Keesokan hari setelah pulang kerja, Bimo mengajak Mentari ke rumahnya untuk memperkenalkan Bimo kepada Ibunya. Bimo tiba di rumah setelah adzan maghrib karena Mentari yang telat keluar karena ada meeting dengan tim Finance.
“Assalamualaikum Bu.”, sapa Bimo sambil mencium tangan Ibunya.
“Waalaikumsalam.”, jawab Ibu Bimo.
“Siapa ini Bim?”, tanya Ibu Bimo tersenyum memandang Mentari yang berdiri di sebelah Bimo.
“Ini Mentari Bu. Pacar Bimo.”, jawab Bimo tersenyum.
“Bener ini pacar kammu?”, tanya Ibunya tersenyum bahagia.
“Iya Bu. Masa pacar orang Bimo bawa kemari.”, jawab Bimo tersenyum.
“Hush enggak boleh ngomong gitu.”, jawab Ibunya menegur Bimo.
“Bercanda bu.”, jawab Bimo tersenyum.
“Assalamualaikum Bu. Saya Mentari.”, ujar Mentari tersenyum memeperkenalkan diri sambil mencium tangan Ibu Bimo.
“Waalaikumsalam. Manis sekali kamu nak.”, jawab Ibu Bimo tersenyum.
“Emang gula bu?”, sahut Bimo tertawa kecil.
“Nyamber aja kamu.”, jawab Ibunya tersenyum kepada Bimo.
“Enggak di ajak duduk nih Bu?”, tanya Bimo menggoda Ibunya.
“Ya kamu ajak duduk dong. Kamu kan tuan rumahnya juga.”, jawab Ibu Bimo tersenyum mencubit tangan Bimo.
“Salah lagi aja nih.”, jawab Bimo tersenyum.
Mentari tersenyum melihat Bimo bercanda dengan Ibunya. Mereka terlihat akrab di depan Mentari.
“Duduk Yang.”, ujar Bimo kepada Mentari.
“Silahkan duduk. Anggap aja rumah sendiri.”, ujar Ibu Bimo tersenyum ramah.
“Emang bakal jadi rumah Mentari juga Bu, kan calon istri Bimo.”, sahut Bimo tertawa kecil sambil duduk di sebelah Mentari.
“Apaan sih kamu. Malu tau.”, jawab Mentari tersipu malu mencubit Bimo.
“Ibu aminin saja perkataan Bimo. Asalkan kalian cocok, dan sudah yakin nanti mau hidup bersama, Ibu pasti doain yang terbaik.”, jawab Ibu Bimo tersenyum.
“Doa nih Yang. Harus di aminin. Amin bu.”, ujar Bimo tersenyum.
“Kalian udah makan belum?”, tanya Ibu Bimo duduk berhadapan dengan Bimo dan Mentari.
“Belum Bu. Laper nih.”, jawab Bimo tersenyum.
“Ya udah kalau gitu, kita makan dulu ya. Ibu masak sayur lodeh, ikan kembung goreng sama sambal pete keseukaan Bimo.”, jawab Ibu Bimo.
“Wah mantep nih ada pete. Bimo bisa khilaf nih makannya.”, jawab bimo tersenyum sumringah.
“Maaf ya Mentari, Ibu enggak masak yang lain. Ibu enggak tau kalau kamu mau dateng. Bimo enggak bilang sama Ibu soalnya. Kalau tau, Ibu pasti masakin yang lain.”, ujar Ibu Bimo.
“Enggak apa-apa kok Bu. Enggak usah repot-repot. Justru saya yang enggak enak sama Ibu. Jadi ngerepotin Ibu.”, jawab Mentari tersenyum.
“Ibu enggak repot kok. Ibu malah seneng ada kamu di sini. Jadi rame.”, jawab Ibu Bimo tersenyum.
Bimo mengambilkan nasi dan lauk untuk Mentari dan Ibu nya.
“Nasinya cukup enggak Yang?”, tanya Bimo.
“Cukup. Jangan banyak-banyak.”, jawab Mentari tersenyum.
“Kalau lodeh dan sambel pete Ibu, harus kamu makan banyakan. Pasti nagih. The best pokoknya.”, jawab Bimo tertawa kecil.
“Iya dicobain ya. Ini kesukaan Bimo. Mudah-mudahan nak Mentari juga suka.”, ujar Ibu Bimo tersenyum.
“Nih ayo dicobain dulu sambel petenya.”, ujar Bimo tersenyum sambil mengambilkan sambal pete buatan Ibunya.
“Thank you Yang.”, jawab Mentari lalu menyantap sambal pete masakan Ibu Bimo.
“Gimana?”, tanya Bimo tersenyum.
“Enak Bim. Mantep pedesnya.”, jawab Mentari tersenyum sambil menutup mulutnya.
“Mantep kan? Cocok ya berarti.”, tanya Bimo tersenyum.
“Iya.”, jawab Mentari.
“Berarti emang jodoh nih Bu. Sama-sama suka sambel pete buatan Ibu.”, ujar Bimo berseloroh yang membuat Mentari tersenyum tersipu malu.
“Ibu aminin aja.”, jawab Ibunya tersenyum.
“Ya udah, ayo kita makan dulu. Nanti baru kita lanjutin ngobrolnya.”, ujar Ibunya lagi.
“Iya Bu.”, jawab Bimo.
Mentari menyukai masakan Ibu Bimo yang sangat enak baginya. Sesekali Mentari tertawa kecil melihat Bimo yang makan dengan lahap.
“Mantep Bu.”, ujar Bimo sambil bersandar pada kursinya karena kekenyangan sehabis makan.
“Jangan tidur ya kamu.”, jawab Ibunya tersenyum.
“Ya enggaklah Bu. Masa langsung tidur. Kan ada tamu. Harus nemenin.”, jawab Bimo tersenyum.
“Bimo ini kalau makannya kekenyangan, biasanya langsung tiduran terus ketiduran. Kebiasaan jelek. Nanti bisa sakit.”, ujar Ibu Bimo kepada Mentari.
“Maksudnya kan biar gendutan dikit bu. Tapi enggak gendut-gendut.”, jawab Bimo tertawa.
“Cacingan kali kamu.”, jawab Ibunya tertawa.
“Iya bener Bu. Mungkin Bimo harus minum obat cacing.”, sahut Mentari tertawa.
“Wah dua lawan satu nih. Enggak fair nih.”, jawab Bimo tertawa kecil.
“Ya udah, kalian ke depan aja dulu. Ibu mau beres-beres sekalian cuci piring.”, ujar Ibu Bimo.
“Aku bantuin ya Bu.”, jawab Mentari langsung berdiri mengangkat piring kotor yang ada di depannya.
“Eh jangan. Enggak usah. Udah, taruh saja. Biar Ibu aja yang rapiin.”, jawab Ibu Bimo bergegas menghampiri Mentari.
“Enggak apa-apa Bu. Aku bantuin.”, jawab Mentari tersenyum.
“Jangan. Udah, enggak apa-apa. Taruh aja.”, jawab Ibu Bimo tersenyum.
“Udah Yang, taruh aja. Enggak apa-apa. Biar Ibu aja yang rapiin nanti.”, ujar Bimo.
“Iya enggak apa-apa. Udah, kamu sama Bimo ke depan aja. Santai di depan aja.”, ujar Ibu Bimo tersenyum sambil merangul Mentari untuk segera meninggalkan meja makan.
“Yuk, aku tunjukin kamar aku. Aku jadi tour guide kamu sekarang.”, ujar Bimo tersenyum sambil menggandeng Mentari.
“Permisi ya Bu.”, ujar Mentari tersenyum yang dibalas dengan senyuman lembut Ibu Bimo.
“Aku enggak enak tau, masa Ibu kamu beberes sendirian.”, ujar Mentari sambil berjalan bersama Bimo menuju kamar Bimo.
“Enggak apa-apa. Ibu emang enggak suka dibantuin. Selama dia masih kuat dan bisa ngelakuin semuanya sendiri, dia enggak mau dibantuin. Enggak mau ngerepotin orang katanya. Biar Ibu ada kesibukkan juga Yang. Soalnya semenjak Bapakku meninggal, Ibu kesepian. Jadi semua hal yang bisa bikin Ibu sibuk, aku biarinin aja agar Ibu juga enggak banyak pikiran.”, jawab Bimo menjelaskan.
“Aku turut berduka ya Bim.”, jawab Mentari.
“Enggak apa-apa Yang. Kami udah ikhlasin. Life must go on juga kan.”, jawab Bimo tersenyum.
“Iya Yang. Aku akan selalu nemenin kamu.”, jawab Mentari.
“Ini kamarku. Enggak besar, agak berantakan, tapi nyaman bagi aku.”, ujar Bimo memperlihatkan isi kamarnya.
“Pasti kalau habis bangun tidur, enggak langsung kamu rapiin ya?”, tanya Mentari tersenyum.
“Iya. Kan buru-buru mau ngantor.”, jawab Bimo tertawa kecil.
“Alesan kamu. Ibumu dong yang rapiin kamar kamu setiap hari?”, tanya Mentari.
“Iya. Ibu yang rapiin.”, jawah Bimo tersenyum.
“Dosa loh suruh orang tua yang beres-beres.”, jawab Mentari tersenyum.
“Enggak dosa dong. Namanya juga orang tua bantuin anaknya.”, jawab Bimo tersenyum membela diri.
“Alesan aja kamu.”, jawab Mentari tersenyum.
“Kalau gitu kamu aja yang rapiin tiap hari.”, ujar Bimo tersenyum.
“Ih enak aja. Kalau tiap hari mah, berarti aku harus tinggal di sini dong.”, jawab Mentari.
“Iya enggak apa-apa tinggal di sini aja. Terbuka untuk kamu.”, jawab Bimo.
“Enggak ah. Musrik nanti.”, jawab Mentari tertawa kecil.
“Bisa aja kamu.”, jawab Bimo tersenyum dan mencium kening Mentari.
“Ini Papa kamu Yang?”, tanya Mentari sambil memandang foto Ayah Bimo yang ada di meja.
“Iya Yang.”, jawab Bimo.
“Kamu akrab ya sama Bapak kamu?”, tanya Mentari.
“Sangat akrab. Bapak adalah panutan aku. Sedih rasanya lihat Bapak yang lebih dulu pergi ninggalin aku. Terlebih lagi sekarang aku enggak bisa ngenalin kamu ke Bapakku.”, jawab Bimo tersenyum dengan mata berkaca-kaca sambil menahan agar air matanya tidak jatuh di pipinya.
“Sorry yang kalau aku jadi bikin kamu inget sama Bapak kamu.”, ujar Mentari menggenggam kedua tangan Bimo.
“Enggak apa-apa Yang. Agar kamu juga tau soal Bapakku.”, jawab Bimo tersenyum.
Mentari menatap Bimo dengan senyum lembut.
“Kadang aku berpikir ingin menyusul Bapak di sana.”, ujar Bimo.
“Please kamu jangan ngomong kayak gitu lagi. Jangan bahas Bapak kamu lagi ya. Dia udah tenang di surga sana.”, jawab Mentari sambil menempelkan jari telunjuknya di mulut Bimo untuk menghentikan ucapan Bimo.
“Aku akan selalu ada untuk kamu. Kalau kamu ada apa-apa, cerita sama aku ya.”, sambung Mentari.
“Thank you sayang.”, jawab Bimo lembut lalu memeluk erat Mentari.
“Kita turun ke bawah aja ya. Ngobrol bareng sama Ibumu.”, ujar Mentari tersenyum memandang Bimo.
“Oke.”, jawab Bimo tersenyum dan mencium lembut bibir Mentari.
Kemudian mereka turun menghampiri Ibu Bimo yang sedang duduk bersantai sambil menonton televisi.
“Lagi nonton apa Bu?”, tanya Bimo tersenyum sambil duduk di sebelah Ibunya ditemani Mentari yang duduk di sebelah Bimo.
“Enggak ada yang bagus Bim. Pencet-pencet ganti channel aja dari tadi.”, jawab Ibunya tersenyum.
“Kamu geser ke sebelah kiri Ibu. Ibu mau ngobrol sama Mentari aja.”, uja Ibunya.
“Siap Bu.”, jawab Bimo tersenyum dan langsung bergegas berpindah posisi.
“Kamu kenal Bimo dimana?”, tanya Ibu Bimo tersenyum ramah kepada Mentari.
“Di kantor Bu. Kita satu kantor tapi beda divisi.”, jawab Mentari tersenyum.
“Oh begitu. Pasti Bimo yang gangguin dan minta kenalan sama kamu ya.”, jawab Ibunya tersenyum.
“Iya Bu, bener.”, jawab Mentari tertawa.
“Enak aja. Fitnah. Justru Bimo yang digodain duluan Bu.”, sahut Bimo tertawa.
“Enak aja ya kamu. Aku enggak pernah godain kamu ya.”, sahut Mentari tersenyum.
“Bimo emang gitu. Suka jahil dia.”, ujar Ibu Bimo tersenyum.
“Pantesan beberapa hari ini si Bimo bangunnya pagian berangkat ke kantor. Ternyata udah ada pacar.”, ujar Ibu Bimo tersenyum.
“Kalau kemarin-kemarin masih belum pacaran sih Bu. Tapi sedang berusaha.”, sahut Bimo tersenyum.
“Tuh yang namanya pengorbanan.”, sambung Bimo tertawa kecil memandang Mentari.
“Ya wajar toh Bim. Namanya juga kamu deketin wanita ya harus berkorban, kalau enggak mau berkorban ya jangan di deketin.”, jawab Ibunya tersenyum.
“Bener Bu. Mentari setuju.”, jawab Mentari tersenyum.
“Wah, udah jadi sekutu nih berdua.”, sahut Bimo tersenyum.
“Kamu kalau naik motor sama Mentari, hati-hati ya Bim. Inget loh, kamu bawa anak orang. Tanggung jawab kamu jadi lebih besar. Jangan ugal-ugalan di jalan. Sabar aja bawa motornya.”, ujar Ibu Bimo mengingatkan.
“Iya Bu. Pasti Bimo hati-hati di jalan. Apalagi bawa pacar sendiri.”, jawab Bimo tersenyum.
“Kalau Bimo udah mulai ngebut, kamu ingetin ya.”, ujar Ibu Bimo kepada Mentari.
Bimo mengambil ponselnya yang dari tadi bergetar di atas meja. Bimo membuka pesan di grup whats appnya. Para Sahabatnya mengirim pesan memanggil Bimo untuk bergabung dengan mereka yang sedang melakukan panggilan video. Bimo mengabaikan pesan dari para sahabatnya dan menaruh kembali ponselnya di atas meja.
“Sebentar, Ibu mau kenalin kamu sama kakaknya Bimo ya.”, ujar Ibu Bimo kepada Mentari.
“Kenalin gimana Bu?”, tanya Bimo.
“Ya video call sama kakak kamu.”, jawab Ibunya yang langsung melakukan panggilan video menggunakan ponsel Ibunya.
Bimo tersenyum menatap Mentari.
“Aku malu.”, ujar Mentari pelan disambut senyuman Bimo.
“Enggak apa-apa. Kenalan sama kakak aku.”, jawab Bimo pelan.
“Siti, kamu lagi sibuk enggak?”, tanya Ibu Bimo sesaat setelah tersambung dengan Kak Siti.
“Enggak Bu. Habis tidurin anak-anak di kamar. Ini lagi santai nonton tv. Kenapa Bu?”, tanya Kak Siti.
“Ibu mau kenalin kamu sama seseorang.”, jawab Ibu Bimo tersenyum sumringah.
“Siapa Bu?”, tanya Kak Siti penasaran.
“Ini.”, jawab Ibunya tersenyum sambil mengarahkan ponsel ke wajah Mentari agar dapat terlihat oleh Kak Siti.
“Malam Kak.”, ujar Mentari tersenyum menyapa Kak Siti.
“Eh iya malam.”, jawab Kak Siti tersenyum canggung.
“Ini Mentari namanya.”, ujar Ibu Bimo memperkenalkan Mentari.
“Siapa ini Bu?”, tanya Kak Siti tersenyum melihat Ibunya dan Mentari yang duduk bersebelahan.
“Bokin gue Kak.”, sahut Bimo setengah berteriak yang membuat Mentari tersipu malu di depan Kak Siti.
“Ini beneran pacarnya Bimo Bu?”, tanya Kak Siti penasaran.
“Iya bener. Ibu juga baru dikenalin hari ini.”, jawab Ibu Bimo tersenyum.
“Halo Mentari, saya Siti. Salam kenal ya.”, ujar Kak Siti tersenyum melambaikan tangan.
“Salam kenal juga Kak.”, jawab Mentari tersenyum.
“Kok kamu mau sih sama adek saya? Kurus gitu, jelek lagi. Salah pilih pacar kamu.”, jawab Kak Siti tersenyum geli.
“Jangan buka aib sampe sevulgar itu dong Kak.”, jawab Bimo sambil menyempil di belakang Ibunya dan Mentari sehingga Kak Siti dapat melihat mereka bertiga secara bersamaan.
“Biarin. Kenyataan itu tidak boleh ditutupi.”, jawab Kak Siti tertawa.
“Tengsin dong.”, jawab Bimo.
“Kayak punya aja lo.”, jawab Kak Siti tertawa.
“Bimo sama kakaknya memang akrab. Jadi maklumin ya kalau mereka suka begini.”, ujar Ibu Bimo tersenyum kepada Mentari.
“Iya Bu. Seru bisa akrab seperti ini.”, jawab Mentari tersenyum.
“Mentari, kamu belum jawab pertanyaa saya loh.”, tanya Kak Siti tersenyum.
“Iya Kak.”, jawab Mentari tersenyum malu dan bingung harus menjawab apa.
“Cuekin aja Yang, pertanyaan enggak berbobot enggak usah dijawab.”, ujar Bimo tersenyum.
“Ce ileh. Yang Yang segala. Sayang apa peyang?”, tanya Kak Siti tertawa.
“Udah, kamu isengin adik kamu terus.”, ujar Ibu Bimo tersenyum.
“Biarin Bu. Siti penasaran aja kok mau sama si Bimo.”, jawab Kak Siti tertawa kecil.
“Kamu pasti kenal Bimo belom lama ya?”, sambung Kak Siti bertanya kepada Mentari.
“Iya sih Kak. Baru seminggu sih kenalnya.”, jawab Mentari terbata-bata.
“Wah kamu bakal nyesel pacaran sama dia. Banyak sifat jeleknya.”, jawab Kak Siti terlihat bersemangat.