Gilgamesh masih bertahan terhadap serangan Thot. Tentus saja manusia 2/3 dewa tidak akan sehebat dewa. Alma kali ini harus mengakui kalau dia kalah dari Herrscher. Tapi keliatannya tidak semudah itu Alma menyerah. Ia segera menghindari delapan vector dan menggunakan senjata laser tadi untuk menembak Herrscher.
BLARR! Hal itu tidak berguna. Herrscher dilindungi perisai energi. Tidak ada sedikitpun retak pada perisainya. Itu bukan perisai energi biasa. Itu adalah perisai energi buatan Herrscher yang dirancang khusus untuk menahan serangan seperti itu. Kemampuan teknologi ayahnya menurun pada Herrscher.
“Tidak mungkin! Laserku tidak berguna sama sekali,” Alma mengubah senjatanya menjadi palu listrik. Segera ia menghantam perisai tersebut dengan palunya. KRAK! Terlihat sedikit retakkan pada perisai tersebut. Herrscher menyadari hal itu dan segera menghindar.
“Ternyata perisaimu tidak mampu menahan hantaman paluku! Bersiaplah menerima seranganku berikutnya!” Alma melompat ke arah Herrscher. Dengan gaya angkuh, ia siap menghantam Herrscher.
Herrscher terlihat tenang melihat palu yang siap menerjangnya, “Stopping Time!”
Seketika waktu berhenti. Alma masih berada di udara dengan pose siap memukul Herrscher dengan palunya. Herrscher menghela nafas. Vectornya langsung menusuk badan Alma yang melayang di udara tanpa ampun. JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! Lubang bermunculan dari tubuh Alma yang saat ini tidak merasakan sakit karena terhentinya waktu.
“Time’s Up!” Seketika waktu kembali normal. Darah bermuncratan keluar dari lubang bekas vector tadi. Tubuh Alma bersimbah darah. Tusukan vector membuatnya mati kutu. Ternyata Herrscher dari tadi menyembunyikan kemampuannya. Ia sebenarnya tidak ingin menggunakan skill bila memang tidak dibutuhkan. Tapi untuk kasus kali ini, Alma sudah keterlaluan.
Herrscher menyudahi pertarungan ini. Ini pertarungan yang sangat tidak imbang. Alma bukan apa – apa bila dibandingkan Herrscher. Ia benar – benar seperti anak ayam yang melawan elang. Kekuatan Herrscher bukan tandingan Alma. Tubuhnya ambruk terkapar di atas tanah.
“Aku tidak menyerang organ vitalmu, kamu masih bisa selamat,” Herrscher meninggalkan Alma yang tertidur di tanah. Alma tidak sadarkan diri. ZAPPP
“Sudah kukatakan kepadamu. Janganlah kamu menyombongkan diri. Kamu hanyalah butiran debu di dunia ini.”
Ya, Karma kembali setelah Herrscher meninggalkan Alma yang bersimbah darah. Ternyata Karma menyaksikan pertarungan tersebut dari jauh. Ia sudah tahu akan terjadi kejadian tersebut. Tangan Karma mengeluarkan cahaya putih. Cahaya yang sangat hangat, dimana cahaya itu menutup luka – luka Alma. Lubang – lubang tersebut tertutup kembali dengan begitu cepatnya. Kini tubuh Alma telah sembuh, namun kesadaran Alma belum pulih. Karma meninggalkan Alma yang tertidur di atas tanah. Itu bukanlah tugas Karma untuk menunggu Alma siuman.
Kau lihat itu barusan? Dia bisa menyembuhkan Alma. Dia adalah entitas! Aku melihat sampingku, ternyata Wikutama masih ada. Tunggu, apa tadi dia menyaksikan pertarungan ini?
---------------------------
Kau tahu, Azazel? Tadi aku bermimpi bertemu diriku sendiri. Dia sedang membuat sebuah cerita yang sama denganku. Dia sangat mirip denganku, apalagi ruangannya juga sama dengan ruangan yang kupijak saat ini. Apa kau pernah merasakan hal yang sama? Melihat dirimu sendiri dalam mimpi. Serasa hal itu nya namun hanya mimpi.
Tidurlah, kau sudah kelelahan.
Aku kembali mengantuk, mataku perlahan terpejam. Pandanganku kembali hitam.
---------------------------
Lonceng kuningan dari Yogyakarta, yang kumodif dengan menambahkan Sigillum dei Aemeth, terus saja berbunyi. Padahal chime disebelahnya sama sekali tidak bersuara. Pertanda ‘mereka’ saat ini ada disekitarku. Aku tahu mereka disana, hanya saja aku tidak peduli.
Tepat setelah kutuliskan kalimat ini, suara lonceng tersebut tidak seintens tadi. Tampaknya ‘mereka’ membaca tulisanku ini. Hahaha, mereka tersinggung dan aku tetap tidak peduli.
Lonceng tersebut kembali berbunyi. Kini makin keras suaranya. Hahaha, kalian mau bermain denganku ternyata. Daripada kalian iseng seperti itu, kenapa tidak kalian bantu saja aku untuk menyelesaikan cerita ini?
“Kau, Sang Penulis?” tiba – tiba seseorang masuk ke dalam kamarku.
Aku tersenyum melihatnya, “Ya, akulah Sang Penulis.”
Dia tidak bisa melihat entitas disampingku. Sang Empat Huruf yang menjagaku setiap hari, dan menemaniku dalam membuat cerita ini. Orang tersebut adalah sosok dibawah dimensiku. Dia adalah karakterku. Tunggu, kurasa dia tidak cocok kusebut orang, aku akan menyebutnya entitas. Ternyata lonceng itu menandakan kalau ia akan datang ke ruanganku. Lonceng itu kini berhenti berbunyi.