Minggu pagi aku tidak mendapatkan ayahku di rumah, sebaliknya aku mendapatkan ibu yang sedang menyiapkan kudapan pagi di temani nenek. Pemandangan yang sangat jarang terjadi. Apalagi pagi-pagi aku sudah mendapatkan kakek sudah berkebun di halaman depan rumah, memperbaiki segeala jenis tanaman yang sudah kering tidak pernah terawat. Tiba-tiba saja aku merasa malu.
Aku bangun agak siang, badanku tidak terlalu lelah tapi pikiranku rasanya lelah sekali sampai-sampai untuk terbangun saja aku enggan. Aku tidak tahu apa yang ku mimpikan, beberapa waktu di dini hari aku sempat mimpi buruk sampai-sampai aku terbangun saat melanjutkan tidur kembali aku kembali bermimpin sedikit melegakan, sampai-sampai rasanya aku ingin tersenyum sepanjang hari ini. Sayangnya aku terbangun dengan perasaan itu tanpa mengingat mimpi-mimpi semalam. Mungkin lain kali saat aku terjaga aku harus cepat-cepat menuliskan.
"Tidak makan pagi dulu?" Tanya ibu saat aku hendak keluar menghampiri kakek.
"Aku belum lapar," Jawabku sembali meleparkan senyum kepalsuan. Rasanya aneh sekali saat ibu bertanya seperti itu.
"Heiy..." keluh kakek saat mendapatiku keluar dan berjalan menujunya. "Kenapa kau bangun pagi-pagi sekali. Ini hari libur terakhirmu..." Ujarnya saat meyekop tanah untuk mengemburkan.
Aku merenggangkan persendianku sebelum akhirnya duduk di dekat blok tanah yang sedang kakek gemburkan. Lalu menyenderkan kepalaku pada pohon kecil yang masih kokoh di sebelahku.
"Badanku pegal sekali tidur lama-lama. Lagi pula ini sudah setegah sepuluh... mimpiku semakin menjadi aneh kalau tidur lama-lama."
Kakek membengkokkan bibirnya dengan ekspresi mengejek, "Memangnya mimpimu aneh karena apa? Apa karena anak kemarin?"
"Apa maksud kakek?" Aku menegakkan punggungku.
"Pagi-pagi sekali dia mengantar makanan, katanya masih banyak sisa daging di acara panti kemarin... sayangnya dia tidak mengijinkanku membangunkanmu... dia pengertian sekali kan..." lapor kakek membuatku mengerucutkan wajah, merasa aneh.
"Aku berharap tidak bangun saja..."
"Memangnya sudah sampai mana hubungan kalian..."
"Ah, kakek..." keluhku, berdiri dari dudukku bersiap untuk pergi.
"Aku tidak akan memberitahu ayah atau ibumu... barangkali kau butuh saran dariku."
"Nenek pernah memberitahuku, kalau kakek juga playboy. bagaimana bisa aku minta saran dengan seorang playboy..."
"Hei... hei.. itu hanya salah paham.... sayangnya nenek masih belum percaya. Itu karena kakek dulu sangat terkenal..."