Hembusan Angan

Danshi
Chapter #3

CHAPTER 3 - Hampa

“Apa yang kurasakan saat ini, tidak dapat aku uraikan lewat larik ataupun sajak. Sungguh ada yang aneh dalam diriku, rasa yang sebelumnya tak kuhiraukan kini menjadi emosi yang menguat dalam hatiku. Membuatku terjerembab dalam sebuah ruang yang tak kutemui kedamaian disana, tempat yang membuatku ingin segera berlari menjauh dan tak kembali bahkan menoleh pun aku tak mau. Mungkin ini yang disebut dengan, kehampaan.”

Setelah pertemuan itu Kosu menjadi sangat bahagia ketika menjalani detik demi detik di alur kehidupannya. Namun, yang Kosu rasakan sekarang ini berbeda 180 derajat dengan apa yang Mery rasakan. Mery adalah nama dari gadis idaman Kosu, gadis yang diharapkan akan mendampingi hidupnya suatu saat nanti. Mery saat ini berada dalam kehampaan yang mendalam, ia bermaksud untuk menahan dan menyembunyikan air matanya. 

Saat pulang sekolah dia teringat akan pertengkaran kedua orang tuanya tadi pagi. Orang tua Mery selalu bertengkar setiap hari, masalah yang dipertengkarkan pun sebenarnya adalah hal sepele. Mery hanya bisa membisu ketika mendengarkan kedua orang tuanya saling melemparkan kata demi kata yang tak kunjung berakhir. 

Pada siang itu, Mery yang bertekad untuk menahan kedua matanya agar tidak mengeluarkan tangis, gagal. Mery menangis sejadi-jadinya karena terbayang akan pertengkaran kedua orang tuanya yang selalu terdengar oleh Mery setiap hari. Mery pun tak tahu sampai kapan dia harus berada dalam penderitaan ini, penderitaan yang disebabkan oleh manusia yang sangat dikasihinya, bukan orang lain.

“Sampai kapan aku harus menahan mulutku untuk diam, sedangkan hatiku berteriak kencang karena aku tak pernah menemukan kedamaian di rumah ini? Tuhan mengapa Engkau memberikanku hukuman seperti ini? Apakah aku mempunyai dosa yang tak layak untuk Kau ampuni? Sehingga aku harus dihukum dengan penderitaan yang sangat berat seperti ini. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat untuk mencurahkan semua isi hatiku, yang seharusnya mendengar semua keluh kesahku. Mengapa Kau renggut kebahagiaan yang seharusnya menjadi milikku ini Tuhan? Aku hanya hidup sekali ini saja, apakah aku tidak bisa mendapatkan kasih yang sejati dari kedua orang tuaku?” Begitulah kata demi kata yang dilontarkan Mery, menyertai setiap tetesan air mata yang keluar tanpa dapat Mery bendung lagi.

Mery hanya ingin merasakan kehangatan dan kebahagiaan yang tercipta dari keluarga kecilnya. Dia ingin mendengar perkataan manis yang keluar dari suara lembut ibunya kala kegundahan sedang melanda, bercengkerama bersama kedua orang tuanya hingga hari berganti, dan menerima senyum hangat dari kedua orang tuanya saat Mery berangkat sekolah. Hanya itu yang ingin Mery rasakan, dia hanya bisa berdoa agar Tuhan mengabulkan harapannya itu. Mery tidak tahu kapan, namun Mery mempunyai keyakinan yang kuat bahwa rencana Tuhan pasti indah bagi hidupnya.

Hari mulai berganti, matahari mulai menampakkan keagungannya lagi. Burung-burung bernyanyi dengan bahagia di ranting-ranting pohon, suasana yang damai dan tenteram serta udara yang segar seakan-akan menjadi media penghibur yang diberikan Tuhan kepada Mery untuk memulai hari barunya dengan sebuah senyum kebahagiaan dan melupakan permasalahan yang dialaminya.

Namun, suasana tenteram dan damai itu tidak berlangsung lama. Pukul 06.15 tiba-tiba teriakan ayah Mery yang menggelegar layaknya dentuman halilintar mengawali pertikaian di pagi itu. “Ibu ini gimana sih, ini udah siang lho masak belum ada makanan, aku makan apa? Makan angin?” teriak ayah Mery.

Lihat selengkapnya