Aku berjalan menuju lantai dua asrama, menuju ruang penyimpanan berbagai macam kain. Barusan saja Nana menyuruhku mengambil beberapa kain untuk taplak meja dan gorden yang akan digunakan untuk memperindah ruangan, persiapan acara beberapa hari lagi.
Aku belum pernah masuk ke dalam ruang penyimpanan kain sebelumnya, lagi pula aku sangat jarang untuk ke lantai dua asrama, aku tidak punya alasan untuk naik ke lantai ini. Jikapun aku meminjam kamar, paling aku hanya memakai kamar penjaga yang berada di lantai utama demi mempermudah langkahku jika kemungkinan aku diperlukan lebih cepat.
Ruangannya terjaga dengan baik, bahkan kelembabannya dijaga dengan sempurna agar tidak menumbukan jamur atau tungau di kain yang disimpan di rak-rak ruangan ini.
Rak di dalam cukup banyak dan panjang-pajang, tidak kalahnya dengan rak di perpustakaan. Aku berjalan ke tengah ruangan menuju rak berlabel gorden terlebih dahulu. Aku tidak menyangka kalau gorden yang dimiliki panti sangat tebal dan halus. Bahkan untuk membawa satu lembar gorden beratnya cukup lumayan. Gorden yang akan digunakan untuk ruang depan tentu saja berbeda dengan gorden yang digunakan disetiap kamar, itu kenapa setiap rak diberi label kegunaan dan lokasi agar memudahkan untuk mengambil sesuai dengan ukuran jendela. Gorden yang akan ku ambil berada di rak paling atas, mungkin karena jarang di gunakan jadinya di taruh paling atas berbeda dengan gorden untuk kamar-kamar atau ruangan yang lebih kecil ukuran jendelannya.
Rak tempat menaruh gorder tingginya melebihi kepalaku, ini secara tidak langsung seperti penghinaan bagi yang bertubuh pendek sepertiku. Aku juga tidak menemukan kursi kecil atau tangga untuk memudahkanku mengambil gorden. Mau tidak mau aku naik di rak bawah dan menarik satu lembar gorden yang paling bawah ~ sial, sepertinya debu yang ada di pinggiran rak yang tergesek gorden bertebangan dan masuk ke mataku.
Aku mengerjap-ngerjapkan mataku dengan cepat untuk memulihkan mataku yang perih. Ku pertahankan keseimbangan tubuhku di antara tangan kiriku yang memegang pinggir rak untuk menahan bobot tubuhku dan tangan kananku yang masuk menahan gorden yang baru tertarik setengah.
Mataku makin bertambah perih, aku menjadi panik sehingga kehilangan kesimbangan. Mendadak aku menjadi binggung dimana tanganku harus ku lepas terlebih dahulu dan terpilihlah dengan bodoh aku melepaskn tangan kiriku dari pegangan di pinggir rak.
Puk!!
Aku nyaris terjungkang ke belakang dan tertimpa kain yang tebal, jika saja tidak ada orang yang menahan punggung dan tanganku yang memegang tumpukan kain yang akan menimpaku.
Aku melirik kearah kanan untuk melihat sosok tinggi yang masih menahan tubuhku, namun pantulan cahaya matahari menambah perih mataku yang belum hilang perihnya karena debu.
Ia mendorong tubuhku agar berdiri dengan sempurna kembali dan menurunkan kakiku ke lantai. Aku menarik tanganku yang menempel ditumupukan kain dengan perlahan.
"Bodoh!" sosok itu akhirnya bisa ku lihat dengan jelas. Dia mengambilkan gorden yang sudah kutarik sebelumnya dan menaruhnya dengan begitu saja sehningga tubuhku bergoyang karena kaget dengan berat gorden itu.