Hey Friend, Let's Not Fallin' In Love

Rie
Chapter #6

Bab 6. Tanggung Jawab

Rasa sakit, juga nyut-nyutan di lututnya akibat goresan dengan trotoar, membuat Laras mengerang pelan. Kakinya masih tertimpa badan motor, orang-orang yang berada di situ langsung dengan sigap membantunya mengangkat motor yang menimpa kakinya.

"Mbak, ada cedera parah?"

"Ada luka lain yang dirasa, Mbak?"

Beberapa orang menanyainya dengan khawatir melihat celana jeans-nya robek memperlihatkan lututnya yang berdarah. Belum lagi sikunya yang ternyata juga berdarah karena menumpu berat badannya saat terjatuh tadi.

"Mbak, saya antar ke Rumah sakit, ya?" tawar seorang ibu-ibu yang kini menepuk-nepuk punggungnya pelan.

"Nggak usah, Bu. Terima kasih, saya nggak apa-apa."

Laras tersenyum meski dia sudah merasakan ngilu pada kakinya. Dia beringsut pelan, mencoba untuk berdiri, namun begitu kaki kirinya menapak di tanah, rasa ngilu luar biasa membuatnya tersungkur lagi.

"Mbak, astaga! Jangan dipaksain, saya antar ke Rumah sakit aja. Motornya biar dibawa ke bengkel sama anak saya."

Orang-orang menyarankan hal yang sama agar dia menerima bantuan si ibu. Laras merasa bingung, dia tidak mau merepotkan orang lain, namun dia tiba-tiba ingat kalau Pradipta sedang tidak ada untuk dimintai tolong.

Baru akan menjawab si ibu untuk memanggilkannya taksi saja alih-alih mengantarnya, tiba-tiba kerumunan kecil yang mengelilinginya itu terbuka karena ada seseorang yang menyeruak maju mendekat, mengalihkan atensinya.

"Kamu?" Laras menatap frustasi seseorang yang wajahnya masih dia ingat karena pertemuan tak menyenangkannya tadi pagi. Seseorang yang tak ia harapkan akan ia lihat sekarang.

Askara, pemuda itu berdiri menjulang di antara kerumunan orang dengan satu tangan membawa helm. Menatap Laras dengan tatapan datar.

"Ikut saya."

Tiba-tiba Askara berjongkok, menjajarkan dirinya dengan Laras, kemudian menarik lengan Laras untuk berdiri.

"Kamu ngapain, sih? Sakit!"

"Mas ini temannya si Mbak?" tanya si Ibu tadi pada Askara, yang tak dijawab oleh cowok itu. Namun kemudian ia berkata dengan suara dingin.

"Saya yang akan bawa dia ke Rumah sakit."

Ibu tadi ber'oh' pelan sambil mengangguk, dilihat dari ekspresinya si Ibu terlihat ragu, namun tidak berani bicara lagi. Orang-orang perlahan membubarkan diri meninggalkan Laras berdua dengan Askara.

"Maksud kamu apa? Lepasin tanganku."

Dan Askara benar-benar melepas genggamannya pada lengan Laras, membuat gadis itu langsung terhyung karena satu kakinya yang ngilu tak bisa menahan berat tubuhnya.

"See? Lemah tapi belagu."

Askara kembali menarik lengan Laras sebelum gadis itu jatuh di trotoar lagi Memapahnya agar bisa berdiri tegak. Askara menghentikan taksi lalu memaksa Laras masuk.

"Tolong antar ke Rumah sakit Mulia, Pak."

"Hei, aku nggak perlu ke Rumah–" Laras menghentikan ucapannya ketika pandangan tajam Askara terarah lurus padanya.

"Saya akan ikuti taksi Bapak dari belakang." Tanpa mengatakan apapun lagi, Askara menutup pintunya lalu meminta si bapak sopir taksi untuk segera pergi.

Laras yang dalam waktu singkat itu belum sempat mengatakan apapun, langsung menoleh melihat sosok Askara dari kaca belakang. Cowok itu masih berdiri di sana menatap taksinya yang mulai menjauh.

"Pak, tolong antar saya ke Jalan Serayu Indah, saja."

Si bapak sopir menoleh sekilas, menatap sosok Laras yang berantakan dan penuh luka. "Tapi Mbaknya luka, sebaiknya diobatin dulu, Mbak. Saya juga nggak enak sama Masnya tadi kalau nanti menyusul ke Rumah sakit."

Ingin menolak, tapi Laras merasakan kakinya semakin nyut-nyutan. Baiklah, dia harus mengobati lukanya. Soal si Askara, sebaiknya dia mengabaikannya, meski dia penasaran apa tujuan Askara tadi yang tiba-tiba datang untuk menolong atau hanya kebetulan saja.

Ah! Motor! Bagaimana nasib motornya tadi?

Lihat selengkapnya