Hi... Bye (Dystopia)

tavisha
Chapter #19

First love

Pertunjukan selesai, semua orang memisahkan diri masing-masing.

Beberapa pengunjung dari sekolah lain kebanyakan memilih untuk tour sekolah kami. Sedangkan murid dari sekolah kami kebanyakan menaruh perhatian pada anak-anak dari sekolah lain. Ada yang berkenalan, ada yang sedang melakukan promosi kegiatan ekstrakulikuler, ada pula yang berdagang menjualkan hasil dari koprasi. Sedangkan aku, setelah tidak menemukan keberadaan gadis bernama Jepang itu setelah pertunjukan selesai, aku memilih untuk pulang. Hans pun begitu, dia berpamitan duluan sebelum pertunjukan selesai seluruhnya karena perutnya sakit. 

Sebenarnya aku tidak benar-benar pulang, aku memilih untuk ke panti, mengingat masih jam setengah dua belas siang, setidaknya aku bisa mengisi waktuku untuk membantu para ibu-ibu membuatkan makan siang.

Perjalanan dari sekolah ke panti membutuhkan kurang lebih setengah jam dengan berjalan kaki. Aku memutuskan untuk berjalan kaki, aku terlalu berhemat untuk naik bis ke panti. Itu tidak masalah bagiku, bukankah jalan kaki itu menyenangkan. Banyak hal yang bisa ku temui sepanjang perjalanan; pedangang kaki lima, bunga-bunga liar yang indah, mendapatkan ide, mencuci mata karena kelamaan di dalam kamar, atau bisa jadi aku juga bisa menemukan uang yang terjatuh di jalanan, bukankah itu menyenangkan? 

Bagiku jalan kaki itu lebih menyenangkan dari pada naik kendaraan ataupun berlari. Jika di suruh memilih berjalan kaki sejauh puluhan kilo meter atau berlari seratus meter aku pun akan memilih berjalan kaki berpuluh-puluh kilo meter, karena itu bukan hal yang mustahil bagiku karena telah mendapatkan brevet tapak hitam dalam kegiatan survival. Prinsipku juga sederhana, pelan-pelan asalkan sampai ke tujuan, itu lebih baik daripada tidak pernah sampai.

Sayangnya prediksiku salah, saat aku sampai ke panti anak-anak sudah bersiap untuk makan siang. Biasanya Makan siang baru selesai jam satu atau jam satu lewat, sayang aku ketinggalan untuk berpartisipasi di dapur kecuali nanti untuk membuang sampah.

Aku mengambil potongan semangka berbentuk segitiga lalu berjalan masuk ke dapur, namun belum aku masuk Nana keluar dan bertemu denganku tepat di depan pintu.

"Kau tidak liburan?" tanyanya sambil merenggakan persendiannya yang ku rasa cukup kaku membawa begitu banyak barang di tangannya, dimana di tangan kanannya dia membawa kotak makanan, di tangan sebelah kiri dia menjepit sebuah buku besar-lebar di ketiaknya dan di jarinya sedang memegang tumbler untuk air panas.

"Ini aku sedang liburan," ujarku sambil mengigit potongan semangka. 

"Liburan kok di panti ..." protesnya.

Aku hanya mengangguk-angguk lalu bersandar ke dinding pembatas sebelum pintu dapur, memandangnya yang tengah kerepotan. 

"Sudah makan siang?" tanyanya lagi, aku mengangguk, berbohong. Aku hanya tidak berselera makan berat, daripada aku di cecarnya dengan omelannya sepanjang hari lebih baik aku mengiyakan saja. "Nah kebetulan kau di sini—Habiskan dulu semangkamu," katanya menungguku menghabiskan semangka dan membuang kulitnya di piring kotor yang bertengger di meja yang di jadikan tempat prasmanan.

"Apa?" tanyaku yang sudah siap mendengarkan.

Dia menyerahkanku box makanan, mengambil buku besar yang ternyata album foto padaku kemudian bergantian memberikanku tumbler sehingga membuatku sedikit kewalahan. "Antarkan ke Aries ya ..." kata Nana tanpa peduli bagaimana hubunganku dengan Aries seperti apa.

"Hah?" aku memasang wajah tidak percaya. Kenapa aku harus mengantarkan makanan ini padanya sedangkan dia seharusnya yang berjalan kesini mengambil makanan. Apa ini adalah hal yang selama ini aku tidak tahu selain hantu pukul enam, kalau Aries ternyata anak yang paling manja di panti asuhan ini?

"Tunggu sebentar," kata Nana, tiba-tiba meninggalkanku ke ruangan tengah panti dan kembali dengan cepat, memasukkan sesuatu ke dalam kantong kemejaku. "nanti cek suhu tubuhnya, di ketiak ya! Dan selesai makan minum obat ini. Oke?"

"Tunggu ... dia sakit?"

Nana mengangguk iba, "Sudah dari beberapa hari lalu ... tapi masih ngeyel. Sekarang malah gak berkutik dia. Nah ..." Nana mendorongku ke luar, "karena kalian sudah berteman baik, jadi akrabkan lagi hubungan kalian. Jangan sampai kau mengira dia hantu lagi."

Aku memasang wajah tidak terima, "Kenapa harus aku? Banyak anak lain disini, loh!"

"Karena kau temannya. Dia tidak begitu dekat dengan anak-anak di sini."

"Apalagi aku. Bukankah lebih baik Nana saja yang pergi mengantarnya?"

"Haiya! Anak muda sekarang bagaimana tidak peka dengan orang tua," keluhnya.

"Bukan begitu Nana ... aku takut dia akan melemparkanku dengan kotak makanan ini ... Lagi pula kenapa aku harus membawa album foto?"

"Dia tidak sejahat itu, otak mu saja yang membuatnya dia jahat, Ah, itu ... tadi sepupunya bersih-bersih rumahnya. Barangkali dia ingin mengenang foto-foto di sana. Jadi beri saja dia," kata Nana lagi mendorongku agar mempercepat langkahku.

Aku berbalik arah menatap Nana, dengan wajah masih kesal.

"Apa lagi? cepat jalan keburu makanannya dingin," pinta Nana tidak sabaran.

"Aku tidak tahu di mana kamarnya."

Nana tertawa sambil berkacak pinggang. "Dia tinggal di ruangan lantai dua aula. Kunci Aula ada di dalam kotak lampu di sebelah tiang masuk. Kalau pintu kamarnya terkunci, masukkan saja Password pintunya 7716," jelas Nana.

Dengan berat hati aku pun akhirnya pergi menuju aula. Sepanjang jalan aku mengeluh dan bertanya-tanya kenapa Aries memilih mengasingkan dirinya di Aula? Kenapa tidak tinggal seasrama dengan anak panti lainnya? Aku rasa dia sangat sombong dan menganggap dirinya berbeda dengan anak-anak panti jadinya memilih berjauhan dengan mereka. 

Aku sampai ke Aula dan masuk agak susah karena harus memegang beberapa barang. Aula benar-benar sepi, dan kosong. Bagaimana bisa dia tinggal sendiri di sini? Kalau malam pasti menyeramkan, apalagi di dalam aula ada beberapa alat musik, bagaimana jika pada malam hari tiba-tiba alat musik itu berbunyi dengan sendirinya.

Aku bergidik, ngeri.

Benar-benar hening. Jendela-jendela di ruangan Aries berada tertutup rapat dengan gordennya, tidak berbeda saat dulu aku pernah masuk kesini karena ada acara.

Aku naik perlahan-lahan ke lantai dua dan menemukan pintu ruangan Aries tinggal.

Tok ...Tok ... Tok ...

Lihat selengkapnya