Hi... Bye (Dystopia)

tavisha
Chapter #47

Riak-Riak di Antara Kita

Hari pertama masuk sekolah pasca liburan.

Aku bangun lebih awal seperti biasanya, dan yang tidak biasanya hanya datang lebih cepat dari sebelumnya, padahal bisa saja aku sengaja datang agak terlambat karena hujan turun sangat deras.

Tidak tahu apa yang merasukiku hari ini.

Aku sudah menyiapkan sarapan sederhana sebelum ayah bangun dan sudah bersih-bersih rumah sebelum pukul enam.

Aku juga tak mampir ke toko roti, dan segera me-non-aktifkan kembali ponselku dan meninggalkannya seperti biasa di nakas.

Datang lebih awal, bukan berarti aku memiliki semangat untuk bersekolah alih-alih meraih masa depanku yang cemerlang. Aku punya impian, tapi aku sudah lama tidak memikirkan masa depan. Aku hanya menjalani hari berlalu begitu saja sembari menunggu sebuah kabar yang selama ini aku nantikan.

Seperti pagi biasa jika tidak ada piket, aku hanya meletakkan kepalaku di atas meja sambil menatap langit-langit yang sedang menangis tanpa alasan.

Ketika hujan masih mengguyur deras di luar, aku tetap diam dalam posisi yang sama, membiarkan mataku terpejam sebentar. Dalam keheningan itu, suara langkah kaki terdengar mendekat. Aku membuka mata perlahan, dan ternyata itu Hans.

“Hei, Steph!” sapa Hans ceria seperti biasanya. Ia langsung duduk di bangku depan mejaku dan mengeluarkan sebuah gantungan kunci kecil berbentuk penyu dari tasnya.

“Aku bawa oleh-oleh dari Derawan buat kamu,” katanya sambil menyerahkan gantungan kunci itu padaku.

Aku mengangkat alis, sedikit tersenyum. “Penyu?”

“Iya, di Derawan ada banyak penyu. Aku ingat kamu suka laut, jadi aku pikir kamu mungkin suka ini,” jelasnya. Ia menatapku dengan senyuman khasnya. “Pemandangannya keren banget di sana. Airnya bening, dan aku bahkan sempat snorkeling.”

Hans bercerita sebentar tentang betapa menakjubkannya pemandangan di Derawan. Walaupun mendengarkan dengan setengah hati, aku tetap menanggapi dengan sesekali mengangguk atau tersenyum tipis. Setelah cerita singkatnya, Hans kembali ke tempat duduknya di belakang, sementara aku masih memandangi gantungan kunci penyu yang diberikannya.

Tak lama, Karina datang dan menyapa Hans dengan ekspresi penuh semangat yang khas. “Eh, liburannya gimna Hans? Kayaknya balik-balik cuma tambah belang,” candanya sambil menguap, sepertinya tidur malamnya belum cukup.

Hans tertawa. “Coba deh kamu juga main ke pantai, biar gak pucat terus kayak hantu.”

“Aku ogah,” balas Karina, kembali ke meja tanpa semangat, tetapi tetap melontarkan senyum simpul.

Lihat selengkapnya