Hesti masih berbaring malas di kasurnya. Bahkan pakaian kerjanya pun belum diganti. Demi teringat sesuatu, sekelebat dia terduduk lalu menyandar ke dinding dan mengambil ponsel dari dalam tas. Mencoba untuk melupakan persoalan yang sedikit mengganggu pikirannya. Wajahnya terlihat begitu serius dan antusias. Dia membuka kembali postingan tutorial make up yang belum sempat dilihatnya lagi, karena tadi mereka terlalu sibuk melayani orang-orang yang ingin membeli kartu.
Perempuan itu membuka satu persatu video tutorial yang telah direkomendasikan Rina. Memperhatikan setiap instruksi yang diberikan dalam video dengan saksama. "Ooo ... ternyata make up itu ada waktunya segala. Kalo pagi cocoknya begini, siang begini trus malam lain lagi. Lalu mesti disesuaikan dengan tema acara yang mau kita hadiri dan harus selaras juga dengan pakaian yang akan kita kenakan! Ya Allah ... ribet juga ya?" Hesti berkata lirih sambil menggigit kuku jempolnya sementara matanya tak berpaling sedetik pun dari ponsel.
Ah, ngga papa ribet. Yang penting, aku harus balas pandangan mata yang mencibiriku tadi. Aku akan buktikan kalo aku bisa membuat mereka kagum, tak lagi mencemoohku. Untuk itu aku perlu semua peralatan dan kosmetik yang digunakan dalam video ini agar aku bisa belajar dengan sempurna."
"Nuuur ... Nuruuul!" Hesti berteriak memanggil Nurul dari kamarnya. Tapi tak ada sahutan yang terdengar. "Duh, mana nih anak, ngga denger dia apa?"
Merasa kesal karena panggilannya tidak disahuti, Hesti berjalan tergesa ke luar dari kamarnya dan mendapati Nurul sedang membilas kain di kamar mandi. "Eh, budeg! Kamu ngga denger aku manggil?"
"Apa sih, Mbak? Aku kan lagi nyuci. Suara air kran sama bilasan, kenceng, ya ngga denger aku." Nurul menjawab tanpa emosi sambil menutup kran air. Dia telah kenal adat kakaknya itu bila punya sesuatu yang diinginkan. Alih-alih meminta baik-baik, Hesti memilih meminta dengan cara paksa. Karena menurutnya meminta dengan baik-baik, akan terkesan seperti pengemis. Aku ini kakakmu, bukan pengemis!
"Ellleeh, alesan. Bilang aja kamu takut aku mintai duit lagi. Dasar muka pucat!"
"Hesti! Kamu kok ngomongnya kasar banget. Kamu ngga kasian sama adikmu, udah capek-capek kerja buat biaya hidup kita, tapi masih juga kena marah. Ngga baik! Allah juga marah kalo kamu keterlaluan seperti itu." Husna yang sedang memasak di dapur, menguping pembicaraan dua kakak beradik itu.
"Ah, Emak, selalu aja belain dia."
"Bukan belain, emak cuma ngga mau kamu sampai berbuat semena-mena sama adikmu."
"Jadi, Emak menganggap aku ini kejam, gitu?" Hesti makin sewot karena keinginannya dihadang oleh emaknya.
Nurul iba melihat Hesti dimarahi emaknya, lalu dia keluar dari kamar mandi dan masuk ke kamarnya sendiri. Tak lama kemudian dia keluar dan memberikan apa yang diinginkan Hesti yaitu beberapa lembar uang kertas berwarna merah.
"Segini cukup, Mbak?" katanya sambil menyerahkan uang itu ke tangan Hesti.