Debar jantung yang masih menderu disertai napas tersengal dan keringat bercucuran, membuat Laras tampak sangat kacau. Dadanya terasa sakit karena saking cepatnya jantungnya berdetak. Berulang kali dia mencoba mengambil napas panjang lalu mengembuskannya pelan, namun rasa takut dan kepanikan itu tak kunjung mereda.
Ia duduk tak berdaya di depan ruang IGD. Tubuhnya lemas begitu sampai di Rumah sakit setengah jam yang lalu. Askara langsung mendapat penanganan setelah Om Yusuf ikut menjelaskan kondisinya kepada para petugas medis.
"Laras, bisa tolong menghubungi keluarga teman kamu ini? Ada tindakan yang membutuhkan persetujuan wali pasien," ucap Om Yusuf begitu keluar dari IGD, beliau sudah mengenakan kembali seragam tugasnya. Om Yusuf adalah dokter bedah tulang di Rumah sakit ini. Tadi, Beliau sedang dalam perjalanan pulang dari jadwal Rumah sakitnya saat dicegat oleh Laras di jalan.
Mendengar itu, Laras menggeleng cepat. "Maaf, Om. Laras nggak tahu informasi keluarganya. Ponsel Laras juga mati karena habis baterai, Laras nggak tahu rumahnya di mana." Sejenak, hening menyelimuti setelah Laras menjawab, gadis itu berpikir cepat dirayapi kepanikan. Om Yusuf kemudian menghela napasnya panjang, menatap Laras tampak bimbang.
"Memangnya apa yang terjadi, Om? Apa keadaannya sangat parah?"
"Bisa dikatakan begitu. Kamu betulan tidak tahu apa yang terjadi padanya?" Laras kembali menggeleng sebagai jawaban. Om Yusuf mengangguk pelan, raut wajah beliau tampak serius.
"Ia mengalami demam akibat luka-luka di tubuhnya. Selain luka di wajahnya, ditemukan luka lain di tubuhnya yang seperti akibat dari pemukulan secara brutal."
Laras menutup mulutnya tak percaya, mendengar penjelasan Om Yusuf. "Maksudnya, dia baru saja dipukuli orang?"
"Sepertinya begitu. Lukanya masih tergolong baru, artinya ia baru mendapatkannya hari ini atau kemarin. Ada luka robek di pinggangnya. Ia hanya menahan nyerinya tanpa mengobati, itu yang membuat tubuhnya demam. Selain itu, juga ada patah tulang di rusuknya. Itu yang mengharuskan kami meminta persetujuan wali untuk mengambil tindakan operasi sebelum berakibat fatal yang dapat merusak organ vital di sekitarnya. Ini sudah bisa dikatakan nyaris terlambat karena ia tidak segera mendapatkan penanganan langsung setelah patah."
Laras bingung, ia tidak tahu sama sekali tentang Askara. Bagaimana ini?
"Om, gimana? Laras benar-benar nggak tahu informasi keluarganya. Tolong selamatkan dia, Om." Laras meminta tolong pada pada Om Yusuf, ia takut terjadi hal buruk pada Askara. Apalagi pemuda itu sempat akan melakukan hal gila di jembatan tadi.
Om Yusuf kembali menatap Laras, satu tangannya terulur mengusap kepala Laras dengan lembut dan menenangkan. "Apa kamu benar-benar mengenal dia? Sampai kamu mau Om menyelamatkan dia?"
Gadis itu mengangguk tanpa ragu. Mungkin ia baru bertemu Askara empat kali, namun ia merasa pemuda itu bukan orang jahat. Ia tak pernah menduga, keadaan Askara yang ternyata jauh lebih buruk dari dugaannya. Sebagai manusia bukankah sudah seharusnya menyelamatkan nyawa sesama?
Apa semua rasa sakit ini yang membuat Askara ingin menjatuhkan dirinya dari jembatan dan nyaris mengakhiri hidupnya seperti tadi?
"Keyakinan Om sekarang, teman kamu mengalami penganiayaan sebelumnya. Ada banyak resiko yang akan terjadi setelah tindakan medis dilakukan. Apalagi jika nanti berkembang menjadi sebuah kasus. Saat ini kita tidak bisa menghubungi walinya, jadi kita tidak bisa sembarangan."