HERA

Dyah Ayu Anggara
Chapter #1

Cruel Summer

Kedua netra cokelat indah milik anak laki-laki ber-name tag "Jeremiah Artedja" itu terpaku pada tangkai-tangkai bunga di atas sebuah meja dekat jendela. Meja di sebelah mejanya. Meja milik orang yang membuat hatinya jatuh dalam sehari.

***

Seperti hari-hari sebelumnya, setiap pagi hari di pertigaan, dimana harusnya Remi berbelok ke kiri menuju ke sekolahnya namun ia justru melangkah riang ke arah kanan. 

Anak-anak tangga menjulang tinggi di depannya. Remi menaiki tangga itu sembari menghitung.

"1..2..3..4..5..6.."

Sampai pada angka 12, Remi berhenti dan mengeluarkan sebuah kapur berwarna biru dari saku celana biru dongkernya. Di anak tangga ke-12 itu, Remi menulis sebaris kalimat,

'Semoga besok hujan'

Musim kemarau kali ini memang sangat berkepanjangan sehingga orang-orang di berbagai daerah kesulitan mendapatkan air. Salah satunya Malang, kota kelahiran Remi.

Ada cerita yang mengatakan bila setelah berulang tahun dan menulis harapan di atas anak tangga yang terhitung sesuai dengan umur baru kita, maka harapannya akan terkabul. Bukan hanya Remi, banyak anak-anak tangga di atas dan di bawahnya yang penuh harapan-harapan yang di tulis dengan kapur, bahkan ada yang sudah pudar tulisannya.

Remi baru akan berbalik ke jalan yang menuju sekolahnya. Akan tetapi pandangannya terkunci pada suatu bayangan dari arah atas tangga.

Kedua mata Remi membulat kaget saat bayangan itu semakin lama semakin besar dan...

BRUK!!

Remi  terjerembab ke belakang karena seseorang yang jatuh menimpa tubuhnya. Orang itu adalah bayangan yang jatuh dari anak tangga paling atas tadi!

"E-eh bangun..! Hey!" Remi menepuk-nepuk pipi orang itu yang rupanya seorang anak perempuan yang sepertinya seumuran dengannya.

Di tengah rasa paniknya, Remi bernapas lega saat melihat kedua kelopak mata anak perempuan itu terbuka. Anak perempuan itu mengusap-usap kepalanya dan terlihat linglung. Remi jadi berpikir apa kepalanya terbentur sesuatu di atas sana sampai ia terjatuh?

"Kamu nggak apa kan?" Remi menatap anak perempuan itu khawatir. Anak perempuan itu menatap Remi lama sampai Remi merasa kikuk.

Tiba-tiba anak perempuan itu menangkap kedua tangan Remi dan berkata,

"Apa kamu lagi cinta sama seseorang?"

Remi memiringkan kepalanya ke samping, pose berpikir. Cinta? Seperti yang ada di film? Seperti papa dan mama? Pikiran-pikiran itu terus muncul di otak Remi sampai ia menjawab,

"Enggak,"

Anak perempuan itu melepaskan tangan Remi dan berujar "baguslah," lalu menuruni tangga meninggalkan Remi yang masih terduduk diam. 

Remi membuka telapak tangannya yang tadi di genggam si anak perempuan. Sepotong cokelat yang di bungkus dengan kertas merah dengan tulisan L-O-V-E-R. 

Mengabaikan insiden itu, Remi segera bergegas menuju sekolahnya.

***

"Kena!"

Sebuah tongkat kayu melayang di atas hendak mengenai kepala Remi. Namun dengan sigap bocah itu menangkis dengan tongkatnya. Dan mendorong lawannya sampai lawannya itu tersungkur ke belakang.

"Ulsa!" Remi takut tangkisannya terlalu keras karena dilihatnya teman masa kecilnya itu meringis. Sedetik kemudian Ulsa bangun dan berucap kesal sambil menyeringai "padahal tadi hampir kena!"

Senyum Remi kembali terbit, dengan cepat ia mengayunkan tongkatnya, balik menyerang tapi,

PRAK!

Belum mengenai Ulsa, tongkat itu sudah terlanjur di tahan seseorang.

"Hey kalian! Kalau main di luar jangan di dalam kelas! Untung murid barunya nggak kena!" Pak Tomo, wali kelas Remi menyalak marah. Remi baru saja mau mengintip si murid baru yang berdiri di belakang punggung Pak Tomo namun Ulsa sudah menariknya ke tempat duduk mereka.

Pak Tomo mulai memperkenalkan si murid baru "anak-anak, dia murid pindahan dari Jakarta, namanya..." Pak Tomo beralih menatap si murid baru.

"Hera De Rucci" 

Manik hijau terang, milik si murid baru bertemu pandang dengan kedua manik Remi yang masih setia menatapnya tanpa berkedip.

"Tempat duduk kamu di sebelah Jeremi ya, hanya kursi itu yang kosong"

Hera mengangguk dan berjalan ke sebelah Remi sambil sesekali membalas sapaan teman-teman sekelasnya.

Pelajaran berlangsung seperti biasanya. Sampai 10 menit sebelum belistirahat berbunyi, Pak Tomo sudah keluar kelas dan anak-anak di kelas mulai ramai. Di saat seperti ini, Remi ingin lebih akrab dengan teman barunya.

"Hera, kenapa tadi pagi lo jatuh dari tangga?"

Hera yang tadinya memandang pemandangan di luar jendela menatap Remi sekilas sebelum membuang muka dan menjawab "karena gue mau lahir kembali" Hera melirik Remi yang menatapnya bingung lalu lanjut berkata "gue mau mati" dengan kelewat santai. Kedua mata Remi membelalak tak percaya "A-APA?!"

"Eh anak baru! Kalau ngobrol jangan berduaan aja dong!" Ulsa tiba-tiba muncul dan merangkul Remi dengan senyum ceria nya di wajah.

"Kalian akrab ya" komentar Hera singkat.

"Gimana nggak akrab, gue udah sama-sama Ulsa dari kecil"

"Betul-betul, mungkin udah takdir ya, tanggal lahir kita aja sama...

...5 Januari"

"Hm, gue juga lahir tanggal 5 Januari" ucap Hera seketika membuat senyum Ulsa luntur.

"Oh ya?" Entah kenapa Remi merasa darahnya berdesir mengetahui Hera lahir di hari yang sama dengannya.

"Haha, kalau itu sih kebetulan aja sama.." Ulsa tertawa kaku. Hera menatap Ulsa datar lalu melengos bangkit dari kursinya dan keluar kelas. Ulsa berdecih melihat sikap Hera sementara Remi masih termangu dengan seorang Hera.

***

Mata pelajaran ke-tujuh adalah Seni Budaya. Anak-anak kelas Remi diberi tugas untuk melukis hal-hal di sekitar sekolah. Setelah mendengar instruksi Pak Tomo, Remi hendak pergi ke tempat yang akan dilukisnya, namun triplets Brown menghadang jalannya. Emillo Brown, Clay Brown, dan Andreas Brown.

"Remi, katanya ulang tahun lo barengan sama Hera ya?" Clay tersenyum menggoda.

"Iya" Remi risih di kerubungi triplets ini.

"Barengan sama Ulsa juga kan?" Andreas menimpali.

"Ya iyalah" sahut Remi nggak sabaran mau ke tempat melukisnya.

"Cieee! Jadi cinta segitiga dong!!" Emillo menjerit girang. Remi bengong. Apa-apaan...

"Pada ngomongin apa sih.. " suara Remi teredam celotehan si kembar tiga.

"Lo pilih yang mana?" -Emil

"Ulsa, teman masa kecil lo" -Andreas

Lihat selengkapnya