Di ruang Zuna.
Herrscher, Nadna, Yuri, dan Zuna berada dalam ruangan tersebut. Mereka membicarakan hal yang serius terkait dengan virus. Wajah mereka sangat tidak santai sama sekali, kecuali Yuri. Yuri tidak mengerti perkembangan dunia ketika ia menjalankan tugasnya, karena ia berada di alam berbeda.
“Zuna, apakah kamu tidak mau mencoba menggunakan kemampuan retrokognisimu untuk melihat siapa yang membangkitkan Marbas?” Herrscher menyuruh Zuna. Matanya menatap tajam. Ia berharap Zuna mau melakukan hal itu.
“Tidak bisa, Para Supra sudah pernah melakukan hal itu. Dan mereka semua gagal,” tolak Zuna. Ia tidak yakin bisa melakukan retrokognisi untuk menemukan virus tersebut.
“Kalau dulu Para Supra terombang – ambing dengan ketiadaan filter. Sekarang kamu bisa melakukan retrokognisi berdasarkan informasi dari Marbas, bukan?” Herrscher meyakinkan.
“Aku tidak yakin. Lagipula media apa yang bisa kugunakan untuk melakukan hal itu. Aku tidak memiliki media apapun terkait Marbas,” Herrscher masih kukuh menolak.
“Bagaimana dengan bukumu itu? Kau bilang dia bisa dibangkitkan dengan mantra dan segel yang terdapat pada buku itu, bukan?”
Zuna bingung menjelaskan pada Herrscher, ”Herrscher, tampaknya kamu belum mengerti hal ini. Tentu saja buku yang ia gunakan untuk membangkitkan Marbas, bukanlah buku yang kupegang. Tidak mungkin aku menggunakan bukuku sebagai pengganti buku milik orang itu.”
“Apa perlu dirimu kusuntikkan virus supaya kamu punya media untuk retrokognisi?”
“JANGAN MACAM – MACAM KAMU, HERRSCHER!” Nadna marah mendengarnya.
“Aku cuma bercanda, Nadna,” Herrscher tertawa melihat reaksi Nadna.
“Itu tidak lucu!” muka Nadna cemberut.
“Aku tidak sejahat itu, Nadna. Aku bisa memberikan Zuna sampel darah yang berisi virus DV. Itu bisa Zuna jadikan media untuk melakukan retrokognisi,” Herrscher tertawa.
“Kurasa hal itu memungkinkan. Aku tidak memikirkan cara itu,” ucap Zuna.
Herrscher mengacak – acak rambut Nadna, ia suka melihat Nadna jengkel padanya. Yuri yang melihat adegan itu hanya bisa membatin. Ia ingin berada di posisi Nadna. Herrscher mencium kening Nadna. Zuna memikirkan usulan Herrscher. Ia akan mencoba melakukan retrokognisi nanti. Zuna berharap ia bisa melakukan retrokognisi ke masa Marbas dibangkitkan.
---------------------------
Di ruang meditasi, Zuna mencoba melakukan retrokognisi berbekal tabung kaca berisi darah yang mengandung virus. Ia memegang tabung itu dan mulai mengeksekusinya. Ia melakukan meditasi.
Zuna menuju ke masa lalu. Berkas – berkas cahaya melaju disekitarnya. Sangat indah. Zuna merasakan sensasi yang tidak terlalu cepat karena memang virus tersebut bukan berasal dari masa yang sangat lampau. Perlahan cahaya tersebut melambat.
Kau cukup merepotkan ternyata!
Sebuah tangan besar menghantamnya. Kali ini ia tidak terlempar kembali ke tubuh fisiknya. Zuna merasa dirinya terlempar ke dimensi lain. Dimensi yang belum pernah ia kunjungi. Zuna jatuh di dimensi tersebut. Tubuhnya melayang. Ia kini seperti berada di sebuah galaksi. Dari situ ia melihat sebuah planet. Planet tersebut seakan menyuruh Zuna untuk mendatanginya. Planet yang sangat mirip dengan dunianya. Namun lebih berwarna hijau. Zuna segera bergerak ke planet tersebut.
Zuna menembus lapisan atmosfer planet tersebut. Sesampainya ia mendarat di planet itu. Zuna mencoba mengelilingi salah satu sisi planet, hingga tiba di suatu kota. Zuna melihat suasana kota tersebut seperti masa lalu. Jaman yang tidak secanggih dunianya. Zuna berhasil melakukan retrokognosi. Tapi ia terlalu jauh mundur ke belakang masa. Jaman yang masih berupa kerajaan, bukan negara.
Zuna terus berkeliling hingga ia menemukan seseorang yang sepertinya pernah ia kenal. Orang itu sangat mirip dengan Veda. Zuna segera mendatangi orang itu. Ia melesat dan kini berada di depan orang itu. Orang itu melihat kehadiran Zuna dan memberikan salam kepadanya. Zuna terheran. Bagaimana bisa dia bisa melihat Zuna yang dalam keadaan berupa tubuh astral.
“Kamu bisa melihatku?” tanya Zuna.
“Tentu aku bisa melihatmu. Kamu pasti bukan berasal dari sini. Apakah kamu tersesat ke masa ku?” tanya orang itu.
“Sepertinya iya, tadi aku melakukan retrokognisi. Lalu sebuah tangan besar menghantamku hingga aku melihat planet ini. Planet ini seperti memanggilku. Aku pun datang kesini. Aku tidak tahu ini sebenarnya dimana. Mungkin aku terlempar terlalu jauh. Aku tidak tahu ini dimensi yang berbeda atau hanya masa lalu duniaku.”
Zuna merasakan hawa orang yang mirip Veda di jaman ini jauh lebih bijak daripada Veda yang berada di dunianya.
“Oh, begitu ceritanya...” orang itu menganggukan kepalanya.
“Kamu sangat mirip dengan seseorang di duniaku. Namanya Veda. Bolehkah kutahu siapakah namamu?” tanya Zuna.
“Aku Wessen, siapakah dirimu?”
“Perkenalkan, aku Zuna. Seperti katamu aku bukan berasal dari dunia ini.”
“Hmm... tadi kau bilang kalau di duniamu, kamu melihat seseorang yang melihatku, bukan? Aku rasa dia adalah reinkarnasiku. Apakah duniamu terlihat lebih maju daripada disini?”
“Benar, di duniaku, semua teknologi jauh lebih canggih daripada disini. Bagaimana kamu tahu kalau dia adalah reinkarnasimu?” Zuna heran dengan pertanyaan Wessen.
“Tampaknya proses samsara yang kujalani belum berakhir. Aku masih harus menyelesaikan masalah di duniamu. Kurasa tangan itu memang sengaja mengarahkanmu ke sini. Agar dirimu bisa bertemu denganku.”
Zuna berpikir sejenak. Apa yang dikatakan Wessen bisa jadi memang benar, “Kau benar. Kalau begitu, tugas apa yang sedang kau kerjakan di dunia ini.” Zuna penasaran.
Wessen menceritakan apa yang sedang ia selesaikan di dunianya. Ia memiliki tugas untuk membangun kesadaran tiap manusia. Ia harus menyadarkan manusia di dunianya agar terbebas dari ilusi dewa – dewi. Ia bertugas membuat manusia mengembangkan potensi sifat luhur yang mereka miliki. Zuna melihat tugas Wessen seperti cikal bakal Para Supra. Tentang kesadaran.