Hi... Bye (Dystopia)

tavisha
Chapter #23

Aku tidak ingin percaya, Aku ingin tahu

Drrt ... Drrt ... Drrt ...

Suara getaran dari ponselku yang ku letakan di nakas sudah berulang kali terdengar. Aku sangat yakin kalau itu bukanlah getaran dari suara alarmku. Aku sudah mengubah pengaturan alarm kalau seminggu ini aku me-non-aktifkannya. Lagi pula apa yang akan ku kejar di pagi hari selain jam sekolahku dengan bantuan alarmku. Tapi getaran itu berbunyi berkali-kali tanpa nada dering. Saat aku membuka mata untuk mengecek jam wekerku, jam juga masih menunjukan pukul setengah sebelas malam. Itu berarti aku sudah tertidur sekitar tiga jam lalu setelah aku sampai di rumah. Tidak ada yang bisa ku lakukan lagi setibanya di rumah, setelah mandi dan makan malam aku langsung tertidur. Tapi sialnya, aku malah bangun lebih cepat.

Drrrt ... Drrrt ... Drrt ...

Dengan rasa malas, ku raba-raba ponselku di atas nakas dengan mata yang terbuka hanya lebar sehelai benang. Tidak ada nama di nomor yang sedang menghubungiku, prinsipku aku tidak akan mengangkat telepon dari nomor asing tanpa ada pesan teks pemberitahuan akan siapa yang sedang menelponku. Aku tidak mau terjebak berulang kali dengan panggilan seseorang yang sedang ingin mengerjaiku. Tidak lama kemudian getaran panggilan itu berhenti dan memberitahuku bahwa sudah ada lima kali panggilan tidak terjawab tanpa ada pesan teks. Siapa pula yang kurang kerjaan meneleponku hampir menjelang tengah malam seperti ini. Baru saja aku ingin menaruh kembali ponselku kembali ke atas nakas sebuah pesan teks masuk.

[Apa kau sudah tidur? Kenapa mengabaikan teleponku!] aku membuka mataku lebar-lebar saat membaca pesan dari nomor yang tadi menghubungiku.

Siapa ini?

Aku dengan keadaan belum sadar seutuhnya menatap pesan itu sambil berpikir nomor siapa yang mengrimkan ku pesan dan mengerjaiku di jam seperti ini.

[Ini siapa?] aku mengirim pesanku, namun belum beberapa menit pesan balasan menghampiri.

[ARIES. Kau tidak menyimpan nomorku?] aku terduduk saat membaca nama Aries dengan huruf kapital terpampang jelas disana.

Belum aku mengumpulkan nyawaku untuk menyakini nama itu singgah di ponselku, Aries meneleponku.

"Halo ..." sapaku dengan suara parau baru bangun tidur.

"Belum beberapa jam, kau sudah tidak mau menerima tawaranku?"

"Ah, apa kau gila? Ini hampir tengah malam. Aku sudah tertidur. Lagi pula nomormu tidak tersimpan di kontakku."

"Bagaimana bisa kau tidak menyimpannya? bukankah sebelumnya aku sudah menghubungimu?" Dia terdengar kesal di balik telepon. Celotehan dinginnya lagi-lagi terdengar lagi di kupingku.

"Aku lupa untuk simpan. Jadi kenapa kau menghubungiku jam segini?" aku bertanya kesal sekarang.

"Aku ada jamur tiram, apa yang harus ku lakukan?"

"Hah? Apa maksudmu dengan jamur tiram?" Ini adalah pertanyaan aneh hampir tengah malam. Kenapa dia bertanya tiba-tiba tentang jamur tiram padaku di jam seperti ini.

"Aku tidak bisa tidur, aku lapar dan menemukan jamur di kulkas... jadi harus ku apakan jamur ini?"

Aku menghela napas kasar, sepertinya aku sedang terkena karma karena tidak pulang ke rumah seharian. Aku baru tahu kalau Aries lebih aneh dari yang ku kenal sebelumnya.

"Huh! Apa kau pernah masak sebelumnya?" tanyaku mencoba tenang.

"Aku belum pernah masak, jadi?"

"Apa kau suka tumisan?"

"Ya, lumayan. Apa aku harus menumis?"

Lihat selengkapnya