Aku terbangun dari tidurku. Sudah sampai dimana kita?
Terakhir Alma mengalahkan Apis, dimana kekalahannya menyebabkan dunia mengalami kekeringan. Core kembali pada Herrscher.
Oh, sampai situ. Ayo kita lanjutkan cerita ini, Wikutama.
---------------------------
“Herrscher, kemarin aku mendatangi Gunung Licht. Di sana terdapat pohon besar. Yggdrasil. Itu adalah pohon kehidupan. Apa mungkin itu berhubungan dengan cetak biru dari ayahmu? Lagipula gunung itu tampaknya aneh sekali.”
“Kenapa kamu tidak bilang kalau kemarin ke gunung itu? Apakah kamu sendirian ke sana?”
“Ya, aku sendirian. Di sana aku bertemu seorang pria bernama Alma. Dia manusia yang sangat tangguh. Bahkan dia menyelamatkanku ketika ular besar menyerangku. Dia juga dengan mudah mengalahkan Apis, Banteng Surga milikku.”
“Alma? Alma siapa?”
Core kembali mengingat – ingat nama lengkap Alma, “Alma... Almawt... Vu... tong. Ah, iya. Almawt Vutong! Itu nama lengkapnya.”
“Almawt Vutong? Nama yang aneh,” baru kali ini Herrscher mendengar nama yang terkesan Arab tapi juga bernada Oriental. Ia mengernyitkan dahinya.
Core menceritakan pengalamannya bertemu Alma. Herrscher mendengarkan dengan sungguh – sungguh. Ia berharap cerita Core bisa membuka rahasia dari cetak biru milik ayahnya.
“Tidak – tidak. Aku yakin ada lagi rahasia di gunung itu selain Yggdrasil. Dari cetak biru, jelas ia menggambarkan suatu piramida. Isi di dalam piramida itu seperti kristal orgonite. Aku rasa ada sumber energi tersembunyi disana.”
Herrscher memiliki rencana untuk mengunjungi Gunung Licht. Core bersedia mengantarkan Herrscher menuju dimana Yggdrasil tumbuh. Sebelumnya, tentu ia harus meminta ijin kepada Nadna, karena ia harus meninggalkan tugas sementara sebagai ketua Aliansi Supra.
Herrscher kembali menatap gulungan cetak biru yang tergeletak di meja laboratoriumnya. Ia masih penasaran dengan maksud cetak biru itu.
---------------------------
“Cepat keluar dari balik pohon itu! Aku tahu kamu bersembunyi di belakang Pohon Pengetahuan Tentang yang Baik dan yang Jahat. Aku tidak akan menyakitimu.”
Sosok tersebut menampakkan diri. Pria yang sedikit lebih muda darinya. Pria itu menebarkan senyumnya. Tampak seperti malaikat kecil namun tanpa sayap. Mata birunya terlihat terang ditengah kulitnya yang putih.
“Aku Karma,” ucap pria itu.
Sang Kausalitas telah muncul dalam cerita. Entitas yang mengumpulkan efek dari masa lalu dan menentukan nasib saat ini. Dialah yang mengumpulkan hasil pikiran, ucapan, dan perbuatan makhluk yang bernaung di semesta.
Alma memandang remeh Karma. Wajah Karma yang tampak seperti anak kecil, berbanding terbalik dengan kengerian namanya.
“Untunglah namamu hanya Karma, karena kamu bukanlah Sang Causa Prima,” nada Alma terkesan meremehkan. Wajah Karma membuatnya ingin tertawa.
“Ingatlah, Alma. Aciñña karma berlaku karena kebiasaanmu ini. Semoga asañña karma yang kamu miliki tidaklah buruk,” Karma mengingatkan Alma akan kesombongannya.
Siapa Karma? Apakah dia Enkidu yang membantu Gilgamesh?