“Kita mau ngundang berapa orang Yang?”, tanya Bimo.
“Jujur ya, aku juga enggak tau dan belum ngitung sih. Kamu udah hitung?”, tanya Mentari.
“Belum juga.”, jawab Bimo tersenyum.
“Cuma lagi kepikirian aja ini.”, sambung Bimo.
“Kalau enggak gini aja Yang. Kita undang keluarga, kerabat sama temen-temen yang deket aja. Enggak usah semuanya di undang. Kalau enggak deket, meskipun kenal ya enggak usah. Kan budget kita juga terbatas. Jadi kita bisa alihin buat keperluan lainnya.”, jawab Mentari.
“Kamu enggak apa-apa kalau gitu?”, tanya Bimo.
“Ya enggak apa-apalah Yang. Kan kita butuh modal buat honeymoon ke Amrik.”, jawab Mentari tertawa kecil.
“Iya juga sih.”, jawab Bimo tertawa kecil.
“Seadanya aja, enggak usah banyak-banyak. Kan kita masih perlu beli isi rumah nanti.”, ujar Mentari tersenyum.
“Atau keluarga inti aja. Enggak usah undang siapa pun.”, jawab Bimo tersenyum.
“Kamu mau kayak gitu?”, tanya Mentari.
“Aku cuma bercanda. Aku mau undang yang lain jugalah. Kalau perlu seluruh Indonesia.”, jawab Bimo tertawa.
“Jangan seluruh Indo, nanti enggak muat gedungnya.”, jawab Mentari tersenyum.
“Enggak usah di gedung, di lapangan bola aja kalau gitu.”, ujar Bimo tertawa.
“Kamu aja kalau gitu.”, jawab mentari tertawa kecil.
“Enak loh di lapangan. Ada kambing liar. Langsung potong, masak langsung sajiin.”, ujar Bimo tersenyum.
“Mana ada kambing liar, pasti ada punya oranglah.”, jawab Mentari tersenyum.
“Pura-pura enggak tau aja.”, jawab Bimo tertawa kecil.
“Ngasal kamu.”, jawab Mentari sambil memukul pelan punggung tangan kanan Bimo.
“Aku udah enggak sabar pengen cepet-cepet nikah sama kamu.”, ujar Bimo tersenyum mesra.
“Sabar itu baik.”, jawab Mentari tersenyum.
“Biar enggak pusing mikirin sama ngurus ini itu lagi.”, jawab Bimo.
“Kamu enggak akan pusing kok, kan aku akan nemenin kamu. kamu enggak sendirian.”, jawab Mentari tersenyum melegakan Bimo.
“I love you so much.”, ujar Bimo tersenyum lembut.
“I love you too.”, jawab Mentari tersenyum.
“Kita pulang ya.”, ujar Bimo.
“Iya ayuk.”, jawab Mentari tersenyum.
“Aku bayar dulu ya. Aku langsung ke kasir aja biar cepet. Tunggu bentar ya.”, ujar Bimo.
“Iya.”, jawab Mentari tersenyum mengangguk.
Bimo menuju kasir untuk membayar makanan mereka. Bimo melihat Mentari yang sedang membuka ponselnya. Bimo sungguh terpana dengan kecantikan Mentari dan sangat menyayanginya.
“Yuk Yang.”, ujar Bimo menghampiri Mentari setelah selesai membayar.
“Udah ya?”, tanya Mentari.
“Iya. Yuk jalan.”, jawab Bimo.
Bimo mengantarkan Mentari pulang ke rumah. Malam itu, Bimo tidak mampir ke rumah Mentari dan langsung pulang ke rumahnya. Setelah selesai mandi, Bimo membaringkan tubuh di atas kasurnya. Bimo memejamkan matanya, menenangkan diri berpikir mengapa Mentari tega membohonginya. Karena rasa cinta Bimo yang sangat besar dan juga Mentari yang berjanji akan selalu menemaninya, Bimo berjanji pada dirinya sendiri untuk melupakan kejadian saat Billy menggandeng tangan Mentari. Bimo yakin Mentari tidak akan mengulangi kesalahannya dan Bimo tidak mau lagi berusaha menggali pengakuan dari Mentari. Di saat seperti inilah, Bimo sangat merindukan sosok Ayahnya. Bimo yakin bahwa Ayahnya dapat memberikan nasehat yang terbaik untuk kejadian antara Mentari dan Billy. Bimo mengambil bantal dan menutup wajahnya.
“Please jangan bohongin aku lagi Tari, aku sayang banget sama kamu. Aku enggak pernah mengkhianati kamu selama ini. Tolong jangan khianati aku. Aku mohon.”, ujar Bimo dengan suara parau.
Setelah kejadian tersebut, hari-hari Bimo dan Mentari kembali seperti semula. Keduanya kembali mesra dan saling percaya satu sama lain. Hari di mana pameran wedding sedang berlangsung pun tiba. Bimo dan Mentari akan datang ke tempat pameran tersebut. Keduanya sangat bersemangat untuk datang ke tempat tersebut. Semua berjalan sesuai rencana sampai terjadi suatu hal di hari dimana mereka akan berangkat menuju ke pameran.
“Halo Yang.”, ujar Mentari menelepon Bimo satu jam sebelum waktu makan siang.
“Halo sayangku.”, jawab Bimo tersenyum sedang duduk bersantai menonton televisi di ruang tamu rumahnya sebelum berangkat menuju ke rumah Mentari.
“Kamu masih di rumah?”, tanya Mentari.
“Masih. Nanti sebentar lagi aku jemput kamu ya.”, jawab Bimo tersenyum.
“Hari ini cancel ya ke pamerannya.”, ujar Mentari.
“Loh kenapa? Kamu sakit?”, tanya Bimo menegakkan posisi duduknya.
“Enggak. Aku sehat-sehat aja kok.”, jawab Mentari.
“Terus kenapa enggak jadi?”, tanya Bimo penasaran.
“Aku di ajak ngumpul bareng sama temen-temen SMU ku, mau kasih surprise buat temenku yang ultah hari ini. Kita mau ke rumahnya mau kasih surprise.”, jawab Mentari.
“Kok mendadak gitu? Emang kamu enggak bilang temen kamu kalau kita mau pergi ke pameran?”, tanya Bimo.
“Iya, mereka mendadak kasih taunya. Kita besok aja ya perginya, enggak enak kalau aku enggak ikutan. Kan setahun sekali ultahnya. Jangan marah ya sayangku.”, jawab Mentari dengan lembut mencoba menenangkan Bimo.
“Ya udah, mau gimana lagi. Kamu jalan jam berapa emang?”, tanya Bimo.
“Setengah jam lagi aku jalan.”, jawab Mentari.
“Aku anterin kalau gitu.”, jawab Bimo.
“Enggak usah, aku pergi di anterin Papa. Dia sekalian lewat.”, jawab Mentari.
“Emang ngumpul di mana?”, tanya Bimo.
“Di Blok M mall. Rumah temenku yang ultah deket fatmawati.”, jawab Mentari.
“Ya udah, hati-hati kalau gitu. Kabarin aku ya.”, ujar Bimo dengan perasaan kecewa.
“Iya pasti. Makasih untuk pengertiannya ya. Kamu emang calon suami terbaik aku.”, jawab Mentari.
“Iya. Besok jangan sampai batal Yang, kita belum prepare apa-apa soalnya loh.”, jawab Bimo mengingatkan.
“Iya, besok ya. Ya udah, aku siap-siap dulu ya.”, jawab Mentari.
“Iya.”, jawab Bimo singkat.
“Bye. I love you.”, ujar Mentari.
“Me too.”, jawab Bimo singkat dan mematikan telepon dari Mentari.
Bimo merasa kesal dengan Mentari yang tiba-tiba membatalkan acara mereka. Bimo berpikir apa yang harus di lakukan di malam minggu nanti. Bimo akan menjalani hari sabtu dengan sendirian, dimana biasanya dia selalu menghabiskan waktu seharian bersama Mentari jika hari sabtu tiba. Bimo merasa mati gaya saat ini. Bimo tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Bimo tidak mau menghubungi para sahabatnya karena merasa malu sudah menolak ajakan mereka untuk berkumpul bersama di hari itu. Dengan perasaan malas dan masih sedikit kesal, Bimo menonton televisi dengan terpaksa. Memindahkan siaran televisi berkali-kali.
“Gonta-ganti mulu dari tadi.”, ujar Ibunya tersenyum menghampiri Bimo dan duduk di sebelahnya.
“Enggak ada yang bagus Bu.”, jawab Bimo tersenyum.
“Kamu kok belum jalan? Katanya mau ke pameran wedding sama Mentari.”, tanya Ibunya.
“Enggak jadi Bu.”, jawab Bimo.
“Loh kenapa?”, tanya Ibunya.
“Tari ada acara dadakan. Temen-temennya ngajak dia ikutan untuk kasih surprise ulang tahun ke temennya yang ulang tahun hari ini. Jadi besok baru ke pameran.”, jawab Bimo.
“Oh ini alasannya kenapa tivinya di pencet mulu.”, ujar Ibu Bimo tersenyum.
“Emang enggak ada yang bagus sih Bu.”, jawab Bimo tersenyum.
“Ya udah, besok aja baru perginya. Kan masih ada hari terakhir, siapa tau besok malah banyak diskon.”, ujar Ibu Bimo tersenyum menyemangatinya.
“Iya Bu. Mudah-mudahan aja ada diskon gede.”, jawab Bimo tertawa kecil.
“Udah, enggak usah marah sama Mentari. Kan ulang tahun enggak setiap hari.”, ujar Ibu Bimo.
“Bimo enggak marah kok Bu. Cuma bete dikit aja.”, jawab Bimo.
“Kamu pergi aja sama sahabat-sahabat kamu.”, ujar Ibunya.
“Pada udah ada acara Bu. Bimo di rumah aja hari ini. Mau tidur aja seharian.”, jawab Bimo tersenyum.
“Ya udah, di rumah aja. Lebih irit, enggak jajan di luar mulu. Inget, kamu mau nikah. Harus nabung.”, ujar Ibunya tersenyum lembut.
“Iya Bu. Udah mager. Di rumah aja.”, jawab Bimo.
“Apa itu mager?”, tanya Ibunya.
“Malas gerak Bu.”, jawab Bimo tersenyum.
“Jangan pakai Bahasa gaul, Ibu enggak ngerti. Bahasa Indonesia yang baik dan benar aja.”, jawab Ibu Bimo tersenyum.
“Kayak lagi pelajaran Bahasa Indonesia aja bu.”, jawab Bimo tertawa kecil.
“Ibu mau pergi ke mana enggak? Bimo anterin kalau Ibu mau pergi.”, ujar Bimo.
“Ibu udah males pergi kemana-mana Bim, enakan di rumah aja. Kalau capek bisa langsung istirahat.”, jawab Ibunya.
“Jangan di rumah terus Bu, Ibu juga butuh hiburan. Kita ke mall aja ya Bu.”, jawab Bimo.
“Ngapain ke mall? Ibu enggak suka.”, jawab Ibunya.
“Jalan-jalan Bu. Biar enggak suntuk di rumah.”, jawab Bimo tersenyum.
“Ibu di rumah aja. Kamu aja yang pergi, biar enggak bosen. Ibu sekarang lebih suka di rumah aja atau di rumah Kakakmu. Ibu udah males pergi-pergi sekarang.”, ujar Ibunya tersenyum.
“Ya udah, Bimo anterin ke rumah Kak Siti aja ya sekarang. Nginep aja di sana.”, ujar Bimo.
“Kamu mau ngusir ibu?”, tanya Ibunya tersenyum.
“Bukan gitu maksud Bimo, tapi biar Ibu enggak bosen.”, jawab Bimo tersenyum.
“Ibu di rumah aja. Kamu kalau mau pergi, pergi aja biar enggak bosen.”, ujar Ibu Bimo.
“Ya udah, kalau gitu. Bimo enggak maksa lagi. Kalau Ibu mau kemana, Ibu bilang ya. nanti Bimo bisa anterin.”, ujar Bimo tersenyum.
“Iya. Kamu jadinya mau pergi ke mana?”, tanya Ibunya.
“Di rumah aja deh Bu. Mau tidur seharin. Biar irit.”, jawab Bimo tersenyum.
“Iya gitu aja.”, jawab Ibunya tersenyum.
“Kalau gitu Bimo ke kamar ya Bu.”, ujar Bimo tersenyum.
“Kamu enggak makan dulu ? Udah siang.”, tanya Ibunya.
“Masih kenyang Bu. Sore aja nanti baru makan lagi.”, jawab Bimo.
“Kalau laper jangan di tahan ya, makan biar enggak kena maag.”, ujar Ibunya.
“Pastilah Bu, masa di tahan kalau laper.”, jawab Bimo tersenyum.
“Ibu cuma ingetin biar kamu enggak sakit.”, ujar Ibu Bimo.
“Iya Bu, Bimo tau. Bimo naik ya kalau gitu. Ibu istirahat ya kalau capek.”, jawab Bimo.
“Ya udah naik sana.”, jawab Ibu Bimo.
“Ih ngusir.”, jawab Bimo tersenyum sambil berdiri bersiap berjalan menuju ke kamarnya.
“Kamu ya.”, jawab Ibunya tersenyum melihat Bimo berjalan menuju ke kamarnya.
Bimo kembali ke kamarnya. Mencoba menghabiskan waktu seharian di rumah. Bimo bersantai duduk di atas kasurnya memainkan gitar sambil menunggu Mentari yang berjanji akan mengabarkan Bimo. Sesekali Bimo melihat ke arah ponselnya memastikan apakah Mentari sudah mengabarkan keberadaannya saat ini. Lima belas menit kemudian, ponsel Bimo bergetar tanda ada pesan yang masuk. Bimo segera mengambil ponselnya dan membaca pesan masuk yang ternyata dari Mentari.
“Aku udah di Blok M ya Yang. Udah ketemu temen aku. Habis ini mau langsung ke rumah temenku yang ultah.”, tulis Mentari.
“Hati-hati ya. Kamu enggak lunch dulu?”, balas Bimo bertanya.
“Nanti aja Yang. Katanya sekalian makan di sana. Hehehe.”, balas Mentari.
“Ya udah, kalau udah laper ngemil aja dulu. Jangan di tahan nanti kena maag.”, balas Bimo.
“Iya. Kamu lagi di mana ?”, tulis Mentari bertanya kepada Bimo.
“Di rumahlah. Ditinggal pacar aku jalan-jalan sendirian.”, balas Bimo.
“Hehehe. Sorry sayangku. Kan mendadak.”, balas Mentari.
“Enggak tau.”, balas Bimo.
“Kamu mau ke mana hari ini jadinya?”, tulis Mentari bertanya.
“Enggak kemana-mana, aku mau tidur aja seharian.”, balas Bimo.
“Ya udah kalau gitu. Nanti aku kabarin lagi ya, aku mau otw dulu ke rumah temenku.”, balas Mentari yang membuat Bimo mengernyitkan dahi karena Mentari yang tiba-tiba mengakhiri pembicaraan.
“Hati-hati.”, balas Bimo.
“Iya. Bye.”, balas Mentari singkat
Bimo merasa lega karena Mentari sudah mengabarkan keberadaannya saat ini. Hari masih panjang dan Bimo mencoba tidur untuk segera melewatkan hari ini yang sangat terasa sepi. Bimo memainkan gitar sambil berbaring di atas kasurnya sampai terlelap. Bimo tertidur cukup lama. Bimo terbangun bersamaan dengan suara adzan maghrib yang terdengar berkumandang dari masjid yang berada tidak jauh dari rumahnya. Bimo mengambil ponselnya dengan mata yang masih terasa sulit untuk dibuka penuh. Walau tertidur cukup lama, Bimo masih merasa ngantuk. Bimo membuka ponselnya dan yang pertama kali dilihat oleh Bimo adalah mengecek apakah ada telepon ataupun pesan dari Mentari. Tidak ada pesan maupun telepon dari Mentari. Bimo menaruh ponselnya dan turun ke bawah untuk makan karena merasa lapar. Bimo tidak melihat keberadaan Ibunya. Bimo berjalan ke dapur, sudah ada makanan yang telah di siapkan oleh Ibunya. Bimo berjalan menuju kamar Ibunya, membuka secara perlahan pintu kamar Ibunya. Bimo melihat Ibuya yang sedang tidur. Bimo kembali menutup pintu kamar Ibunya, tidak ingin membangunkan Ibunya yang tidur terlelap. Mungkin Ibunya kelelahan, pikir Bimo.
Bimo berjalan kembali menuju meja makan. Menyantap Ikan goreng, sayur kangkung dan sambal pete yang sangat menggugah selera makan Bimo yang saat ini merasa lapar. Bimo menyantap makanan-makanan tersebut dengan lahapnya. Bimo duduk di ruang tamu sambil menonton televisi setelah kenyang menyantap makanan yang sudah disiapkan oleh Ibunya. seperti tadi siang, tidak ada acara televisi yang bagus bagi Bimo.
“Malam minggu aja enggak ada film bagus. Harus pasang tivi cable nih kalau begini.”, gumam Bimo merasa kecewa karena acara televisi yang ada.
Hanya ada acara infotainment dari pagi sampai malam. Bimo merasa risih dengan acara-acara tersebut yang menguasai acara tv nasional saat ini. Tidak ada lagi acara edukasi untuk anak-anak maupun orang dewasa. Bimo mematikan televisi lalu berdiri untuk meregangkan badan agar segar kembali. Bimo lalu berjalan kembali menuju kamarnya kembali. Mencoba melakukan hal yang dapat menghabiskan waktu malam itu agar tidak merasa kebosanan. Bimo mengambil ponselnya sambil duduk bermain gitar. Bimo mengirimkan pesan kepada Mentari.
“Kamu lagi dimana Yang? Udah makan belum?”, tulis Bimo mengirim pesan kepada Mentari.
Kemudian Bimo memainkan gitarnya sambil menunggu balasan dari Mentari. Sudah sepuluh menit menunggu, Mentari masih belum membalas pesan Bimo. Bimo berjalan menuju lemari pakaiannya untuk mengambil sebuah kaos hitam dan celana jeans biru. Bimo menaruhnya di atas kursi yang ada di dalam kamarnya. Bimo mempersiapkan pakaian yang akan dipakai untuk pergi bersama Mentari esok hari. Bimo kembali mengambil ponsel dan mengecek apakah ada balasan dari Mentari. Mentari masih belum membalas Bimo sampai saat ini. Bimo kembali memainkan lagu-lagu yang diketahuinya dengan gitarnya. Bernyanyi sendirian di dalam kamar untuk menghabiskan waktu. Bimo merasa seperti tidak punya pacar. Bimo memainkan banyak lagu untuk mengusir kebosanannya. Bimo melihat jam dinding di kamar yang menunjukkan sudah hampir satu jam dia memainkan gitarnya. Bimo mengambil kembali ponselnya dengan perasaan sedikit kesal karena belum ada sama sekali pemberitahuan yang muncul di ponselnya yang menandakan Mentari belum membalas pesannya.
“Apa lagi sih nih, enggak ada kabar lagi.”, gumam Bimo sambil memegang ponselnya.
Perbuatan Mentari sebelumnya yang sudah dilupakan Bimo , langsung muncul kembali saat ini. Walaupun sudah melupakannya, Bimo tidak bisa mencegah rasa curiga kepada Mentari yang datang kembali saat ini. Pikiran negatif mulai menyerang pikiran Bimo kembali. Rasa khawatir mulai membuat Bimo gelisah dan tidak nyaman. Bimo mengambil ponselnya dan langsung menelepon Mentari. Mentari tidak mengangkat telepon dari Bimo. Bimo mencoba kembali menelepon Mentari hingga sepuluh kali, namun Mentari tetap tidak menjawab telepon dari Bimo. Bimo sangat geram saat ini dengan tindakan Mentari yang tidak mengangkat telepon dan tidak membalas pesan dari Bimo. Bimo teringat Mentari yang suka memperbarui segala aktifitasnya bersama teman-temannya di facebook. Bimo segera membuka facebook Mentari melalui ponselnya. Terdapat beberapa yang foto yang di pasang mengenai aktifitas yang tadi dilakukan oleh Mentari bersama para temannya. Ada lima foto yang di pasang oleh Mentari. Dari foto tersebut terlihat jelas keseruan yang dilakukan oleh mereka. Tawa Mentari dan para temannya memperlihatkan keseruan yang dilakukan mereka hari ini.
Ada satu foto yang mengusik Bimo saat ini. Dimana Mentari mengangkat tangan bergandengan tangan dengan mantan pacarnya, berdiri di antara para temannya. Walaupun terlihat pose foto ini hanya untuk seru-seruan mereka, Bimo merasa panas hati saat ini. Bimo membaca beberapa komen yang terpasang di bawah foto tersebut. Beberapa komen dari teman-teman Mentari yang menggoda Mentari dan mantan pacarnya itu. Bimo membaca beberapa komen tersebut. Ada yang menyuruh Mentari untuk kembali pacaran dengan mantannya tersebut. Ada juga yang menulis bahwa mereka akan CLBK (cinta lama bersemi kembali). Bimo Ingin sekali membalas komen-komen tersebut dengan mengatakan bahwa Mentari sudah lamaran dengan Bimo. Tangan Bimo terhenti di depan layar ponsel. Keraguan datang mengghinggapi Bimo. Bimo bergumul di dalam hati, apakah perlu untuk membalas komentar tersebut atau tidak. Bimo terdiam beberapa menit. Membayangkan sebab akibat yang akan terjadi jika melakukan hal tersebut. Bimo menimbang kembali yang akan dilakukannya. Bimo menarik nafas dalam-dalam lalu mencoba tenang kembali dan tidak jadi membalas komentar dari teman-teman Mentari. Ada beberapa komentar yang masih muncul saat ini. Bimo terkejut karena Mentari membalas komentar-komentar tersebut dengan ikon menutup mulut dengan tangan sambil tertawa. Bimo memperbarui halaman facebook tersebut, memastikan agar Bimo tidak salah melihat waktu yang muncul saat Mentari membalas komentar mereka. Waktu menunjukkan Mentari membalas komentar tersebut, satu menit yang lalu.
Bimo mengepalkan tangannya. Merasa sangat kesal dan merasa dipermainkan oleh Mentari. Mentari sama sekali tidak mengabarkan dan tidak mengangkat telepon Bimo yang meneleponnya beberapa kali namun dapat membalas komentar di halaman facebooknya. Bimo segera menelepon Mentari kembali. Mentari tetap tidak mengangkat telepon dari Bimo. Bimo mengirim pesan kepada Mentari.
“Kok kamu enggak bales WA aku? Kok kamu enggak angkat telepon dari aku? Kamu di mana sih Yang? Please kabarin aku!! Aku hanya mau tau kamu di mana. Kenapa kamu enggak mau balas aku, tapi kamu komen di facebook barusan? Please kabarin aku.”, tulis Bimo mengirim pesan kepada Mentari dengan hati yang gundah.
Bimo menunggu beberapa menit, berharap Mentari membalasnya kali ini. Namun tetap tidak ada balasan dari Mentari. Bimo langsung menelepon rumah Mentari. Berharap Mentari sudah di rumah.
“Halo. Assalamualaikum. Malam Om.”, ujar Bimo menyapa Ayah Mentari yang mengangkat telepon.
“Assalamualaikum. Malam. Bimo ya?”, tanya Ayah Mentari saat mendengar suara Bimo yang mengucapkan salam di telepon.
“Iya Om. Ini Bimo.”, jawab Bimo.
“Kenapa Bimo?”, tanya Ayah Mentari.