Raiden tiba secepat mungkin di sebuah cafe yag tadi disebutkan Ibunya. Pemuda itu telihat kikuk dan sangat canggung saat tadi bersalaman dengannya. Setelah memperhatikan dan mengamati dengan seksama dan penuh curiga. Raiden sangat yakin kalau orang yang kini sedang berada dihadapannya, yang telah mengaku sebagai Egan Magenta Pramana, bukanlah adik kandungnya yang selama ini hilang. Dari segi wajah, bentuk badan, warna mata, rambut dan tampak penampilan keseluruhan. Semuanya tak ada satu pun yang mirip. Begitu juda dari gaya bicara, gestur, dan cara bersikapnya juga jauh berbeda. Tapi, setelah beberapa kali mengamati, dari bekas luka, dua tanda lahir dan letak tahi lalatnya benar sama persis dengan yang dimiliki Egan.
Ibu Marelda begitu senang dengan beberapa ciri khas pemuda itu yang sangat mirip dengan anak bungsunya. Air mata dan rona kebahagiaan semakin tampak di wajahnya. Dan merasa tak perlu ada tes DNA atau tes apa pun lagi, karena sudah merasa cukup dengan pengakuan Egan. Anaknya yang sekian lama hilang akhirnya telah kembali.
Luapan emosi, air mata dan kerinduan tak bisa lagi dibendung, Ibu Marelda kemudian langsung memeluk Egan dengan erat setelah memastikan bentuk tanda lahir dan letak bekas lukanya. Tak ada yang perlu diragukan dan dipertanyakan lagi.
Sementara Raiden masih terus diam mematung seraya mengamati penuh kecurigaan. Dia masih belum tahu harus berkata atau berbuat apa dengan pemuda asing itu. Raiden merasa telah tahu kebenarannya, hanya tak bisa langsung mengungkapkannya semuanya. Tapi, kenapa Ibunya bisa percaya begitu saja dengan kedatangan orang asing yang mendadak ini? Apa Ibu benar-benar tidak takut atau merasa khawatir sedikit pun kalau orang itu adalah penipu dengan maksud dan tujuan tertentu? Apa rasa kehilangan yang begitu dalam selama bertahun-tahun telah menutupi akal sehat ibunya sehingga jadi mudah ditipu?
“Sebaiknya kita memang harus melakukan tes DNA kepada pemuda itu Bu,” saran Raiden dengan suara berbisik saat menemukan kesempatan berdua dengan Ibunya setelah mereka baru sampai di rumah.
“Jangan. Ibu sudah mengecek semuanya tadi saat di kantor kepolisiann. Ibu takut kalau adikmu nanti akan tersinggung, merasa sedih dan kecewa karena tahu kita sempat meragukannya.”
Raiden melirik kesal. “Kita bisa melakukan tes secara sembunyi-sembunyi saja. Apa Ibu benar yakin dan percaya kalau dia adalah Egan yang selama ini hilang?”
“Ya. Tidak perlu harus tes DNA segala. Ibu sangat yakin 1000% dan mana mungkin Egan bohong sama kita? Masa kamu sebagai kakak meragukan adik kandungmu sendiri sih?"
"Tapi, Bu. Dia itu bukan..."