Acara akan di mulai pukul sepuluh pagi. Seharusnya aku pergi pagi-pagi sekali untuk membantu di panti. Sepertinya aku kelelahan sampai-sampai aku bangun kesiangan. Aku bangun setengah sembilan dan masih bersantai-santai di kasur sebelum menyadari aku sudah menghabiskan setengah jam sendiri untuk mengumpul nyawaku yang masih bermain-main di dunia mimpi.
Aku tidak ingat mimpi semalam. Aku terlalu lelah dan terkejut saat bangun, sampai-sampai aku melupakan mimpi yang membuatku kesiangan seperti ini. Bangun-bangun aku merasa menyesal, tapi tidak tahu apa yang ku sesalkan.
Nenek dari ayah sambungku datang pagi ini, senyum cerianya menyambutku untuk makan pagi. Aku bersyukur bahwa aku di pertemukan dengan keluarga seperti mereka. Aku sempat berpikir aku akan menemukan keluarga yang sangat mengerikan seperti di sinetron-sinetron. Nenek dari ayah sambungku bahkan melebihi ekspektasiku dari nenek kandungku sendiri.
"Ayahmu bilang, kau ada acara hari ini ya?" tanya nenek saat aku menarik kursi untuk menikmati sarapan yang di buatnya.
"Hoh oh! ada acara di panti, nenek ingin ikut?" tawarku saat menggigit roti lapis berisi daging ham dan telur setengah matang.
"Jika aku tidak berjanji dengan ayahmu, sudah pasti aku akan ikut. Aku penasaran sekali dengan pesta seperti itu." Nenek menuangkan susu hangat di gelas berukuran tinggi ke samping kanan tanganku.
"Terima kasih...." Aku meneguk susu hangat buatannya. "Memangnya nenek dan ayah mau ngapain? Aku tidak di ajak?"
"Biasa... kami akan memancing. Ayahmu..." Dia memastikan terlebih dahulu apakah ayahku akan mendengar atau tidak. "Ayahmu melarangku membawamu untuk dekat-dekat air ~ maksudku, laut atau danau. ~ memangnya akhir-akhir ini kau membuat masalah dengan ayahmu? Tidak seperti biasa dia melarangmu. Biasanya dia malah bersemangat membawamu ke laut."
Aku menggigit lagi rotiku sambil memikirkan kesalahan-kesalahanku akhir-akhir ini yang menyebabkan ayahku berpikiran seperti itu. "Entahlah, apa dia tidak memberi nenek clue, kenapa ayah melarangku dekat-dekat laut?"
Nenek mengangkat bahunya, "Apa ayahmu secara langsung melarangmu?" aku menggeleng. "Dia membuatku penasaran.." keluhnya.
Aku mengangguk, "Aku juga." Rotiku sudah habis sekarang aku pelan-pelan menikmati susuku.
Nenek mengetuk-ngetuk jarinya di meja mencoba memikirkan alasan ayahku melarangku untuk ikut serta bersama mereka.
"Oh! Ku rasa ayah marah gara-gara aku membawa HP ku menyelam..."
Nenek mengernyitkan dahinya. "Konyol sekali. Kalau HP mu rusak aku bisa membelikanmu. Aku bisa membelikan edisi yang paling baru."
"Jika nenek membelikanku HP baru, ayah pasti lebih akan marah daripada mengetahui aku membawa HP ku menyelam."
"Tapi aku yakin ayahmu tidak marah karena itu ~ Tapi bukankah kau harus pergi ke pesta itu sekarang?" Nenek mengingatkan saat matanya tertuju pada jam dinding.
"Oh benar! aku sampai lupa." Jam sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh, kamau sudah bercerita dengan nenek aku selalu lupa waktu.
Aku tidak menghabiskan banyak waktu untuk memilih baju. Aku hanya mengenakan dress terusan sebawah lutut berwarna putih dengan cardigan di padukan dengan converse. Hanya ini satu-satunya bajuku yang cocok untuk pesta, aku tidak pernah berpikiran untuk membeli baju-baju sejenis, aku bahkan jarang membeli baju.
"Oh, nenek!" Kataku terhenti saat hendak membuka pintu. Nenek menoleh dari pintu kulkas yang terbuka. "Kenapa kakek tidak kelihatan? Tidak ikut?"
Nenek berdecak lalu menutup pintu, "Dia lebih melihat Resital daripada menemaniku memancing. "
"Aku lebih suka ide kakek..." Aku menggodanya sehingga membuatnya menjadi jengkel.
"Kakek dan cucu sama saja."
"Kau sudah mau pergi?" Tiba-tiba ayah muncul dari lantai atas.
"Hoh! Aku pergi dulu yah..."
"Biarku antar." Ayah cepat-cepat turun dari lantai atas dan mengambil kunci mobil milik nenek di gantungan di samping tangga.
"Tidak perlu, aku tidak terlalu buru-buru." Aku mencegah ayah tidak memaksakan diri untuk mengantarku. "Aku harus mencari umpan mancing di pasar, jadi sekalian aku mengantarmu."
"Baiklah..."
Sebenarnya aku hanya berbasa-basi dengan tawaran ayah, aku benar-benar berharap dia mengantarku di waktu kritis ini. Bisa jadi, karena kelamaan di jalan aku bisa-bisa kehilangan acara puncak yang mereka selenggarakan. Meskipun aku tidak ikut berpartisipasi dalam kapsul waktu, tapi aku tidak mau ikut kehilangan eforia acara itu, yang walau ujung-ujungnya aku memilih membantu kegiatan di dapur saja.
Sangat jarang sekali aku berduaan di mobil bersama ayah, satu-satunya mobil di bawa ibu pergi kerja yang pulangnya tidak bisa di prediksi kapan, ada kesempatan pun ketika nenek datang. Ayah bisa saja punya mobil sendiri dari pemberian orang tuanya atau tabungannya yang entah masih ada tau tidak, tapi semenjak dia bujang ayah selalu memilih menggunakan angkutan umum daripada mempunyai kendaraan pribadi. Dia terlalu miskin untuk ukuran anak dari seorang yang sangat kaya raya. Dia menolak semua pemberian dari orang tuanya bahkan tidak mau terlibat dengan perusahaan orang tuanya yang begitu banyak dan memilih hidup seperti ini dengan keluargaku. Betapa anehnya ayah sambungku.
Nenek saja harus mencari berbagai cara untuk memberikan alasan jika dia ingin memberikan sesuatu padaku. Ayah sangat keras untuk urusan itu, jadinya nenek dan kakek sangat berhati-hati saat memberikan aku sesuatu. Jika dulunya mereka memberikan sesuatu sekedar untuk menyenangkan cucunya sekarang mereka harus memfilter keinginan mereka memuaskan cucu yang sebenarnya bukan cucunya.
"Ayah sepertinya akan bermalam bersama nenek di laut." kata ayah saat mengemudi menuju panti, "Jika kau ingin menginap di panti. Ayah tidak akan melarang."
Aku mengangguk-angguk, "Ayah selalu menawarkan aku menginap disana, apa Nana menelepon ayah lagi?"