“Berarti pulangnya harus sama aku juga loh.”, jawab Bimo tersenyum.
“Iya dong. Anterin aku pulang pergi hari ini.”, jawab Mentari tersenyum.
“Tiap hari juga boleh.”, jawab Bimo tersenyum memandang Mentari.
“Woi. Ada gue di sini. Orang ini, bukan patung.”, sahut Dion.
“Kamu kenal sama dia?”, tanya Bimo tersenyum kepada Mentari.
“Enggak kenal. Jalan aja yuk. Ngeri ih lihat mukanya.”, jawab Mentari sambil menahan tawa dengan menutup mulutnya.
“Yuk jalan.”, ujar Bimo tersenyum sambil membawa nasi uduk yang diberikan oleh Mentari.
Bimo dan Mentari tersenyum geli sambil berjalan cepat meninggalkan Dion yang masih melepaskan jaketnya.
“Woi. Tungguin bentar. Bener-bener nih.”, sahut Dion memanggil Bimo dan Mentari.
Bimo dan Mentari semakin mempercepat langkah mereka saat mendengar Dion memanggil mereka. Dion segera berlari kecil mengejar mereka. Dion tersenyum dan tidak sabar ingin menginterogasi Bimo dan Mentari.
“Cepet-cepet amat jalannya.”, ujar Dion tersenyum sambil merangkul Bimo.
“Ada paparazzi Tar.”, ujar Bimo tersenyum.
“Iya nih. Ngapain sih ikutin kita?”, sahut Mentari tersenyum kepada Dion.
“Ini gimana ceritanya bisa barengan ke kantor?”, tanya Dion tersenyum menggoda sambil melihat Bimo dan Mentari.
“Ketemu di jalan tadi.”, jawab mentari tersenyum.
“Iya, tadi ada cewek nyasar di jalan. Kasian, jadi gue angkut aja ke sini.”, jawab Bimo tertawa kecil.
“Hei, enak aja kamu ya ngarangnya.”, sahut Mentari tersenyum sambil mencubit Bimo.
“Wah, makin enggak bener nih. Udah berangkat bareng, cubit-cubitan. Udah enggak bener ini.”, ujar dion tertawa kecil sambil menggelengkan kepala.
“Apa si Yon? Apanya yang enggak bener?”, tanya Bimo tersenyum.
“Ya udah, jalannya cepetan yuk. Telat nanti.”, ujar Dion sambil mendorong Bimo pelan.
“Telat apanya? Ini baru jam delapan lewat dikit. Masih aman kok.”, jawab Mentari sambil melihat jam tangan yang dipakainya.
“Kita ada meeting sama Mr. John makanya enggak boleh telat.”, jawab Dion.
“Meeting apaan Yon? Ngarang aja lo.”, jawab Bimo.
“Lo kan anak baru, mungkin Mr. Joh lupa kasih tau lo. Makanya gue ingetin sekarang.”, jawab Dion.
“Mungkin juga sih Bim. Ya udah yuk cepetan, biar kalian berdua enggak telat.”, jawab Mentari.
Mereka mempercepat langkah mereka menuju lift. Dion mencoba menahan tawanya karena sedang mengerjai Bimo.
“Duluan ya Bim, Yon.”, ujar Mentari saat tiba lebih dulu di lantai tempat divisi Finance berada.
“Meeting apaan Yon?”, tanya Bimo penasaran.
“Udah, ikut aja. Cepetan yuk, telat nanti.”, jawab Dion sambil bergegas keluar saat telah tiba di lantai ruangan tim IT berada, yang letaknya satu lantai di atas divisi Finance.
Bimo mengikuti Dion yang berjalan cepat menuju ruang kantor mereka. Tidak terpikir sedikitpun oleh Bimo, bahwa Bimo sedang dikerjai oleh Dion. Saat memasuki ruangan IT, Bimo hanya melihat Jerry dan Benny yang sedang duduk di meja masing-masing, sambil menyiapkan pekerjaan mereka masing-masing.
“Pagi Ben.”, ujar Bimo menyapa Benny yang duduk di sebelah meja Bimo.
“Pagi. Tumben lo bawal bekal. Apaan tuh?”, jawab Benny tersenyum sambil melihat plastik yang berisi nasi uduk yang ditaruh di atas meja Bimo.
“Iya Ben, dibawain tadi. Nasi uduk nih.”, jawab Bimo.
“Ya udah, makan dulu lo. Tar keburu setengah Sembilan.”, jawab Benny tersenyum.
“Iya Ben.”, jawab Bimo sambil membuka nasi uduk yang di bawakan oleh Mentari dan mulai memakannya.
“Emang kita mau ada meeting sama Mr. John ya Ben?”, tanya Bimo sambil menyantap makanannya.
“Meeting? Meeting apaan?”, tanya Benny bingung.
“Enggak tau. Tadi kata Dion. Gue berdua ampe jalan cepet-cepet takut telat katanya.”, jawab Bimo.
“Meeting apaan ya? Gue sih enggak tau kalau ada meeting.”, jawab Benny.
“Apalagi gue Ben, yang masih baru.”, jawab Bimo tersenyum.
“Coba gue tanya Dion dulu.”, jawab Benny.
“Yon.”, ujar Benny memanggil Dion.
“Wait. Kenapa Ben?”, sahut Dion.
“Emang ada meeting hari ini?”, tanya Benny.
“Bentar gue ke meja lo.”, jawab Dion.
“Emang ada meeting apaan?”, tanya Jerry kepada Dion.
“Kagak ada.”, jawab Dion pelan sambil tersenyum.
“Sial, ngagetin aja pagi-pagi.”, jawab Jerry.
Dion segera menghampiri Benny dan Bimo dengan senyum jahilnya.
“Kenapa?”, tanya Dion tersenyum sambil duduk di atas meja Bimo.
“Emang ada meeting sama Mr. John?”, tanya Benny.
“Kata siapa?”, tanya Dion tersenyum.
“Nih sebelah gue.”, jawab Benny sambil menunjuk Bimo.
“Ngarang dia. Mana ada meeting.”, jawab Dion tertawa kecil.
“Si bastard, tadi lo yang dorong-dorong gue buat jalan cepetan.”, jawab Bimo tersenyum.
“Ya ini kita lagi meeting sekarang.”, jawab Dion tertawa kecil.
“Dikerjain Dion lo.”, jawab Benny tertawa.
“Sialan, pagi-pagi udah ngerjain gue aja.”, ujar Bimo tersenyum menggelengkan kepala.
“Lo lagian percaya aja.”, jawab Benny tertawa.
“Gue mana tau Ben, namanya juga anak baru. Ya ngikut aja. Apalagi dia jalannya cepet-cepet, mukanya udah kayak orang takut telat.”, jawab Bimo tersenyum.
“Kita kalau meeting bisa dihitung pake jari dalam setahun.”, jawab benny tersenyum
“Kena deh gue sama si kampret.”, jawab Bimo tersenyum sambil memukul pelan paha Dion.
“Bagi ya kerupuknya.”, ujar Dion tersenyum sambil kerupuk Bimo
“Satu aja! Pagi-pagi udah ngerjain gue aja.”, jawab Bimo tersenyum.
“Enak ya.”, jawab Dion sambil menggigit kerupuk yang dimintanya.
“Lebay loh Yon. Laper lo mah.”, sahut Benny tertawa kecil.
“Enak Ben kerupuknya. Cobain deh.”, jawab Dion.
“Enggak ah. Sama aja kerupuk mah.”, jawab Benny.
“Cobain dulu. Beda ini.”, jawab Dion mencoba meyakinkan Benny.
“Paling jago nih anak kalau bikin penasaran orang. Cobain satu ya Bim.”, ujar Benny sambil mengambil kerupuk nasi uduk Bimo.
“Ambil aja Ben. Banyakan juga boleh.”, jawab Bimo sambil makan.
“Apanya yang beda? Sama aja.”, ujar Benny saat menggigit kerupuk yang dimintanya.
“Lo enggak ngerasain beda emang?”, tanya Dion.
“Apanya yang beda sih? Ngerjain gue juga lo ya?”, tanya Benny.
“Ini nasi uduk dari Mentari loh. Masa lo enggak ngerasa beda?”, jawab Dion tertawa kecil.
“Ahhhh. Gue paham sekarang.”, jawab Benny tertawa disambut Dion yang juga ikut tertawa.
Bimo tersenyum malu melihat Benny yang mengetahui nasi uduk yang dimakannya sekarang adalah pemberian dari Mentari.
“Shifu Bimo, tolong ajarin saya.”, ujar Benny tertawa sambil duduk membungkukkan badan.
“Jadi legend udah dia nih sekarang.”, uajr Dion tertawa melihat Bimo yang masih asik menyantap makanannya.
“Apaan sih lo berdua. Gue nitip beli sama Mentari.”, jawab Bimo tersenyum.
“Mau titip kek, mau dikasih kek. Gue udah engggak perduli. Lo adalah shifu gue sekarang.”, jawab Benny tertawa.
“Emang dia ngerti shifu apaan?”, tanya Dion tertawa kecil.
“Tau Yon. Enggak bego-bego amat gue.”, jawab Bimo tersenyum.
“Oh tau loh.”, jawab Dion tertawa.
“Jadi dia tadi ke kantor bareng Tari ya Yon?”, tanya Benny tertawa kecil.
“Iye. Gue mergokin mereka pas di parkiran. Habis itu, gue di tinggalin lagi.”, jawab Dion tersenyum.
“Lo lama Yon. Bukannya ninggalin.”, jawab Bimo tersenyum membela diri.
“Alesan lo. Bilang aja mau jalan berduaan.”, jawab Dion tertawa.
“Wajar sih Yon. Elo kan nyamuk tak diundang.”, sahut Benny tertawa.
“Bener Ben.”, jawab Bimo tertawa sambil menjabat tangan Benny.
“Katanya lo kemarin-kemarin enggak enak kalau kontek dia karena baru kenal, tau-tau udah nganterin aja sekarang.”, ujar Dion tersenyum.
“Semua di luar rencana Yon.”, jawab Bimo tersenyum.
“Apaan nih. Mau berbuat yang enggak-enggak loh ya?”, tanya Benny tertawa kecil.
“Kagaklah. Gile lo. Saya kan anak baik-baik.”, jawab Bimo tersenyum.
“Terrus gimana lo bisa bareng sama dia hari ini?”, tanya Dion tersenyum.
“Kepo nih lo berdua.”, jawab Bimo tersenyum.
“Harus kalau kali ini. Soalnya lo satu-satunya anak baru yang udah bisa nganterin cewek dari anak finance, padahal baru kenal sehari.”, jawab Dion tertawa kecil.
“Bener kata si Dion. Jadi lo harus di kepoin. Mau gue masukin report ke Mr. John juga nanti.”, jawab Benny tertawa.
“Aneh-aneh aja lo Ben sampe ke Mr. John. Malu lah.”, jawab Bimo tersenyum.
“Kalau lo enggak mau cerita, ya bakal nyampe ke doi. Ya enggak Yon?”, jawab Benny tersenyum.
“Yoi.”, jawab Dion tersenyum sambil memberikan tos kepada Benny.
“Pagi-pagi udah di ancam. Sadis kalian.”, jawa Bimo tersenyum.
“Habis gimana? Kita mau tau soalnya.”, jawab Dion tertawa.
“Kemarin sabtu, gue enggak sengaja ketemu dia di monas pas lagi joging.”, ujar Bimo tersenyum menjelaskan.
“Enggak sengaja apa sengaja nih? Yang jelas dong ngomongnya.”, sahut Benny tersenyum.
“Enggak sengaja Ben.”, jawab Bimo tersenyum.
“Pas sabtu kemarin, gue main futsal di sana sama temen-temen gue. Habis itu, kita lanjut jalan santai soalnya masih pagi. Ya udah, ketemu Mentari pas lagi jalan. Dia juga sama temen-temennya.”, lanjut Bimo menjelaskan.
“Baru tuh lo berdua ngobrol lama berarti ya?”, tanya Benny tersenyum.
“Bener sekali Pak Benny.”, jawab Bimo tertawa kecil.
“Lah temen lo sama temennya dia pada kemana?”, tanya Dion.
“Gue usirlah. Ganggu aja, orang mau berduaan.”, jawab Bimo tertawa.
“Bener. Bener. Harus di usir emang Bim, kalau mau ngobrol lama.”, sahut Benny tertawa kecil.
“Iya dong. Kalau enggak, enggak ada yang namanya berangkat bareng sama Mentari.”, jawab Bimo tertawa.
“Lihai emang nih anak.”, ujar Dion tersenyum.
“Lo jangan lihat si Bimo anak baru Yon. Gini-gini, udah ratusan cewek yang dijebak sama dia nih.”, ujar Benny tertawa.
“Enak aja lo Ben. Good boy gue.”, jawab Bimo tersenyum.
“Kalau good boy mah, enggak akan langsung secepet ini Bim.”, jawab Dion tertawa kecil.
“Itu namanya kesempatan dari Allah Yon. Jadi harus dimanfaatin.”, jawab Bimo tersenyum.
“Udah, lo enggak usah ngelawan Yon. Udah bawa yang di atas nih.”, sahut Benny tertawa kecil.
“Berarti jodoh dong lo sama Tari?”, tanya Dion tertawa kecil.
“Bisa dibilang iya sih Yon. Tanda-tanda bakal jadian nanti.”, jawab Bimo tertawa.
“Sial. Over pede nih anak.”, jawab Dion tersenyum.
“Biarin aja Yon. Biar makin semangat sih Bimo.”, jawab Benny tersenyum.
“Bener Yon. Buat booster.”, jawab Bimo tertawa.
“Lagi jatuh cinta dia, iyain aja.”, ujar Benny tersenyum kepada Dion.
“Iya. Kita mah doain lo Bim. Betul enggak Ben?”, ujar Dion tersenyum.
“Pasti itu. Namanya satu tim, harus di support dong.”, jawab Benny tersenyum.
“Jadi sebenernya lo enggak guna Yon sekarang. Bimo udah enggak perlu bantuan lo deketin Tari.”, jawab Benny lagi.
“Bantuan? Sorry, no need ya.”, jawab Bimo tertawa.
“Baguslah, biar gue kagak ditanyain terus soal Tari. Udah bisa cari tau sendiri.”, jawab Dion.
“Jangan dong. Nanya-nanya dikit bolehlah Yon.”, jawab Bimo tersenyum.
“Dikit aja. Jangan banyak-banyak. Biar ada tantangannya.”, jawab Dion tersenyum.
“Kalau gitu si Rudy kalah sekarang ya sama nih anak.”, ujar Dion lagi.
“Lewat Yon. Status dia sekarang langsung naik jadi legend.”, jawab Benny tertawa kecil.
“Lihai.”, jawab Dion tersenyum mengacungkan jempol kepada Bimo.
“Btw, jangan cerita-cerita dulu ya. Gue enggak enak kalau di denger orang. Enggak enak juga sama si Tari.”, ujar Bimo.
“Berita baik mah harus di ekspos kali Bim.”, jawab Benny tersenyum.
“Jangan Ben. Ini kan baru pedekate. Enggak enaklah. Kalau udah jadian, baru okelah.”, jawab Bimo tersenyum.
“Cueklah. Enggak usah malu.”, jawab Benny tersenyum.
“Bukannya malu Ben. Tapi enggak enak aja. Gue baru berapa hari di sini, udah deketin cewek aje.”, jawab Bimo tersenyum.
“Enggak seru lo. Biarin pada tau, apalagi Bu. Susi. Siapa tau dibantu.”, jawab Dion tertawa.
“Apalagi kedengeran dia Yon, makin enggak enak gue. Tar dikirain pas kemarin kita kesana, gue sekalian tepe-tepe.”, jawab Bimo.
“Lah emang bener kan lo tepe-tepe.”, jawab Bimo tertawa.
“Kagaklah. Kerja beneran kemarin. Lo yang suruh gue tepe-tepe malah iya.”, jawab Bimo tersenyum dibalas Dion yang hanya tertawa mendengar jawaban Dion.
“Udah, lo tenang aja kalau sama kita berdua. Bisa dijaga rahasia lo.”, ujar Benny tersenyum menenangkan Bimo.
“Ya kalau kelepasan, ya harap dimakluminlah.”, ujar Dion tersenyum.
“Sialan.”, jawab Bimo tersenyum sambil meninju pelan paha Dion.
“Udah, tenang aje.”, ujar Benny.
“Iya tenang aja lo.”, sambung Dion tersenyum.
“Ya udah, yuk kerja. Udah mau jam Sembilan nih. Ketahuan Mr. John bisa di ocehin nanti.”, ujar Benny tersenyum.
“Udah pada dateng ternyata.”, ujar Dion tersenyum sambil melihat sekeliling ruangan.
“Yuk kerja.”, ujar Benny.
“Mau ngapain hari ini? Kagak ada kerjaan Ben.”, jawab Dion.
“Apa aja terserah, yang penting kelihatan kerja.”, jawab Benny.
“Dota aja yuk.”, ujar Dion.
“Mau celaka, tapi ngajak orang namanya ini.”, jawab Benny tertawa kecil.
“Kan gue nanya doang.”, jawab Dion tersenyum sambil berdiri.
“Udah, balik ke meja lo sono.”, ujar Benny tersenyum.
“Iya dah. Nyantai aja di meja.”, jawab Dion lalu berjalan kembali ke meja kerjanya.
“Emang gitu gayanya dia mah. Selengean. Untung kerjanya selama ini bener semua.”, ujar Benny tersenyum kepada Bimo.
“Iya ya Ben. Tapi dia baik sih.”, jawab Bimo sambil merapikan sisa bungkus nasi uduknya lalu membuangnya ke tong sampah kecil yang ada di bawah mejanya.
“Oh dia mah oke anaknya. Helpful.”, jawab Benny tersenyum.
“Ben, gue hari ini ngapain? Kan training udah selesai.”, tanya Bimo.
“Udah selesai ya? Gue aja lupa. Gue pikir masih training.”, jawab Benny tersenyum.
“Training mah jangan lama-lama Ben.”, jawab Bimo tersenyum.
“Iya bener. Bosen.”, jawab Benny.
“Jadi gue hari ini ngapain nih Ben?”, tanya Bimo.
“Enggak tau gue juga. Enggak ada kerjaan buat lo.”, jawab Benny.
“Hah? Diem aja dong?”, tanya Bimo tersenyum.
“Udah. Duduk diam manis aja di sini. Lo mau keliling ruangan juga enggak apa-apa. Asal jangan keliling kemana-mana.”, jawb Benny tertawa kecil.
“Serius Ben?”, tanya Bimo tersenyum.
“Serius. Kan gue dah bilang di awal, kalau enggak sibuk ya enggak ngapa-ngapain.”, jawab Benny tersenyum.
“Enggak enak gue. Masa diem aja.”, jawab Bimo.
“Oh iya gue inget, ada dua laptop rusak tuh. Di lemari belakang. Lo pretelin deh. Mana yang masih bisa dipake, lo pisahin buat kanibal kalau ada laptop yang perlu di replace partnya. Siapa tau cocok.”, ujar Benny.
“Ya udah, boleh deh. Daripada gue diem aja.”, jawab Bimo tersenyum.
“Ya udah, sana ambil aja. Enggak dikunci lemarinya.”, jawab Benny sambil menunjuk ke arah lemari yang ada di pojok ruangan.
Bimo berjalan ke arah lemari dan mulai mencari laptop rusak yang dimaksud oleh Benny. Tampak jelas terlihat laptop rusak yang sudah diberi keterangan rusak ada di depan mata Bimo saat membuka pintu lemari. Bimo mengambil dua laptop tersebut dan kembali menuju ke meja kerjanya.
“Ini ya Ben?”, tanya Bimo sambil menaruh laptop di atas meja kerja Bimo.
“Iya bener. Lo bongkar deh.”, jawab Benny.