“Saya pinjem Bimo dulu sebentar ya Tar.”, ujar Kak Siti tersenyum sambil menarik tangan Bimo.
“Iya Kak.”, jawab Mentari tersenyum.
“Duduk dulu sebentar di sebelah Ibu.”, ujar Kak Siti kepada Bimo.
“Iya Kak.”, jawab Bimo tersenyum.
“Terima kasih untuk Om dan Tante, yang udah bersedia menerima lamaran dari keluarga kami. Kami selaku keluarga dari Bimo sangat senang sekali hari ini. Saya mewakili keluarga kami, juga udah menyiapkan tanggal pernikahan untuk Bimo dan Mentari. Tanggal yang kami tetapkan adalah di tanggal dua puluh tiga agustus tahun depan, hari Minggu. Dari Om dan Tante selaku keluarga dari Mentari, apakah keberatan dengan tanggal yang kami ajukan?”, ujar Kak Siti tersenyum.
“Untuk tanggal, kami serahkan ke keluarga Bimo saja. Kami ngikut saja.”, jawab Ayah Mentari tersenyum.
“Terima kasih Om dan Tanten untuk jawabannya. Ini bener-bener hari yang bahagia buat keluarga kami.”, ujar Kak Siti sumringah.
“Sama-sama. Ini juga hari bahagia bagi kami, karena sebentar lagi kita juga akan resmi menjadi keluarga.”, jawab Ayah Mentari tersenyum.
“Ibu mau nambahin?”, tanya Kak Siti kepada Ibunya.
“Saya berterima kasih untuk keluarga Pak Irawan yang mau menerima keluarga kami apa adanya. Saya berterima kasih untuk kesediaan Bapak yang mau menerima Bimo sebagai calon menantu dan keluarga baru bagi Bapak. Semoga kita semua langgeng untuk selamanya. Baik hubungan Bimo maupun hubungan kita sebagai besan.”, ujar Ibu Bimo tersenyum sambil berdiri.
“Amin.”, jawab mereka semua yang hadir di sana dengan serentak.
“Mentari ke sini sebentar ya.”, ujar Ibu Bimo tersenyum memanggil Mentari yang langsung menghampiri Ibu Bimo.
“Bimo kamu juga ke sini.”, ujar Ibu Bimo memanggil Bimo yang juga langsung berdiri menghampiri Ibunya.
“Ibu tidak punya apa-apa untuk kamu. Ibu hanya punya ini untuk kamu.”, ujar Ibu Bimo kepada Mentari sambil menunjukkan sepasang cincin yang sudah dipersiapkan sedari tadi.
“Itu kan cincin Ibu.”, sahut Bimo sedikit terkejut.
“Iya benar. Oleh Karena, itu Ibu mau pakaikan cincin ini kepada Mentari.”, jawab Ibu Bimo sambil memakaikan cincin milik Ibu Bimo ke jari manis kiri Mentari.
“Tapi Bu, itu cincin kawin Ibu dan Bapak.”, ujar Bimo yang merasa sedih dan bingung.
“Benar Bim. Ibu dan Bapak saling menicintai. Ibu harap kamu dan Mentari juga saling mencintai untuk selamanya.”, jawab Ibu Bimo sambil memakaikan cincin milik Ayah Bimo ke jari manis kiri Bimo.
“Kamu jangan sedih. Ibu mau kalian yang memakai cincin pernikahan Ibu dan Bapak ini.”, sambung Ibu Bimo tersenyum mengelus lembut pipi Bimo.
“Terima kasih Bu.”, jawab Bimo sambil menitikkan air mata.
Bimo bingung harus merasa sedih atau senang saat ini. Namun dia bersyukur dapat memakai cincin pernikahan kedua orang tuanya bersama denga wanita yang dicintainya.
“Semoga Allah menyertai kalian untuk selamanya.”, ujar Ibu Bimo sambil meletakkan telapak tangan kanan Mentari ke atas tangan kanan Bimo.
“Semoga kalian bahagia untuk selamanya.”, ujar Ibu Bimo meletakkan tangannya di atas tangan Bimo dan Mentari. Merestui hubungan mereka.
“Terim kasih Tante.”, ujar Mentari sambil menitikkan air mata karena terharu memakai cincin pernikahan kedua orang tua Bimo.
“Terima kasih Bu.”, jawab Bimo sambil mencium kening dan memeluk Ibunya.
Sejenak, suasana menjadi haru. Kak Siti menitikkan air mata kebahagiaan melihat Ibu dan Bimo, adik kecilnya yang akan segera menikah.
“Dari Pakde dan Bukde mau menambahkan?”, ujar Kak Siti tersenyum mencairkan suasana kembali.
“Semoga Bimo dan Mentari langgeng dan sayang keluarga.”, jawab Pakde Bimo tersenyum.
“Amin.”, jawab Kak Siti.
“Kalau begitu, acara lamaran ini udah selesai. Tinggal mempersiapkan pernikahan di tahun depan nanti. Terima kasih banyak untuk keluarga Mentari, Pakde, Bukde dan para sahabat Bimo yang udah menjadi saksi hidup untuk acara lamaran ini.”, ujar Kak Siti tersenyum.
“Terima kasih Siti dan keluarga Bimo sudah hadir untuk acara lamaran ini.”, jawab Ayah Mentari tersenyum.
Ayah dan Ibu Mentari menghampiri keluarga Bimo diikuti oleh Mentari dan adiknya. Mereka menyalami keluarga Bimo dan para sahabat Bimo satu per satu mengucapkan terima kasih.
“Terima kasih yah Mbak. Sebentar lagi kita resmi menjadi besan.”, ujar Ibu Mentari tersenyum memeluk Ibu Bimo.
“Sama-sama Mbak. Saya juga sebentar lagi kita akan menjadi besan.”, jawab Ibu Bimo tersenyum.
“Congrats ya Bim, Tari.”, ujar Andrew tersenyum memeluk Bimo.
“Thank you Bro.”, jawab Bimo tersenyum.
“Sebentar lagi bakal jadi calon manten nih.”, ujar Donny tersenyum sambil merangkul Bimo.
“Amin. Doain lancar ya.”, jawab Bimo tertawa kecil.
“Pasti dong.”, jawab Donny tersenyum.
“Jagain ya Tar. Suka kentut sembarangan nih.”, ujar Edwin tertawa kecil.
“Iya bener Bing.”, jawab Mentari tertawa.
“Congrats ya brother.”, ujar Edwin Memeluk Bimo.
“Thank you Bing.”, jawab Bimo tersenyum.
“Guru, tolong turunkan ilmunya kepada saya. Saya juga mau segera seperti ini.”, ujar Joko mengepalkan dan menempelkan kedua tangannya di depan dada Joko.
“Nanti gue transfer ilmunya.”, jawab Bimo tertawa kecil.
“Selamat ya Bim. Selamat ya Tari. Smoga lancar sampaih hari H pernikahan nanti ya.”, ujar Joko tersenyum menyalami Bimo dan Mentari.
“Thank you ya Wa. Segera nyusul ya.”, jawab Bimo tersenyum.
“Aku Aminin Bim.”, jawab Joko tersenyum.
“Udah ngebet ya?”tanya Mentari tersenyum.
“Banget Tar.”, jawab Joko tertawa.
“Tari.”, ujar Ayah Mentari memanggil Mentari.
“Ya Pa.”, jawab Mentari.
“Ajak Bimo dan temen-temennya untuk makan dulu.”, ujar Ayah Mentari.
“Iya Pa.”, jawab Mentari.
“Maaf Om, sebelum makan. Kita foto bareng dulu ya semua.”, ujar Andrew tersenyum.
“Oh iya boleh.”, jawab Ayah Mentari tersenyum.
“Mohon perhatian Om dan Tante sekalian.”, ujar Andrew memanggil semua yang hadir.
“Sebelum makan, kita foto bareng dulu ya.”, sambung Andrew.
“Iya dong. Harus diabadikan nih. Aturin Drew.”, jawab Kak Siti tersenyum.
“Siap Kak.”, jawab Andrew tersenyum.
“Yang pertama keluarga inti dulu bersama Bimo dan Mentari. Dari keluarga Bimo dulu ya.”, ujar Andrew.
“Dimana Cek?”, tanya Bimo.
“Di depan tivi aja. Sofanya nanti di geser. Mejanya di mundurin ke kalian. Jadi nanti kalian berdiri di depan meja ya supaya seserahannya kelihatan.”, jawab Andrew mengarahkan.
“Siapa yang geserin Cek?”, tanya Edwin tersenyum.
“Ya lo bertigalah.”, jawab Andrew tersenyum ke arah Edwin, Donny, dan Joko yang berdiri bersebelahan.
“Ini alasan kenapa kita di suruh ikut ke sini Bing.”, ujar Donny tersenyum.
“Iya nih. Dijebak kita.”, jawab Edwin tersenyum.
“Iya Bing. Akhirnya tau juga kalian.”, ujar Bimo tertawa.
Edwin, Donny, dan Joko segera membantu menggeser sofa dan meja sesuai yang di arahkan oleh Andrew.
“Bimo sama Mentari di tengah, Tante sama Kak Siti dan Merry di sebelah Mentari ya. Mas Bayu sama Tiara di sebelah Bimo ya.”, ujar Andrew mengarahkan.
“Siap laksanakan.”, jawab Kak Siti tersenyum.
“Oke kalau gitu. Siap ya.”, ujar Andrew memberikan aba-aba.
“Calon fotografer penganten nih anak.”, ujar Donny tersenyum melihat Andrew.
“Boleh juga sih gayanya.”, jawab Edwin tertawa kecil.
“Satu, dua, tiga.”, ujar Andrew lalu mengambil foto keluarga Bimo.
“Oke, sekarang keluarga Mentari. Silahkan Om.”, ujar Andrew memanggil orang tua Mentari.
“Om di sebelah Mentari ya. Tante dan Tommy di sebelah Bimo.”, ujar Andrew mengarahkan.
“Oke Cek. Udah ready.”, ujar Bimo.
“Oke, siap ya. Kasih senyum ya. Satu, dua, tiga.”, ujar Andrew mengambil foto mereka.
“Sekarang foto dua keluarga ya. Berdirinya sesuai dengan keluarga masing-masing ya. Kak Siti dan keluarga dan Tante di sebelah Bimo ya.”, ujar Andrew mengarahkan pose selanjutnya kepada keluarga Bimo.
“Om sekeluarga di sebelah Mentari ya.”, ujar Andrew kepada Ayah Mentari.
“Oke pas nih.”, ujar Andrew setelah melihat kedua keluarga sudah berdiri di posisi yang sudah di arahkan oleh Andrew.
“Satu, dua, tiga.”, ujar Andrew mengambil foto mereka.
“Sekarang tukar posisi ya. Keluarga Mentari di sebelah bimo, keluarga Bimo di sebelah Mentari.”, ujar Andrew mengarahkan pose selanjutnya dan diikuti oleh mereka.
“Sekarang semua yang hadir ya. Foto bareng sama calon pengantin. Pose dan posisinya bebas. Diutamakan yang orang tua yang ada di tengah-tengah sama calon manten.”, ujar Andrew tersenyum.
“Pakde dan Bukde sini, sebelah Ibu ya.”, ujar Kak Siti memanggil Pakde dan Bukdenya.
“Oke di sini ya. Bukdemu di sebelah Siska aja.”ujar Pakde Bimo menghampiri.
“Iya Pakde.”, jawab Kak Siti yang berdiri di sebelah Pakde Bimo.
“Nah lo pada mencar ambil posisi gih.”, ujar Andrew kepada ketiga sahabatnya yang sedang berdiri.
“Dimana Cek?”, tanya Edwin.
“Bebas dimana aja.”, jawab Andrew.
“Ya udah, kita di sebelah keluarga Mentari aja biar imbang posisinya.”, ujar Edwin kepada Donny dan Joko.
“Ya udah yuk.”, jawab Donny sambil berjalan bersama kedua sahabatnya berdiri di sebelah adik Mentari.
“Lo ikut juga Cek sini.”, ujar Bimo tersenyum.
“Iya nih, masa seksi foto enggak ikut.”, ujar Kak Siti tersenyum menambahkan.
“Oke Sebentar. Pasang timer dulu.”, ujar Andrew mengatur waktu di kameranya yang sudah terpasang pada tripod kamera.
“Lima detik ya.”, ujar Andrew tersenyum lalu segera berlari kecil menghampiri berdiri di sebelah Joko.
“Udah nih?”, tanya Edwin setelah melihat lampu kamera berkedip menyala.
“Iya, udah.”, jawab Andrew sambil berjalan menuju ke arah kamera.
“Lagi Cek.”, ujar Bimo tersenyum.
“Oke. Sekali lagi sambil bilang cheese ya.”, ujar Andrew tersenyum.
“Siap Cek.”, jawab Bimo tersenyum.
“Oke Siap ya. Say cheese.”, ujar Andrew sambil segera berlari kembali ke sebelah Joko.
“Cheese.”, ujar mereka serentak untuk beberapa detik sambil menunggu lampu kamera berkedip tanda sudah terfoto.
“Kering nih bibir.”, ujar Edwin tertawa setelah lampu kamera menyala.
“Iya nih.”, jawab Donny tertawa.
“Sudah selesai fotonya?”, tanya Ayah Mentari kepada Andrew.
“Udah Om.”, jawab Andrew tersenyum.
“Kalau begitu mari kita makan dulu. Sudah siang. Silahkan Mbak Siska, Mas. Mari makan. Sudah siang.”, ujar Ayah Mentari kepada Ibu dan Pakde Bimo.
“Baik Mas. Terima kasih.”, ujar Ibu Bimo berjalan bersama orang tua Mentari menuju ruang makan yang sudah di tata dengan rapi.
Semua peralatan makan sudah lengkap berada di atas meja makan prasmanan lengkap dengan lauk pauk yang sudah tersedia.
“Semoga makanan yang disajikan cocok dengan keluarga Mbak Siska.”, ujar Ayah Mentari tersenyum.
“Pasti cocok Mas. Kami yang harus berterima kasih karena udah dijamu seperti ini.”, jawab Ibu Bimo tersenyum.
“Silahkan ya Mbak. Jangan sungkan.”, ujar Ayah Mentari tersenyum mempersilahkan Ibu Bimo untuk mengambil makanan pertama kali.
“Silhkan Mas dan Mbak.”, sambung Ayah Mentari kepada Pakde dan Bukde Bimo.
“Terima kasih. Ayo kita sama-sama.”, jawab Pakde Bimo sambil memberikan piring kepada Ayah Mentari.
“Baik Mas. Terima kasih.”, jawab Ayah Mentari tersenyum.
“Ayo Siti makan dulu. Semoga suka ya.”, ujar Ibu Mentari tersenyum kepada Kak Siti.
“Iya Tante. Terima kasih. Pasti suka Tante. Soalnya aku suka banget sama rendang.”, jawab Kak Siti tertawa kecil setelah melihat daging rendang yang disajikan.
“Kalau gitu ambil banyakan ya. Sama anak-anak kamu juga.”, jawab Ibu Mentari tersenyum.
“Tar gendut Tante.”, jawab Kak Siti tertawa kecil.
“Enggak apa-apa, yang penting udah ada yang punya. Ya kan Bayu?”, jawab Ibu Mentari tersenyum kepada Kak Siti dan Mas Bayu yang berdiri di sebelah Kak Siti.
“Bener Tante.”, jawab Mas Bayu tersenyum.
“Berarti aku boleh gendut dong?”, tanya Kak Siti menggoda Mas Bayu yang sedang menggendong Merry.
“Ya jangan dong. Tapi hari ini boleh makan banyakan.”, jawab Mas Bayu tertawa.
“Tuh Tante, enggak diijinin gendut sama laki.”ujar Kak Siti tersenyum kepada Ibu Mentari.
“Tar susah cari bajunya tau.”, ujar Mas Bayu menggoda Kak Siti.
“Ya sudah, ayuk mari makan. Sudah siang.”, ujar Ibu Mentari tersenyum.
“Baik Tante, makasih.”, jawab Kak Siti tersenyum.
“Tari, ayo ajak Bimo dan temen-temen makan dulu.”, ujar Ibu Mentari kepada Mentari.
“Iya Bu sebentar.”, jawab Mentari.
“Makan dulu yuk. Udah siang loh.”, ujar Mentari kepada Bimo.
“Yuk. Makan dulu yuk bareng.”, ujar Bimo kepada para sahabatnya.
“Nanti aja Bim. Masih rame.”, jawab Donny tersenyum.
“Iya Bim, bentarlah. Tengsin tau.”, ujar Edwin tersenyum menimpali.
“Kan kamu emang mau makan gratis Bing.”, sahut Joko tersenyum.
“Lo yang mau gratisan. Gue mah bisa makan di rumah. Klo lo kan anak ilang. Kagak diakui sama ortu lo. Makanya disuruh kuliah di Jakarta biar mereka enggak lihat lo.”, jawab Edwin.
“Pedes nih si Kambing.”, ujar Donny tertawa.
“Emang kampret si Kambing. Aku ini anak kesayangan loh. Aku tuh udah disuruh balik ke Jogja, cuma aku enggak mau sebelum aku berhasil di Jakarta.”, jawab Joko.
“Berhasil apa?”, tanya Edwin.
“Berhasil nikahin Irene.”, jawab Joko tertawa.
“Sial balik lagi ke Irene. Bosen gue.”, sahut Edwin tersenyum.
“Sambil nunggu, gue foto lo berdua dulu sama Mentari deh Bim.”, ujar Andrew.
“Nah boleh nih. Banyakan juga boleh Cek.”, jawab Bimo tertawa kecil.
“Bayar.”, sahut Andrew tersenyum.
“Gue cuma mau foto lo berdua, tunjukin cincin yang udah dipake berdua ya.”, ujar Andrew.
“Nurut aja deh.”, jawab Bimo tersenyum.
“Jari yang pake cincin dua-duanya ditunjukkin ke depan ya. Gue mau fokus ke itu, nanti muka kalian gue blur.”, ujar Andrew.
“Enggak enak banget di blur Cek.”, jawab Bimo tertawa kecil.
“Udah kebanyakan foto lo berdua dari tadi.”, jawab Andrew tersenyum.
“Ayo cepetan.”, sambung Andrew yang langsung dituruti oleh Bimo dan Mentari.
“Udah?”, tanya Bimo sesaat setelah Andrew mengambil foto mereka.
“Sekali lagi ya.”, jawab Andrew.
“Oke cakep.”, ujar Andrew beberapa saat kemudian setelah selesai mengambil foto mereka.
“Lihat Cek.”, ujar Bimo.
“Enggak boleh. Nanti aja.”, jawab Andrew tersenyum.
“Lihat dong, biar tau bagus apa enggak.”, jawab Bimo.
“Lo enggak percaya sama gue?”, tanya Andrew tersenyum.
“Karena lo belum sukses dari hasil ngefotoin orang, kita-kita enggak percaya sama lo Cek.”, sahut Edwin tertawa kecil.
“Bener juga sih Cek.”, ujar Donny tersenyum menimpali.
“Pokoknya nanti lo pada akan tertegun melihat hasil foto gue.”, ujar Andrew tersenyum.
“Tersedak sih lebih tepatnya.”, sahut Joko tertawa kecil.
“Foto bareng yuk, belum ada nih foto yang kita aja.”, ujar Bimo.
“Yuk. Sebentar gue set timer dulu.”, jawab Andrew.
“Ayo cepetan.”, ujar Bimo tersenyum mengajak Edwin, Donny, dan Joko.
“Aku di sebelah Mentari ah.”, ujar Joko tersenyum.
“Bisa aja lo. Punya Bimo tuh.”, jawab Edwin tertawa kecil.
“Biar nular cepet ngelamar Irene nanti.”, jawab Joko tersenyum sambil mengambil posisi berdiri di sebelah Irene.
“Kita di sebelah Bimo aja Kay.”, ujar Edwin mengajak Donny.
“Yuk.”, jawab Donny.
“Pas, gue di sebelah Joko kalau gitu. Biar balance posisinya.”, ujar Andrew.
“Bener Cek. Imbang nih.”, ujar Joko tersenyum.
“Oke siap ya.”, ujar Andrew menyetel kameranya kemudian langsung berlari kecil menuju ke sebelah Joko.
“Lagi Cek. Enggak terasa nih.”, ujar Donny tersenyum.
“Oke, bentar.”, jawab Andrew yang berjalan kembali menuju kameranya yang sudah di letakkan di atas tripod.
“Ok. Siap.”, ujar Andrew kemudian bergegas kembali ke sebelah Joko.
“Ya udah, makan dulu yuk.”, ujar Mentari tersenyum setelah selesai berfoto dengan para sahabat Bimo.
“Berangkat.”, jawab Joko tersenyum.
Kelima sahabat tersebut berjalan bersama Mentari menuju ke ruang makan dimana semua keluarga Bimo dan Mentari juga sedang makan di sana sambil mengobrol satu sama lain.
“Ambil banyakan ya. Banyak nih sayurnya.”, ujar Mentari tersenyum mempersilahkan mereka semua mengambil makanan yang ada.
“Pasti Tar. Enggak usah di suruh, pasti banyak.”, jawab Donny tertawa kecil.
“Pada kelaperan, dari pagi soalnya.”, ujar Bimo tersenyum.
“Tau aja lo Bim.”, jawab Edwin tersenyum.
Kelima sahabat tersebut satu per satu mengambil makanan yang tersedia secara bergiliran. Tampak jelas terlihat di wajah para sahabat Bimo, bahwa mereka menyukai makanan yang sudah disajikan oleh keluarga Mentari.
“Bim, di depan aja yuk. Enggak enak, rame nih.”, ujar Andrew berbisik di kuping Bimo.
“Yuk boleh.”, jawab Bimo.
“Kenapa?”, tanya Mentari yang sedang berdiri di sebelah Bimo.
“Di depan aja ya. Enggak enak rame di sini, biar enggak ngeganggu.”, jawab Bimo.
“Oh ya udah, enggak apa-apa. Yuk aku temenin.”, jawab Mentari.
“Yuk Cek, Bing.”, ujar Bimo mengajak para sahabatnya untuk berjalan menuju halaman depan.
“Yuk.”, jawab Edwin sambil diikuti Donny dan Joko yag berjalan dibelakang Edwin.
“Tari makan di depan ya Ma sama mereka.”, ujar Mentari menghampiri Ibunya.
“Ya udah, kamu temenin mereka.”, jawab Ibu Mentari.