Herrscher

Dark Specialist
Chapter #15

BAB 15 FIRUS

Apa yang dikatakan Veda memang tidak salah. Yudas harus waspada. Karena di sekitar mereka ada orang yang menguping pembicaraan mereka. Cewek yang mampu mendengar jarak jauh. Cewek yang adalah pacar Yudas.

Clove.

Clove semenjak tadi mendengarkan pembicaraan Yudas dan Veda. Percakapan tentang hubungan Yudas dan Nadna. Wajah Clove bagai terbakar api cemburu. Tentu sebagai pacar, akan cemburu bila mengetahui kekasihnya jalan dengan wanita lain. Apalagi sampai berhubungan intim. Bisa dibayangkan betapa cemburunya saat mendengar tiap kalimat obrolan Yudas dan Veda.

“Kau Clove kan?”

Suara asing ditelinga Clove memanggil namanya. Ia melihat cowok yang baru saja menyebut namanya itu. Cowok yang muncul di tengah ramainya para karyawan yang menikmati istirahat siang. Cowok yang tidak terlalu tampan, jauh tidak tampan dibandingkan dengan wajah Sky yang sempurna. Cowok itu datang mendatangi mejanya. Ia membawa nampan makanannya. Burger Big Size.

“Kau Clove kan?”

“Ya? Apa aku mengenalmu?” tanya Clove.

“Kamu tidak mengenalku, tapi aku mengenalmu. Aku tahu namamu dari Veda. Oya, perkenalkan aku Herrscher,” Herrscher memberikan jabatan tangan.

“Hai, Herrscher. Salam kenal juga. Aku Clove,” wajah Clove yang cemburu tadi seketika sirna tersenyum. Clove menerima jabatan tangan Herrscher.

“Boleh aku duduk disini?” Herrscher menunjuk kursi kosong di depan Clove.

“Oh, tentu silahkan...”

Herrscher dan Clove mulai berbincang memperkenalkan diri mereka masing – masing. Suara televisi terus menayangkan berita, menjadi backsound obrolan mereka.

Berita terkini, jumlah pasien meninggal akibat virus DV terus bertambah. Hingga kini telah ada 15.856.599 pasien meninggal.

“Kau dengar berita itu. Hampir tiap hari selalu berita yang sama. Berita kematian akibat virus DV, sampai bosan aku mendengarnya,“ Clove memulai pembicaraan yang serius.

“Aku mendengarkan.”

Hingga kini vaksin untuk virus DV masih terus dikembangkan. Pemerintah mencoba mencari alternatif lain dengan metode plasma darah. Plasma darah dari pasien yang telah mengalami peningkatan yang baik, diperkirakan bisa menjadi obat untuk virus ini.

“Akhirnya... mereka tidak hanya bergantung pada vaksin saja. Kenapa tidak diberitakan jumlah pasien yang sembuh ya?” tanya Clove.

“Kurasa akan membuat orang makin frustasi mendengarnya. Bila ternyata yang mampu bertahan atau sembuh dari virus itu hanya segelintir persen.” Herrscher memejamkan matanya. Menghela nafas. Seakan dunia seperti mau kiamat.

“Hm... kenapa pemerintah tidak melakukan tindak pencegahan ya? Sampai sekarang bahkan belum ada kebijakan untuk mencegah penyebaran virus,” tanya Clove lagi. Matanya kini melihat ke layar TV.

“Kebijakan seperti apa yang kamu mau? Bahkan metode penyebarannya saja tidak ditemukan,” Herrscher menyilangkan tangannya. 

“Benar juga,” Clove memegang dagunya. “Lagipula ini virus gaib. Susah dilacak sih.”

“Yang gaib sebenarnya hanya penyebarannya. Virusnya sendiri masih berwujud. Makanya mereka berharap bisa membuat vaksinnya.”

“Kok kamu tahu?” Clove heran.

“Kan aku juga meneliti virus ini.”

“Tunggu, aku tidak pernah melihatmu di kantor ini. Kamu kerja di lantai berapa? Di bagian apa?”

“Ah, kamu tidak perlu tahu.

Pemerintah saat ini tidak bisa mengetahui metode penyebaran virus ini. Diperkirakan virus ini menyebar tanpa media apapun. Hingga saat ini pemerintah belum bisa memberikan keputusan untuk langkah apa yang akan diambil untuk mencegah penyebaran virus ini.

“Nah, baru saja diomongin,” Clove tertawa.

“Sebenarnya repot juga ya, mereka melakukan penelitian untuk sesuatu yang terus berubah,” Herrscher menggeleng – gelengkan kepalanya.

“Maksudmu?”

“Virus ini mudah sekali bermutasi. Lagipula virus ini bisa menempel pada ACE2. Tentu mereka harus membuat obat yang bisa menghambat reseptor ACE2. Karena dengan cara itulah virus masuk ke sel manusia. Aku rasa ACE2 ada hubungannya dengan aktivasi gen. Mungkin karena dihidupkan oleh interferon.”

Tanda tanya mengelilingi kepala Clove. Berputar – putar. Clove tidak paham apa yang dikatakan Herrscher.

Herrscher melanjutkan kalimatnya, “Interferon sendiri berguna mengaktifkan sel kekebalan tubuh, juga membantu tubuh melawan infeksi. Seharusnya interferon mengganggu proses replikasi virus. Tapi dari yang kuteliti, virus ini bermutasi dengan mengambil keuntungan dari pertahanan alami sel inang. Ia membajak beberapa protein untuk digunakan sendiri.”

 “ACE2? Interferon? Ah jangan kau teruskan. Aku bukan peneliti. Pikiranku tidak akan sampai kesana. Kau tadi bilang meneliti virus ini kan?”

“Ya, kenapa memangnya?”

 Para peneliti mencoba mengumpulkan ratusan jenis sel dari paru – paru dan saluran hidung. Diperkirakan virus menyerang masing – masing organ tersebut. Mereka akan membandingkannya dengan sel organ yang tidak terpengaruh virus.

“Apa kamu juga meneliti untuk vaksinnya juga?”

“Tidak, kenapa memangnya?”

Peneliti menemukan protein yang digunakan virus DV untuk menginfeksi di sel paru – paru. Hal ini juga ditemukan pada sel lendir di saluran hidung.

“Oh kukira kau juga membuat vaksinnya.”

“Aku lebih suka kalau mengaktifkan makrofag untuk memakan virus – virus itu. Jadi dengan bantuan Limfosit yang punya sel T dan B, terciptalah antibodi yang cocok untuk virus. Memang proses terbentuknya cukup lama, sekitar 4 - 5 hari. Setidaknya, tidak ada ketergantungan terhadap obat. Toh dengan memori di sel T dan B, mereka akan memproduksi banyak antibodi bila virus itu kembali menyerang tubuh.”

“Hm... kenapa kau tidak bergabung dengan para peneliti saja?”

“Ah, aku tidak sehebat mereka. Toh, basicku bukan peneliti. Hahaha. Aku hanyalah butiran debu bagi mereka. Kalau ada di sana, mungkin aku hanya menjadi bahan guyonan mereka.”

“Kau hanya merendah. Sayang sekali, kamu orang yang tepat di tempat yang salah. Tidak seharusnya kamu disini. Bakatmu tidak akan berkembang.”

“Jangan begitu, mungkin itu sudah jalan yang harus kulalui. Pasti ada alasan kenapa aku harus di gedung ini.”

Sekian berita Jeda Siang hari ini. Terima kasih.

Tiba – tiba semua orang berdiri. Seperti itulah kebiasaan disana bila Sky datang. Para karyawan memberi hormat dengan membungkukkan badan mereka. Clove dan Herrscher melihat Sky dari kejauhan. Sky melangkah dengan penuh percaya diri, diikuti oleh para petinggi kantor. Sky menyapa para karyawan.

“Eh, bagaimana kalau kau minta Sky untuk mengsponsori penelitianmu?” Clove memberikan ide.

“Dia bussinessman. Tentu dia akan menggunakan penelitianku untuk hal komersil. Aku menolak bila hal itu dilakukan.” Herrscher menolak ide Clove.

Lihat selengkapnya