Hari Minggu biasanya digunakan untuk goleran di atas kasur oleh Laras, namun tidak kali ini. Ia dipaksa bangun untuk pergi ke pasar. Apalagi jika bukan karena mamanya ingat tentang janjinya memasak untuk Dipta.
Laras mengembuskan napas panjang, jujur, dia ingin melupakan agenda masak sop setelah kedatangan Pradipta ke rumahnya dua hari yang lalu. Lebih cepat, lebih baik, begitu kata mamanya untuk memaksanya tadi pagi.
"Kenapa harus sekarang? Kan jadinya aku nggak bisa me time. Ini hari Minggu loh, Mama."
"Heleh, tiap hari kamu tiduran emang masih kurang? Kalau nggak ada kelas kamu juga akan seharian tiduran sambil main hp, pulang kuliah juga tiduran sambil main hp. Padahal, Mama nggak minta bantuan kamu untuk beres-beres rumah. Iya, apa iya? " sindir mamanya, membuat Laras meringis karena itu benar adanya.
"Iya, sih, Ma. Tapi Minggu itu beda, Ma."
"Nggak bisa. Kamu harus ikut ke pasar dan mulai belajar masak."
"Sop doang."
"Iya, sop doang tapi kamu nggak bisa."
"Udah ah, nggak bisa menang kalau debat sama Mama," gerutu Laras yang kemudian mengambil kunci mobil dari laci.
"Ngapain naik mobil?"
"Katanya mau ke pasar, gimana sih, Ma?"
"Ya, ke pasar, tapi kita naik motor. Biar bisa nyalip-nyalip dan nggak kena macet."
"Nanti bawaannya banyak gimana?" protes Laras yang membayangkan betapa riwehnya nanti.
"Ya, tinggal di gantung di depan toh, Mama juga tangannya dua bisa bawa semua," ujar mamanya tak mau kalah.
Laras hanya bisa pasrah, mengikuti apa keinginan mamanya. Percuma membantah. Mereka akhirnya berangkat juga ke pasar Gede yang ada di dekat alun-alun. Tentu sampai di sana pasa sudah tak begitu ramai, mengingat mereka sedikit kesiangan.
"Ma, ada ikan nila gede," tunjuk Laras saat melewati pedagang ikan.
"Kamu mau?"
"Iya, Dipta suka nila goreng," Laras tersenyum lebar mengingat salah satu makanan kesukaan sahabatnya itu. Mamanya hanya bisa geleng kepala melihat sikap Laras. Yang ada di pikirannya hanya Dipta, tapi bilangnya nggak pacaran.
"Ya sudah, Mama beli."
Sayur-sayur segar, daging ayam, telur, juga beberapa bumbu dapur yang sudah habis diborong oleh mamanya. Setelah hampir dua jam mengitari area pasar, Laras dan mamanya keluar dengan dua kantung besar di tangan masing-masing.
"Ini gimana bawanya? Harusnya kita tadi bener bawa mobil, Ma," protes Laras yang bingung menata kantong belanjaan di motornya.
"Ngeluh lagi, ngeluh lagi. Yang minta beli ini-itu tadi siapa? Keluarin motornya, Mama aja yang bawa."
Laras memajukan bibirnya beberapa senti, menunjukkan sedikit keberatannya, lalu dia mengeluarkan motornya dari parkiran. Membiarkan mamanya menata belanjaan, lalu segera pulang karena cuaca terik semakin siang.
***
"Kamu mau pergi abis ngerjain ini?"
Pradipta yang sedang mengeluarkan beberapa pot bunga di halaman, menoleh mendengar suara bundanya keluar dengan membawa satu teko teh manis yang diletakkan di atas meja teras.
"Iya. Kenapa, Bun?"
"Nggak apa-apa sih, tumbenan dari pagi udah nyiram bunga, nyuci motor, sama beresin kandang kucing. Kamu mau ke mana?"
Meletakkan pot terakhirnya di halaman agar terkena sinar matahari, Pradipta melepas sarung tangannya, berjalan menghampiri bundanya. "Nggak pergi ke mana-mana sih, Bun. Ke rumah Laras aja nanti."
"Laras lagi, Laras terus, kamu ini. Sebenernya kalian pacaran nggak, sih?"
Pradipta yang sedang menuang teh, seketika menghentikan gerakan tangannya begitu mendengar pertanyaan bundanya. "Kenapa Bunda tiba-tiba nanya begitu?"