Setibanya di depan ruangan radio aneh itu, aku menghampiri pintu yang sedikit terbuka. Napasku terengah-engah, dan jantungku berdegup kencang. Ketika aku mendorong pintu, ruangan itu terlihat sama seperti yang kuingat—kacau dan penuh dengan peralatan radio yang berserakan.
Aku mencoba menyalakan radio, menghubungkannya ke sumber listrik, tetapi radio dan layar monitornya masih abu-abu, tidak ada tanda-tanda bahwa radio itu berfungsi. Frustrasi merayapi diriku. Aku berusaha berbagai cara, menekan tombol-tombol, bahkan beberapa kali menangis sambil berusaha sendirian di ruangan itu.
Beberapa kali aku memohon sambil menekan tombol di handmic, harapanku semakin menipis. Namun, setelah sekian lama hanya ada suara noise yang memenuhi ruangan, tiba-tiba terdengar suara seseorang, “Kamu masih ada di sana?”
Suaranya mengenalkanku pada perempuan di masa depan yang pernah berkomunikasi denganku. Suara itu memberikan sedikit harapan, dan dengan suara bergetar, aku mulai menceritakan segalanya. “Ada gempa dan tsunami di Jepang, dan Aries ada di sana.”
Dia terkejut dan penasaran. “Berapa lama kita terpisah sejak komunikasi terputus?”
Dia tidak memahami kenapa aku bisa muncul tiba-tiba memberitahukan tentang tsunami setelah lima menit dia kehilangan komunikasi. Bagi aku, sudah berbulan-bulan sejak kami terputus.