"Nah!" Kata Nenek sesaat dia memberikan kami camilan untuk menemani kami mengobrol. "Aku akan menjemput kakek dulu, tidak apa kan aku tinggal?" Kata Nenek membuat ku kelabakan, sepertinya aku tahu apa tujuan dari pembicaraannya. Dia sengaja ingin membiarkanku berduaan bersama Aries di rumah. "Eh, anak muda siapa namamu?" Tanya Nenek
"Oh, Maaf saya belum mengenalkan diri ~ Saya Aries." Balas Aries memberikan senyum sok ramahnya.
"Aries, bisa kau jaga cucuku sebentar... Aku harus menjemput kakeknya." Pinta Nenek terlihat membujukku pula melalui kodean matanya.
"Aku bisa sendiri di rumah. Seharusnya Nenek khawatir kalau aku berduaan bersama laki-laki di rumah."
Aries salah tingkah, ku harap dia bisa menolak dan pergi cepat.
"Aku lebih khawatir kalau sendirian.... Jadi Aries bisa kah kau menjaganya sampai aku kembali atau sampai ayahnya pulang?"
Aries dengan polosnya tersenyum lalu mengangguk, seakan-akan bukan hal yang sulit menemaniku di rumah sembari menunggu orang tua datang menemaniku lagi.
"Ah, Nenek! Nenek tidak bisa membedakan bagaimana anak ini..." Aku menunjuk-nunjuk Aries, "Jika ada mahluk yang paling di khawatirkan orang ini yang harus Nenek khawatirkan terutama jika dia berada di dekatku."
"Aih, anak muda." Nenek memukul lenganku pelan menggoda, "Aku mengerti... Aku mengerti. Kau tidak perlu malu seperti itu memperkenalkan pacarmu kepada nenek."
"Ah, Nenek!" Aku melotot ke arah Aries supaya bisa membantuku meyakinkan kalau kami tidak punya hubungan lebih seperti itu. "Kami tidak berpacaran, bagaimana bisa Nenek berpikiran seperti itu ~Hei kau! pulang cepat sana."
"Anak-anak sekarang ~ kau bisa lanjutkan bertengkar atau berbaikan setelah aku pergi. Kalau begitu aku pergi." Kata Nenek berpamitan buru-buru, memberikan senyum permohonan pada Aries lebar-lebar.
"Tidak bisa kah kau mengelak!" Aku mengancam memukul Aries.
Bukannya takut atau segera pergi Aries malah mengambil kue dan duduk dengan nyaman di salah satu kursi kayu lainnya.
"Wuah, aku sudah lama tidak makan ini." Gumam Aries mengabaikanku, ia melihat tekstur kue lapis dan mengambil lapisan perlapisan kemudian memakannya seperti menaruh paper bubble gum ke mulutnya. "Nana sering membuat seperti ini dulu di asrama." Lapornya.
Ada apa dengan anak ini, kenapa dia menjadi terlihat ramah seakan tidak terjadi apa-apa antara kami tadi. Apa dia sudah melupakan apa yang ku katakan tadi di panti.
Aku benar-benar binggung dengan jalan pikiran anak ini. Setelah mengetahui hal yang sebenarnya kebinggungan semakin menjadi besar bagaikan balon gas di kepalaku.
Haruskah aku memberitahunya aku sudah mengetahui bahwa sebenarnya dialah orang yang ku maksud selama ini, cinta pertamaku sewaktu di TK?
Aku semakin kesal dengan diriku sendiri, bagaimanapun aku ingin memberitahunya semakin hilang pula keberanianku untuk mengatakannya.
Bagaimana jika aku membiarkan semuanya berjalan seperti biasa saja, ku ikuti saja alur yang sudah terbuat dan mengabaikan kenyataan bahwa dia adalah orang itu. Kubiarkan sajakah Marco masuk ke dalam hidupku, dan persilahkan saja bahwa tidak apa-apa jika aku salah menyampaikan perasaanku pada orang yang salah? Bagaimana pun aku tidak tahu bagaimana hubunganku dengan Marco setelah pertemuan tadi.
"Apa Marco ada berkata padamu tentang aku?" Tanyaku hati-hati.
Aries mengangguk, "Kau suka?"
Hah? apa maksudnya?
"Kau suka bisa bertemu dengannya kembali?" Sambung Aries.
Aku tersenyum memikirkan kebodohanku sendiri. "Tentu saja,"
"Jadi apa kau benar-benar mengatakannya?"