Aku hanya menghabiskan waktuku di rumah sepanjang hari kemarin. Aku sama sekali tidak keluar rumah. Sepanjang hari ku habiskan waktuku hanya di dalam kamar membaca novel. Sesekali hanya keluar kamar sewaktu ayahku mengajak makan bersama dengan suasana yang canggung. Setiap hari selalu merasa hal yang sama namun kali itu benar-benar merasa sangat berbeda, kecanggungan terasa bertambah ratusan kali lipat dari yang di bayangkan. Aku sampai-sampai tidak bisa menelan semua makanan ku.
Aku tidak tahu sudah berapa banyak waktu yang ku habiskan dengan ibuku. Aku bahkan tidak terlalu mengingat wajah ibuku jika dia tidak berada di rumah. Kurasa aku lah yang paling jahat darinya. Bahkan saat duduk berhadapan dengannya di meja makan, rasanya ada gejolak dari dalam tubuhku yang tidak bisa menerima kehadirannya. Ada rasa cemas yang berlebih, seakan-akan kau dihadapkan dengan orang asing yang terpaksa duduk di hadapanmu hanya untuk mendapatkan kursi kosong yang tersisa.
Bahkan untuk memanggil kata ibu, rasanya rahangku mendadak menjadi berat untuk di buka. Ku pikir menjadi tokoh antagonis dalam cerita kehidupanmu sendiri itu sungguh menyenangkan, tapi aku merasa itu membebaniku sekarang. Aku tidak bisa berbuat banyak di depan ibuku, rasanya kehadiranku di hadapannya hanya bentuk formalitas, bentuk kesopanan bagi seorang anak. Tapi mengapa hal itu justru membebaniku?
Aku ingin hidup seakan-akan aku tidak mempunyai batas dengan kedua orang tuaku, meskipun aku anak sambungnya sekalipun. Namun kenyataan aku masih menjadi anak kandungnya. Aku ingin tertawa bebas dengannya tanpa rasa menyesal di masa depan. Aku ingin berbagai banyak cerita sedih dengannya, keluhku dan juga cerita bahagiaku. Namun semua yang ku lakukan di hidupku hanya sebatas hanya aku sajalah yang tahu. Aku tidak bisa berbagi semua kekhawatiran dan rasa banggaku padanya. Semuanya seakan mempunyai pagar tinggi yang tidak bisa kau lompati, seakan kau hanya hidup untuk hidup sendiri tidak boleh membebani orang lain walaupun itu adalah orang tuamu, dengan semua kisah di hidupmu. Dan sekarang aku menjadi takut dengan hidupku sendiri.
Saat ibuku mengantarkan kudapan ke kamarku, aku juga merasa tidak tahu apa yang harus ku perbuat dengan kudapan itu. Bukankah itu sudah jelas sekali? Tapi semuanya terasa sangat aneh dan menakutkan. Mungkin jika ibuku tahu, kurasa sekarang dia sedang menangis dalam hatinya.
***
09.00 AM
Tidak ada rencana harus melakukan apa untuk mengisi hari libur panjangku setelah masa pertengahan semester berakhir. Ada seminggu libur, tapi aku sama sekali tidak punya rencana. Karina menghabiskan waktu seminggu liburannya untuk pulang ke kampung halamannya, di mana di sini hanya persinggahan selagi ayahnya bekerja. Hans, aku tidak begitu dekat dengannya. Menegur dengan ramah saja baru kemarin, rasanya aneh jika aku mengajaknya menghabiskan waktu liburanku bersamanya. Aku bahkan tidak punya nomor teleponnya. Mungkin aku bisa mengajaknya berkemah di pinggir pantai sambil memancing atau mengajaknya ke panti untuk membantu bersih-bersih atau menyiapkan makanan mereka. Tapi itu terlalu berat sekali ku lakukan. Jadi untuk mengusir kebosananku, aku memutuskan untuk pergi ke sekolah untuk menonoton pentas theater.
Tentu saja tidak banyak yang datang dari sekolahku, hanya sedikit sekali yang menyukai pertunjukan theater, selebihnya diramaikan oleh anak-anak dari sekolah lain yang menaruh minat dengan kesenian ini.
Sesampainya tiba di aula, aku sudah tidak kebagian tempat duduk namun aku masih bisa melihat anak-anak yang pentas di panggung dengan baik. Beberapa pengunjung juga tidak sedikit yang berdiri demi melihat pertunjukan dan... selalu ada anak penegak kedisiplinan di setiap kehidupan di sekolah, dan Aries tidak pernah luput dari kehidupan itu. Namun untuk kali ini anak penegak kedisiplinan tidak begitu banyak bergerak karena pengunjung semuanya benar-benar bisa di ajak kerja sama. Jadi mereka bisa lebih banyak menghabiskan waktu menikmati pertunjukan dari sebelumnya.