Hey Friend, Let's Not Fallin' In Love

Rie
Chapter #15

Bab 15. Make a Friend?

Pagi-pagi Laras sudah bersiap-siap rapi, padahal hari ini kelasnya dimulai siang. Melihat putrinya yang sibuk, mama Laras geleng-geleng kepala. Sudah hapal apa yang akan dilakukan putrinya selain pergi kuliah.

"Mau pergi sama Pradipta?"

Laras yang sedang mengelap helm-nya, menoleh pada sang mama. "Nggak, Dipta kelas pagi hari ini."

"Lah, terus kamu mau ke mana? Tumben dandan rapi tapi nggak sama Pradipta."

Senyuman simpul Laras berikan kepada mamanya. "Ya, emangnya Laras nggak boleh dandan kalau nggak sama Dipta? Aku mau ke toko buku, Ma. Nanti pulang lagi kok, sebelum ke kampus."

Mama Laras menghentikan kegiatannya yang sedang memeriksa laporan dari kantor suaminya itu, menatap Laras dari ujung kepala sampai kaki. "Mau kencan sama siapa?"

"Mama, ih! Kenapa dari tadi kencan terus, sih. Aku cuma mau jalan bentar, sendirian. Curigaan banget sama anaknya."

"Biasanya kalau pergi sendirian kamu nggak akan serapi ini. Paling banter pake hoodie sama pakai masker. Gimana Mama nggak curiga? Selingkuh kamu dari Pradipta?"

"Mamaaaa, astaga! Laras cuma lagi kepengen dandan aja. Lagian selingkuh apanya, aku sama Dipta nggak pacaran." Laras menggeleng tak percaya pada penilaian mamanya. Selesai membuat helm-nya kinclong, Laras beranjak pergi.

"Ya, udah, aku berangkat dulu ya, Ma." Pamitnya menghampiri mamanya lalu cium tangan.

"Jangan aneh-aneh ya kamu sama mantu Mama."

Memutar matanya, Laras memeluk mamanya gemas. "Tau, ah!" Lalu dia segera keluar rumah menggunakan motornya sebelum hari semakin siang.

Tujuan pertamanya adalah tempat fotokopian Bang Reza. Iya, sih arahnya sama dengan kampus, dia bisa sekalian nanti berangkat tanpa perlu repot bolak balik begini.

"Pagi, Bang Reza."

"Oh, Mbak Laras, sendirian aja, mana Mas Diptanya?" Kan, tukang fotokopian aja sampe hapal saking seringnya kalau dia ke sini sama Pradipta.

"Diptanya ada kelas pagi, Bang," jawab Laras yang diangguki oleh Bang Reza. "Eh, maaf Bang, aku mau nanya. Beberapa hari lalu ada dompet ketinggalan nggak, Bang?"

"Dompet? Punya Mbak Laras?" Bang Reza langsung celingukan bingung. "Kayaknya nggak ada dompet cewek ketinggalan deh, Mbak."

"Oh, bukan punya saya, Bang. Punya temen cowok. Di dalemnya ada kartu identitasnya, namanya Askara." Laras buru-buru menjelaskan sebelum Bang Reza salah paham.

"Dompet cowok?" Bang Reza menelengkan kepalanya, lalu beranjak menuju rak mejanya dan membuka laci. "Ada sih, Mbak. Tapi Abang lupa namanya. Ini saya buka ya, Mbak."

Bang Reza membuka dompet kulit itu di depan Laras. Benar saja, ada kartu mahasiswa dengan nama Askara di dalamnya. Laras menghela napasnya lega.

"Bener yang ini, Mbak?"

"Iya, Bang. Boleh saya bawa? Soalnya Askaranya lagi nggak ke kampus, Bang. Jadi suruh saya ambilin." Laras tersenyum tipis, dia harus sedikit bohong lagi soal Askara. tapi memang benar adanya, kan. Askara menitipkan dompet itu padanya untuk diambil.

"Oh, iya, Mbak. Bawa aja. Saya tungguin dari kemarin kok nggak ada yang nyari. Ini saya nggak ambil atau buka-buka isinya ya, Mbak. Silakan dicek dulu."

Laras kembali membuka dompet Askara dan memastikan isinya sama seperti yang dikatakan pemuda itu padanya. "Udah bener, Bang. Makasih, saya bawa dulu, ya." Pamitnya berterima kasih kemudian pergi dari toko Bang Reza.

Lihat selengkapnya