"Kau sudah menyiapkan sesuatu untuk kapsul waktu?" Tanya bu Maryam saat aku memotong-motong timun untuk bahan acar.
Aku mengangkat bahu, "Tidak terpikirkan. Kurasa aku hanya ingin berpartisipasi dalam menghabiskan makan saja."
"Kau ini!" katanya membantuku memotong-motong wortel untuk tambahan acar. "apa kau tidak mau membuat kenangan bersama anak-anak panti?"
"Hari-hariku disini selalu menjadi kenangan yang tidak terlupakan ~ meski aku tidak ikut bepartisipasi di kaspsul waktu itu nantinya."
"Apa kau punya harapan untuk masa depan?"
Aku menarik napas, "Tentu saja punya. Apa aku tidak terlihat seperti memiliki harapan masa depan?" aku menyengir meledeknya.
"Tidak, bukan seperti itu yang ku lihat. Hanya saja... kau berbeda dari anak perempuan pada umumnya."
"Berbeda? Memangnya anak perempuan pada umumnya seperti apa? Seperti Sailor Moon?" aku tertawa.
Bu Maryam mengatur duduknya lalu menatapku penuh semangat, "Biasanya anak-anak perumpuan seumuranmu akan berkumpul dengan teman sebayanya dan melakukan hal-hal yang di lakukan anak perempuan di masa mudanya ya seperti, ya kau tau menghabiskan masa muda seperti itu ... tapi kau berbeda, selain membantu ibu-ibu di dapur ini kau malah melakukan kegiatan ekstrim dengan para bapak-bapak. Apa yang membuatmu malah tertarik dengan para orang tua?"
Aku tersenyum tipis, menarik tanganku sejenak dari kegiatan memotong untuk mengukur seberapa banyak potongan-potongan timun yang sudah ku potong di baskom. "Ouh! Apa ini sudah cukup banyak? atau aku sudah kelebihan ya?" Bu Maryam mengangguk, merasa sudah cukup untuk timun-timun yang ku potong . "Aku punya teman perempuan sebaya, kadang-kadang kami main bersama," jelasku menjawab pertanyaannya, "jiwaku sudah menyatu dengan panti. Ini sudah seperti kewajibanku untuk membantu disini.... Ah, para bapak-bapak? Sayangnya tidak banyak anak muda yang tidak tertarik dengan kegiatan kami... sayangnya, aku jadi tidak punya teman sebaya yang sehobi. Mau tidak mau teman sehobiku hanya bapak-bapak..." Ujarku sedikit kecewa.
"Jadi apa kau bilang mencari mayat itu sebagai hobi? Apa kau baik-baik saja?"
"Aeh! ibu menakutkan... Siapa yang akan berharap seperti itu.. itu bukan kegiatan seperti ibu pikirkan... Aku hanya membatu menyelamatkan orang tapi lebih banyak kegiatan untuk mencegah pencemaran air, ya kadang-kadang melakuakn pelestarian terumbu karang dan patroli sampah-sampah... "
Bu Maryam memperlambat potongannya, "Tapi kamu sudah banyak berurusan dengan mayat-mayat yang di temukan di laut, kan?" Bu Maryam semakin penasaran dengan kegiatanku. "Bukankah umurmu belum cukup untuk bergabung dengan SAR? Tidak bisakah kau mengundurkan diri saja? "
Aku mengangguk setuju, "Tentu, tentu... aku bukan anggota SAR secara resmi. Aku hanya relawan, karena hobi menyelamku. Aku perenang yang handal... kadang-kadang aku perlu berada bersama mereka. Biar banyak anak muda yang tertarik buat membantu menjaga laut khususnya... " ujarku berlagak sombong. "Sayangnya aku tidak punya teman sebaya yang sehobi..." buru-buru aku mengalihkan arah pembicaraannya yang mengerikan.
"Sudah lupakan pertanyaanku... kau memang anak terlalu baik."
Aku hanya tertawa pelan, lalu berdiri mengangkat baskom timunku untuk disisikan ke tempat lain sembari menunggu rekan-rekan timun yang akan bergabung menjadi acar nantinya.