Hi... Bye (Dystopia)

tavisha
Chapter #9

Time to Wish

Seharusnya aku mempercayai perkataan Hans. Jika saja aku memutar langkah kakiku secepat aku memutar pikiranku untuk mencari tahu, mungkin aku tidak merasakan momen pukul enam dengan seperti ini~ Seperti yang biasa ku alami di panti.

 Menariknya, aku mempunyai kepribadian seperti ini, aku terlalu gampang penasaran dengan hal-hal kecil sedikitpun terlebih jika itu adalah hal yang sangat menantang. 

Ayah tiriku pernah berkata, ini adalah masalah paling sulit dimengerti dan tak lazim yang pernah di hadapinya, dia harus berhadapan dengan anak yang begitu gampang tertarik dengan hal-hal yang sangat misterius dan menantang, yang ada nantinya juga ayah tiriku akan sakit kepala jika mengetahui aku menemukan hal yang aneh-aneh yang natinya berimbas pada kriminal seperti waktu itu. Menjadi pengangguran tidak bisa membuatnya lebih tenang, terlebih dia harus berhadapan denganku dan istrinya ~ Ibuku.  

Hujan belum benar-benar reda, di jam enam sore yang mendung dengan cahaya remang dari beberapa lampu yang nyala di sekolahan, aku mengalami sensasi yang mengerikan saat melalui koridor menuju lantai dua, koridor penghubung ke arah ruangan ektrakulikuler. Saat hendak naik menuju lantai dua, samar-samar ku dengar suara denting piano di salah satu ruangan.

Aku yang penasaran mencoba mendekat ke arah ruangan tempat sumber suara berasal. 

Di jam seperti ini aneh sekali rasanya di antara beberapa ruang kosong di lantai satu suara itu muncul. Karena sudah terbiasa dengan hal seperti itu, aku hanya berpikir positif. Karena hanya itulah pilihan ku. 

Kali ini aku ingin menemuinya dengan cara seperti itu... moment pukul enam

Aku sudah sangat percaya diri bahwa sumber melodi itu berasal dari sesuatu yang sudah sangat ku kenal sebelumnya. Mungkin saja sosok yang menyebabkan suara itu terdengar olehku adalah sosok yang sama, hanya saja ia sedang berpindah tempat. Aku juga tidak punya opini yang tepat kenapa itu terjadi di tempat yang berbeda, dan dengan beraninya ia lakukan di tempat seperti ini, apa alasannya? 

Aku berjalan perlahan-lahan, berharap apa yang ku lakukan jangan sampai ketahuan. Jika saja sosok yang menyebabkan sumber suara itu adalah seorang manusia. Jikapun sosok itu adalah sesuatu yang tak kasat mata, aku hanya berharap aku tidak panik dan pingsan saat memergokinya. 

Melodi yang dia mainkan, tentu saja aku tidak tahu judulnya. Aku bukanlah pakar musik klasik ataupun penikmat instrumen piano yang pro atau antusias, aku hanya seseorang yang hanya kebetulan saja senang tanpa tahu melodi apa yang sedang ku dengarkan. Seperti saat ini, sepanjang perjalanan menuju tempat itu, aku tidak tahu melodi apa yang sedang dia bawakan, aku hanya membiarkannya mengalun melewati kedua kupingku dan dirasakan oleh hatiku.

 Pintu Ruangan itu tertutup rapat, namun jendelanya sedikit terbuka, meskipun kacanya tidak bening melainkan berwarna putih pekat sehingga aku secara tidak langsung bisa melihat ke dalam ~ untung saja jendela itu tidak tertutup rapat jadi aku bisa memastikan apakah suara itu di akibatkan dari seorang manusia atau bukan.

Lihat selengkapnya