HELP

Kismin
Chapter #14

Chapter 14

“Si Denny itu parah ya Tar. Bocor parah dia.”, ujar Bimo tertawa kecil sambil mengendarai motornya berboncengan dengan Mentari.

“Udah enggak bisa di tambel lagi Bim bocornya dia.”, jawab Tari tertawa sambil merangkul pinggang Bimo.

“Yang tadi dia buka baju sih asli gelo banget dia. Mukanya bener-bener udah kayak mau perkosa kamu.”, ujar Bimo tertawa.

“Aku tadi takut banget Bim, makanya langsung ngumpet di belakang kamu.”, jawab Mentari tertawa kecil.

“Harusnya tadi peluk aku yang kenceng kalau kamu takut.”, jawab Bimo tertawa.

“Huh maunya kamu itu mah.”, jawab Mentari tersenyum mencubit pinggang Bimo.

“Aduh sakit. Nanti jadi enggak konsen nih nyetirnya.”, jawab Bimo tersenyum.

“Harus konsen dong, kan kamu lagi bawa anak orang.”, jawab Mentari tersenyum.

“Siap tuan Putri. Pasti aman sama saya.”, jawab Bimo tertawa.

“Kalau gitu saya bisa duduk dengan tenang.”, jawab Mentari tersenyum.

 

“Suara kamu bagus tadi pas nyanyi.”, ujar Bimo memuji.

“Ngejek ya?”, jawab Mentari.

“Beneran kok malah dibilang ngejek.”, jawab Bimo tersenyum.

“Aku jarang nyanyi di depan orang tau. Aku malu.”, jawab Mentari.

“Nagapain malu kalau punya suara bagus kayak gitu.”, jawab Bimo.

“Lama-lama aku melayang nih duduknya.”, jawab Mentari tertawa kecil.

“Beneran Tar, suara kamu bagus kok tadi.”, jawab Bimo.

“Makasih kalau begitu.”, jawab Mentai tersenyum.

“Nanti tiap ngeband, kamu ikut aja.”, ujar Bimo.

“Ngeri ah kalau ada Denny lagi.”, jawab Mentari tertawa.

“Dia harus di ranteiin kayaknya.”, jawab Bimo tertawa kecil.

“Kamu sering ngeband ya?”, tanya Mentari.

“Dulu pas SMA sering. Pas masuk kuliah udah jarang, soalnya anggota band udah pada mencar.”, jawab Bimo.

“Temen-temen kuliah kamu enggak ada yang bisa main?”, tanya Mentari.

“Ada sih. Tapi bukan geng aku. Jadi males, enggak akrab soalnya.”, jawab Bimo tertawa kecil.

 

“Jangan-jangan dulu kamu pengen jadi anak band terkenal ya?”, tanya Mentari tertawa kecil.

“Cita-cita banget itu pas masih sering ngeband.”, jawab Bimo tertawa.

“Kok enggak di fokusin? Padahal kamu hebat main gitar nya.”, tanya Mentari.

“Enggak segampang yang dikira Tar. Sebenernya kita main buat iseng aja. Temen-temenku juga enggak ada yang mau fokus. Just for fun aja. Ya udah, aku juga enggak sampe ngotot buat fokus di band.”, jawab Bimo tertawa kecil.

“Tapi itu masa-masa seru saat kita sering ngeband.”, lanjut Bimo.

“Sayang ya, kamu enggak mau fokusin.”, ujar Mentari.

“Kalau aku fokusin dan terkenal, aku enggak bisa kenal sama kamu dong.”, jawab Bimo tertawa.

“Iya ya. Yang ada, aku malah jadi fans kamu lagi nanti.”, jawab Mentari tertawa kecil.

“Cie. Fans loh. Jadi malu.”, jawab Bimo tertawa.

“Kan kalau kamu terkenal. Kalau sekarang ya bukan fanslah.”, jawab Mentari.

“Apa dong kalau bukan fans?”, tanya Bimo tertawa kecil.

“Ada deh.”, jawab Mentari tertawa.

 

“Btw Tar, mau langsung pulang atau mau makan dulu?”, tanya Bimo.

“Langsung balik aja Bim.”, jawab Mentari.

“Kamu laper enggak? Jangan ditahan loh.”, tanya Bimo.

“Belum kok. Nanti makan di rumah aja.”, jawab Mentari.

“Bener enggak apa-apa?”, tanya Bimo.

“Iya enggak apa-apa. Soalnya besok aku ada meeting internal pagi-pagi. Takut kecapean nanti. Tar kalau besok telat, panjang ceritanya.”, jawab Mentari.

“Oh gitu. Meeting apaan Tar?”, tanya Bimo.

“Weekly meeting Bim. Tiap selasa pagi. Jadi enggak boleh telat.”, jawab Mentari.

“Baik kalau begitu. Langsung meluncur ke rumah kamu ya kalau gitu.”, ujar Bimo.

“Tacu mas.”, jawab Mentari tertawa sambil mengarahkan tangannya ke depan untuk memberi tanda agar Bimo mempercepat laju motornya.

“Pegangan ya.”, jawab Bimo tertawa yang langsung dibalas Mentari dengan merangkul Bimo lebih erat.

 

Di tengah perjalanan, Bimo teringat perkataan Denny yang menyuruhnya untuk menyatakan cintanya kepada Mentari hari ini karena Mentari juga menyukai Bimo. Ingin sekali Bimo mengikuti perkataan Denny, namun Bimo mengurungkan niatnya karena Bimo ingin menyatakan cintanya di tempat yang romantis. Bukan di atas motor seperti saat ini.

 

“Oke. Udah nyampe dengan selamat di tempat tujuan.”, ujar Bimo tersenyum setelah tiba tepat di depan rumah Mentari.

“Thank you ya Bim.”, ujar Mentari sambil melepaskan helm dan turun dari motor Bimo.

“Sama-sama Tar.”, jawab Bimo sambil menurunkan masker yang dipakainya.

“Masuk dulu yuk.”, ujar Tari.

“Thank you Tar. Next time ya.”, jawab Bimo tersenyum menolak halus ajakan Mentari.

“Tuh kan sombong. Masih enggak mau masuk ke rumahku.”, jawab Mentari terlihat kecewa.

“Bukannya gitu. Kan kamu tadi bilang mau istirahat, biar enggak telat besok. Aku sih mau banget sebenernya masuk ke rumah kamu.”, jawab Bimo tersenyum.

“Alesan lagi kamu ya.”, jawab Mentari tersenyum.

“Beneran.”, jawab Bimo tersenyum.

“Ya udah, lain kali janji masuk ya. Ini udah kedua kali aku nagajak kamu ke dalem. Yang ketiga enggak boleh nolak aku loh.”, ujar Mentari tersenyum.

“Janji.”, jawab Bimo sambil menunjukkan jari kelingkingnya.

“Baiklah.”, jawab Mentari tersenyum sambil mengaitkan jari kelingking Bimo dengan jari kelingking Mentari untuk mengikat janji.

“Kalau gitu aku pulang dulu ya.”, ujar Bimo tersenyum.

“Hati-hati ya. Jangan lupa kabarin aku.”, jawab Mentari lembut sambil menatap dan menggenggam tangan Bimo.

“Pasti aku kabarin kamu.”, jawab Bimo tersenyum bahagia.

 

Kemudian Mentari melepaskan genggaman tangannya dari tangan Bimo.

 

“Aku jalan ya.”, ujar Bimo sambil menaikkan maskernya kembali untuk menutup mulutnya.

 

Mentari tersenyum melambaikan tangan dan Bimo berlalu meninggalkan Mentari. Dalam benaknya, Bimo sudah harus segera menyatakan cintanya kepada Mentari. Jalan sudah terbuka lebar untuknya.

 

“Soon.”, gumam Bimo sambil tersenyum mengendarai motornya.

 

Keesokan hari…

 

“Pas ya kita nyampenya?”, tanya Bimo tersenyum kepada Mentari sambil berjalan menuju lift kantor mereka.

“Iya Bim, masih sepuluh menit lagi. Masih aman.”, jawab Mentari sambil masuk ke dalam lift bersama Bimo.

“Nanti kamu lunch dimana?”, tanya Bimo.

“Belum tau Bim. Kemungkinan sama temen-temen finance lagi. Biasanya kalau habis weekly meeting, siangnya lunch bareng sama mereka.”, jawab Mentari.

“Oh gitu.”, jawab Bimo.

“Kamu nanti lunch dimana?”, tanya Mentari.

“Aku ngikut Dion aja deh.”, jawab Bimo tertawa kecil.

“Udah akrab banget nih kayaknya.”, jawab Mentari tersenyum.

“Lumayanlah. Bisa di ajak susah soalnya.”, jawab Bimo tersenyum.

“Iya sih. Easy going juga dia.”, jawab Mentari.

“Nanti sore habis dari kantor, dinner bareng yuk.”, ujar Bimo.

“Boleh Bim. Dimana?”, tanya Mentari.

“Di..”, jawab Bimo yang harus terpotong perkataannya karena pintu lift telah terbuka di lantai yang dituju, tempat Mentari bekerja.

“Nanti WA aja ya Bim. Aku duluan ya. Bye.”, ujar Mentari tersenyum manis memandang Bimo sambil bergegas keluar dari lift.

 

Bimo hanya dapat tersenyum sambil melambaikan tangan kepada Mentari yang menghilang dari pandangannya saat pintu lift tertutup untuk naik menuju lantai selanjutnya.

 

“Pagi Ben, Yon.”, ujar Bimo menyapa Benny dan Dion yang sudah berada di meja kerja masing-masing.

“Pagi. Bim hari ini lo ikut Dion ke ruangan marketing ya. Maintenance bulanan. Si Rudy enggak masuk, sakit. Jadi Dion yang gantiin. Lo bantuin dia ya biar cepet kelar. Lo siap-siap dulu cepetan. Jam sembilan teng langsung jalan.”, ujar Benny.

“Oke siap Ben. Sama kan kayak maintenance pas di tim finance dulu?”, tanya Bimo sambil menyalakan laptopnya.

“Sama dong. Cuma orangnya aja lebih banyak.”, jawab Benny tersenyum.

“Oke Ben. Siap kalau gitu.”, jawab Bimo.

“Seharusnya gue yang gantiin Rudy, tapi gue dipanggil meeting sama Mr. John. Jadi lo sama Dion yang gantiin gue.”, ujar Benny menjelaskan.

“Iya bener. Lo meeting aja, biar gue sama Dion aja yang selesain.”, jawab Bimo tersenyum.

“Ngorbanin gue lo ya.”, jawab Benny tertawa kecil.

“Biar gue tambah pinter di lapangan Ben.”, jawab Bimo tertawa kecil.

“Ya udah, gue ke tempat Mr. John dulu kalau gitu.”, ujar Benny lalu berjalan meninggalkan Bimo.

“Dion, lo sama Bimo ya.”, ujar Benny kepada Dion.

“Oke Ben.”, jawab Dion.

 

Benny segera bergegas menuju ke ruangan Mr. John.

 

“Bim, siap-siap ya. Jam Sembilan langsung jalan.”, sahut Dion kepada Bimo.

“Siap bos.”, jawab Bimo.

 

Bimo mempersiapkan flash disk yang berisi program untuk pengecekan dan beberapa alat yang dibawa dalam satu kotak kecil yang dimasukkan ke dalam kotak saku kemeja Bimo. Beberapa menit kemudian, jam dinding sudah menunjukkan pukul Sembilan tepat. Bimo berjalan menuju meja Dion.

 

“Yuk Yon.”, ujar Bimo.

“Yuk jalan.”, jawab Dion tersenyum lalu berjalan menuju ruang marketing bersama Bimo.

“Divisi marketing ini banyak rakyatnya, jadi bisa agak lama kita di sana. Mudah-mudahan semua laptopnya aman, jadi kita bisa cepat kelar.”, ujar Dion menjelaskan.

“Oke Yon. Yang penting sama kan caranya.”, jawab Bimo tertawa kecil.

“Sama. Nanti kalau ada apa-apa, coba lo improvisasi aja. Yang pengting laptop enggak bermasalah.”, jawab Dion.

“Siap Yon.”, jawab Bimo.

“Jangan tepe-tepe lagi lo. Banyak yang cakep soalnya disana.”, ujar Dion tertawa kecil.

“Gue kerja Yon. Bukan tepe-tepe.”, jawab Bimo tersenyum.

“Alah bijilah lo. Mentari aja kecantol sama lo.”, jawab Dion tertawa.

“Kalau itu beda Yon. Udah jodoh kayaknya.”, jawab Bimo tertawa kecil.

“Kalau tepe-tepe, gue laporin ke Tari tar.”, ujar Dion tersenyum.

“Jangan dong.”, jawab Bimo tertawa kecil.

 

“Kemarin jadi lo tembak enggak si Tari?”, tanya Dion tersenyum.

“Belumlah. Gue belum berani.”, jawab Bimo tersenyum.

“Ah payah lo. Udah dibantu sama si Benteng kemarin masih belum lo tembak juga. Bisa dicengin si Benteng lo kalau dia tau.”, jawab Dion tertawa kecil.

“Kurang romantislah kalau gue tembak di motor. Sabar dong. Pilih tempat dulu.”, jawab Bimo tersenyum.

“Lo kan kalau nganterin dia pasti lewat bundaran HI kan?”, tanya Dion.

“Iya. Gue langsung belok kiri lewatin GI.”, jawab Bimo.

“Nah lo berentin dulu lah di pinggir bundaran. Lo tembak di sana. Viewnya kan romantis tuh. Backgroundnya Monas lagi nyala. Sampingnya, air mancur plus lampu-lampu. Lo berlutut nembaknya, biar orang-orang pada lihatin lo. Jadi romantis dan terharu tuh si Mentari. Lo nembak dia di depan umum. Pasti klepek-klepek langsung.”, ujar Dion tertawa.

“Bukan klepek-klepek seneng mau nerima gue. Mau ngegampar gue iya. Bikin malu aja katanya.”, jawab Bimo tertawa.

“Biar masuk tipi lo.”, jawab Dion tertawa.

“Makasih deh. Saya pakai cara saya sendiri aja.”, jawab Bimo tersenyum.

“Terserah lo lah.”, ujar Dion tersenyum.

“Yuk masuk. Kita langsung split aja ya.”, ujar Dion saat tiba di depan ruangan divisi marketing.

 

Bimo dan Dion segera masuk ke dalam dan langsung mengerjakan tugas mereka masing-masing. Mereka mengerjakan dengan fokus agar dapat segera selesai. Sampai tiba saatnya waktu untuk makan siang, mereka masih belum selesai dan harus dilanjutkan kembali setelah jam istirahat makan siang berakhir.

 

“Makan dulu enggak Yon?”, tanya Bimo menghampiri Dion.

“Yuk. Gue rapiin dulu bentar. Lama nih kali ini maintenancenya, lemot-lemot laptopnya. Harus dibikinin back up data nih, buat jaga-jaga.”, ujar Dion.

“Bener kata lo.”, jawab Bimo.

“Nanti gue siapin spacenya dulu deh di server. Buat khusus Marketing.”, jawab Dion.

“Mau makan di mana?”, tanya Bimo.

“Basement aja biar cepet. Tar langsung ke sini aja ya kalau udah selesai kemek. Kalau enggak, nanti bisa sampe sore nih kita. Pada lemot-lemot laptopnya.”, jawab Dion tersenyum.

“Gue ngikut aja. Lebih cepet selesai lebih baik Yon.”, jawab Bimo.

“Ya udah, yuk ke bawah. Udah laper juga gue.”, jawab Dion.

 

Bimo dan Dion segera berjalan menuju ke kantin karyawan yang ada di basement. Tidak banyak percakapan saat mereka makan berdua, karena harus segera kembali ke ruangan marketing untuk melanjutkan pekerjaan mereka.

 

“Udah?”, tanya Dion kepada Bimo yang sedang minum setelah selesai mengabiskan makan siangnya.

“Udah. Yuk jalan.”, jawab Bimo.

“Kagak nikmat ya makan cepet-cepet gini?”, tanya Dion tersenyum sambil berjalan bersama Bimo untuk kembali ke ruangan tim marketing.

“Enggak ada pilihan, daripada sampe sore nanti. Lebih males lagi.”, jawab Bimo tertawa kecil.

“Bener. Mending cepet-cepet selesaiin trus balik ke ruangan kita deh, biar bisa nyantai.”, jawab Dion tersenyum.

 

Sesampainya mereka di ruangan marketing yang masih kosong karena masih jam istirahat siang, mereka langsung melanjutkan kembali tugas mereka.

 

“Yang lain masih pada ngaso, kita masih kerja.”, ujar Dion tertawa.

“Enggak boleh ngeluh. Syukurin aja. Namanya kerja.”, jawab Bimo tersenyum.

“Siap Pak Ustad.”, jawab Dion tersenyum.

“Baiklah kalau begitu, mari kita lanjut bekerja.”, ujar Bimo tersenyum.

 

Mereka kembali melanjutkan pekerjaan mereka enga serius dan baru selesai pukul tiga sore.

 

“Selama gue kerja di sini, ini maintenance terlama. Sial.”, ujar Dion tersenyum berjalan di sebelah Bimo yang sedang menuju kembali ke ruang tim IT.

“Berarti lain kali enggak boleh cuma berdua yang handle nih. Minimal tiga orang Yon.”, jawab Bimo.

“Bener. Seenggaknya biar enggak kayak sekarang. Lama bener. Tumben-tumbenan nih.”, jawab dion tersenyum.

“Udah, nikmatin aja.”, ujar Bimo tersenyum.

“Ah biji lo. Males juga kan lo ampe lama gini.”, jawab Dion tertawa.

“Iya juga sih.”, jawab Bimo tertawa.

“Sial lo. Sama aja.”, jawab Dion tertawa.

 

“Lama amat lo berdua? Kerja apa jalan-jalan lo?”, tanya Benny tersenyum saat melihat Dion dan Bimo kembali ke meja masing-masing.

“Pak Dion, tolong dibantu jelaskan.”, jawab Bimo tersenyum sambil duduk di sebelah Benny.

“Gile Ben. Pada lemot-lemot laptopnya. Ampe geregetan gue.”, jawab Dion menjelaskan.

“Ada virus kali?”, tanya Benny.

“Enggak ada. Udah gue cek sama si Bimo. Clear semua. Enggak tau kenapa. Mau gue bikin back up data aja, takut pada ilang nanti data-data mereka.”, jawab Dion.

“Bikinlah kalau gitu.”, jawab Benny tersenyum.

“Lain kali kayaknya harus bertiga minimal kalau ngurus marketing.”, ujar Dion.

“Enggak perlulah. Masa anak IT yang hebat-hebat gini, keroyokan cuma buat maintenance aja. Bikin malu kalian ini.”, jawab Benny tertawa.

“Biji lo! Lo enak enggak ngerjain. Gue sama Bimo nih capek.”, jawab Dion tersenyum.

“Gue meeting loh sama Mr. John. Lo mau gantiin gue?”, tanya Benny tersenyum.

“Mau gue. Enggak apa-apa.”, jawab Dion.

“Nanti di tanya-tanya lo enggak bisa jawab gimana?”, tanya Benny.

“Alah, lo juga kalau enggak bisa jawab paling diem. Yakin gue.”, jawab Dion tertawa.

“Iya sih.”, jawab Benny tertawa.

“Tuh kan. Kampret emang si Benny.”, jawab Dion tertawa kecil.

 

Bimo tersenyum geli melihat Benny dan Dion yang saling menjawab.

 

“Udah, lo aja yang maintenance lain kali. Lo yang paling jago.”, ujar Benny tersenyum merayu Dion.

“Iye enggak apa-apa. Asal bertiga.”, jawab Dion.

“Berdua ajalah, masa bertiga.”, jawab Benny.

“Ya udah, enggak apa-apa berdua. Asal lo juga ikut.”, jawab Dion tertawa kecil.

“Lihat sikon ya.”, jawab Benny tersenyum mencoba mengelak.

“Jago ngeles dia nih Bim.”, ujar Dion tersenyum.

“Iya loh Ben. Rasain penderitaan kita.”, ujar Bimo tersenyum.

“Penderitaan apaan? Kan lo berdua sekalian cuci mata di sana. Cakep-cakep kan anak marketing.”, jawab Benny tersenyum.

“Boro-boro. Kita fokus kerja biar cepet selesai. Mana bisa cuci mata lagi. Lagian juga pada meeting kebanyakan.”, sahut Dion.

“Berarti hari ini, bukan harinya kalian berdua.”, jawab Benny tertawa kecil.

“Iya kayaknya.”, jawab Dion tertawa.

“Ya udah ah. Gue mau nyantai dulu Ben.”, sahut Dion lagi.

Lihat selengkapnya