Help me!

Dele Putri
Chapter #2

Help Me 2: Apa warna matamu?

Mata adalah jendela hati. Begitulah pepatah yang pernah kudengar. Tapi sayangnya tak seorangpun berani menatap mataku, sekalipun diriku sendiri. Hingga tak seorangpun tahu betapa perihnya hatiku setiap kali orang menatapku dengan tatapan jijik dan mencemooh.

Saat itu aku hanyalah anak kecil yang berusia 6 tahun yang baru tahu bahwa warna mataku berbeda dari anak-anak lainnya. Aku baru tahu bahwa seharusnya warna mata kanan dan kiri itu seharusnya sama. Tapi kenapa aku tidak?  Ya, itu karna aku mengidap heterocromia penuh. Dimana seluruh permukaan iris mata kananku berbeda dengan iris mata kiriku. Iris mata sebelah kananku berwarna coklat dan iris mata sebelah kiriku berwarna biru. Dan mata inilah awal dari semua mimpi burukku.

“Warna matamu unik sekali yaa?” ucapnya yang membuat dadaku semakin sesak. Aku gugup bukan main saat wajahnya kini tepat didepan wajahku, mungkin hanya berjarak 5 cm. “Warna coklat.”

“Bukannya itu umum yaa mata orang Asia berwarna coklat?” ujarku sambil mundur beberapa langkah.

“Hmm… tapi warna coklatnya beda,” serunya sambil terus memandangi mataku.

“Beda gimana?” ujarku yang berjalan lebih dulu untuk mengalihkan pandangannya.

“Terasa lebih tebal dan hidup. Atau jangan-jangan kamu pakai contact lens yaa??” aku tersentak saat mendengar ucapannya barusan.

“Ini mata asliku,” jawabku ketus.

Aletha tampak shock mendengar responku yang cukup ketus. Itu karna aku merasa tersinggung dengan ucapannya.

“Maaf! aku gak bermaksud menyinggungmu kok. Aku sangat suka warna matamu. Indah sekali,” ujarnya sambil mencoba tersenyum.

Entah itu pujian yang tulus atau tidak, entah kenapa aku merasa tersentuh karna dia adalah orang pertama yang bilang kalau dia menyukai warna mataku. Walaupun dia tidak tau kalau sebenarnya hanya salah satunya saja yang berwarna coklat, sedangkan yang satunya lagi berwarna biru tapi kututupi dengan contact lens. Apa jadinya kalau dia tau warna mataku berbeda? Batinku.

 “Aku memang sedikit sensitive kalau ada orang yang bilang aku ini sedang memakai contact lens,” ujarku memberi alasan yang sering kkupakai setiap kali mndapati pertanyaan yang sama.

“Ah, ya. Aku mengerti kok,” ucapnya dengan tenang.

Kami kembali melanjutkan perjalanan menuju gedung jurusan Sains—tempat dimana aku akan belajar. Sepanjang perjalanan Aletha tampak berusaha mengunci mulutnya—sepertinya dia tipe anak yang suka bicara, mungkin dia takut bicara yang mungkin akan menyinggungku lagi. Aku tidak masalah dengan situasi ini, aku malah menyukainya karna aku masih sangat cangung untuk banyak bicara pada orang asing. Dan aku juga tidak siap menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kadang membuatku gugup untuk menjawabnya.

“Kamu sejak kapan homeschooling?” gadis ini benar-benar tipe yang tak suka kesunyian.

“Sejak aku berumur 9 tahun,” jawabku datar.

“9 tahun? Hmm… berarti kelas 4 SD dong,” serunya yang langsung kusambut gelengan.

“No! Saat itu aku kelas 6,” ujarku yang sontak membuatnya menoleh kearahku dan menatapku tajam.

“What?!? Are you kidding me?” ujarnya yang seperti tak terima dengan apa yang barusan kuucapkan.

Lihat selengkapnya