“Kamu kenal dia?” Yuri keheranan. Wajahnya seperti orang dungu.
“Tentu saja kenal. Kan dia dekat dengan Nadna!”
“Eh?!” Yuri tidak tahu kalau Herrscher bahkan kenal dengan Nadna.
“Kau harus menelepon Nadna. Ah, jangan. Biar aku saja. Akan menjadi kejutan bila ia tahu kamu di sini.”
---------------------------
Nadna... ada telepon dari Zuna!
Suara telepon itu membangunkan Nadna dari tidurnya. Ia terlalu lama menunggu Herrscher sampai ia tertidur. Ia belum melihat Herrscher pulang. Carbonara di meja, kini benar – benar dingin. Nadna mengangkat teleponnya.
“Ya, halo! Zuna ada apa kau meneleponku?”
“Nadna, kamu sedang tidak sibuk kan?” tanya Zuna.
“Ya, aku sedang menunggu Herrscher. Ada apa?”
“Sepertinya percuma kau menunggunya. Lebih baik kamu segera ke rumah sakit sekarang. Toh Herrscher juga ada di sini...”
“Rumah sakit? Ada apa? Siapa yang sakit?” emosi Nadna meledak – ledak. Ia takut jikalau apa yang ia firasatkan sejak tadi siang adalah benar kenyataanya. Ia takut terjadi hal buruk pada Herrscher.
Zuna terdiam sejenak. Ia heran dengan respon Nadna, “Lebih baik kamu segera ke sini sekarang.”
“Baik! Kalian di mana sekarang?” Nadna bangkit dari kursinya.
“Kami ada di Galaxy Hospital. Kamar R-301. Cepatlah kemari!” perintah Zuna.
“Tunggu, aku segera kesana!” Nadna menseting jam tangannya. Ia segera melakukan teleport. Ia tidak peduli bila ia tidak bisa kembali ke rumah Herrscher.
ZAPPP
Nadna melakukan teleport menuju Galaxy Hospital.
--- Jag hörde en nostalgisk. ---
---------------------------
BRAKK!
Pintu kamar R-301 terbuka dengan tiba - tiba. Nadna telah datang. Ia melihat tubuh Herrscher penuh balutan yang berwarna merah. Herrscher tampak seperti orang tertidur. Nadna tidak bisa menahan air matanya. Ia berjalan perlahan mendekati Herrscher. Tangannya menutupi mulutnya, seakan menahan suara isak tangis.
“Herrscher, apa yang terjadi padamu?” suara Nadna terdengar kacau.
“Kondisi Herrscher kritis. Dia ditemukan dengan kondisi berlumuran darah. Terdapat beberapa luka tembak di badannya. Sepertinya ada orang yang mengincar nyawanya,” Zuna langsung menjawab pertanyaan Nadna, “Untunglah, Yuri datang tepat waktu dan segera menolong Herrscher.”
Nadna langsung menoleh ke arah Yuri. Ia baru sadar jika sahabatnya yang telah lama hilang, kini datang menemuinya. Nadna melihat Yuri bermandikan darah yang sudah mengering. Nadna menatap Yuri lega, karena sudah berhasil hidup kembali, dan tatapan terimakasih, karena telah menolong Herrscher. “Yuri… terima kasih…”
--- Sång någonstans långt borta. Den rörde djupt i mitt hjärta. ---
Nadna mulai mengeluarkan air mata. Zuna melihat hal itu.
“Tenanglah, Nadna. Ia sudah berada dalam penanganan yang tepat. Kita tinggal menunggu Herrscher sadar,” Zuna berusaha menenangkan Nadna yang tampak emosional.
“Kapan ia akan sadar dari komanya?” Nadna bertanya pada Zuna.
“Dokter yang aku temui mengatakan kepadaku, kemungkinan besar, Herrscher baru bisa siuman setelah satu bulan,” jawab Yuri.
Zuna menepuk dahinya, “Astaga, kita akan kehabisan waktu. Akan banyak orang yang mati selagi menunggu Herrscher sadar.”
Tangis Nadna pecah. Tangan Nadna menggenggam tangan Herrscher. Baru pagi tadi dia tidur seranjang dengan Herrscher. Kini dia harus melihat Herrscher terbaring tak berdaya.
Zuna melihat hal itu. Ia merasakan kalau Nadna kini memiliki rasa terhadap Herrscher. Cinta yang dulu pernah hilang dari hati Nadna.
“Tunggu. Nadna, apa hubunganmu dengan Herrscher sudah sejauh itu?” tanpa sadar Zuna membaca isi pikiran Nadna.
Nadna hanya terdiam. Air matanya terus mengalir. Ia tidak berani berkata bahwa hubungannya dengan Herrscher, tidak lagi sekedar menjadi orang yang membantu Herrscher. Kini hubungan Nadna dan Herrscher jauh lebih dalam. Jauh menggunakan perasaan daripada sebelumnya. Dia tidak ingin kehilangan cinta untuk kesekian kalinya. Nadna tidak menjawab pertanyaan Zuna, tapi ia membiarkan Zuna membaca pikirannya. Nadna tidak peduli dengan isi pikirannya, yang sudah seperti buku terbuka bebas bagi Zuna.
Zuna yang membaca pikiran Nadna terlihat biasa saja. Ia tampaknya sudah tahu kalau ini akan terjadi. Perlahan akan muncul rasa ingin memiliki Herrscher pada diri Nadna.
--- En ung styrka. Talade om livets sång. ---
“Wah tidak disangka. Ternyata hubungan kalian sudah sejauh dan secepat itu,” Zuna tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
“Memangnya… hubungan yang seperti apa?” tanya Yuri keheranan.
“Nadna adalah pacar Herrscher,” Zuna langsung menjawab pertanyaan Yuri.
Jawaban Zuna membuat Yuri terkejut. Ia tidak menyangka kalau dirinya dan Nadna akan menyukai orang yang sama. Kini hatinya bergejolak. Entah rasa iri atau rasa tersaingi.
“Bu – Bukannya kamu menjalin hubungan dengan Yudas? Bagaimana bisa kamu mengenal Herrscher,” Yuri tidak percaya dengan apa yang di dengar. Yuri berpikir kalau Nadna masih mendekati Yudas, seperti yang Nadna ceritakan terakhir kali.
“Aku sudah lama tidak berhubungan dengan Yudas. Semenjak aku menemukanmu tidak bernyawa…” Nadna terdiam. Dia tidak ingin mengingat kejadian gentir itu. “Sejak saat itu aku bertengkar dengan Yudas. Aku keluar dari rumahnya dengan kondisi sakit. Kurasa aku sudah terkena efek virus itu. Waktu di jembatan, aku merasakan ajalku semakin dekat. Herrscher datang menolongku. Sejak itu hubunganku dengan Herrscher makin dekat,” Nadna menjawab pertanyaan Yuri di sela isakan tangis.
“Dan akhirnya mereka berdua berpacaran. Bahkan sudah tidur Bersama. Sungguh tidak kusangka secepat ini…” Zuna menambahkan dengan nada mengejek. Tapi Nadna tidak peduli.
“Hm... aku bingung,” Yuri ingin kejelasan dari Nadna.
“Sejak hari itu aku selalu berada di rumahnya. Aku menemaninya untuk mencari antivirus untuk virus yang kini melanda,” suara Nadna tampak getir. Ia mengingat kenangannya bersama Herrscher. Serpihan mangkuk yang ia pecahkan menjadi pertanda akan firasat buruknya.
Yuri tidak menyangka banyak yang terjadi ketika dia pergi. Padahal Yuri yang lebih dahulu bertemu dengan Herrscher. Yuri juga yang terlebih dahulu ditolong oleh Herrscher. Tapi… ketika dirinya melaksanakan tugas, Herrscher dan Nadna malah berpacaran… dan bahkan sudah tidur bersama. Bukankah tidak adil jika Nadna yang akhirnya mendapatkan hati Herrscher?
“Tidak mungkin...”