Hi... Bye (We are Lost)

tavisha
Chapter #5

Who me?

Aku seperti kehilangan jiwaku selama di dalam ruangan Kesiswaan.

 Aku sungguh-sungguh tidak enak dengan Nana, karena ulahku dia justru kena ultimatum, padahal Nana bukan orang tua, bahkan waliku. Aku sangat yakin, sekeluarnya dari ruangan ini dia pasti menyumpahi hingga tujuh turunanku.

 Aku memandang kosong ke arah Ketua Kesiswaanku yang makin lama dilihat semakin menarik, sayangnya dia sudah punya istri, tidak mungkin aku menjadi perebut suami orang gara-gara bermenit-menit memandanginya tanpa memikirkan masalahku. Tiba-tiba saja pikiranku melayang menuju sofa yang berada di belakangku, sepertinya sofa itu kedatangan mahluk yang tidak ingin di sambut.

 Ku pikir Aries akan pergi setelah menyambut Nana tadi, namun dia malah menunggu kami di sofa yang tampak mewah dari sofa di rumahku. Aku tidak tahu apa yang sedang dia lakukan di belakang kami.

Hanya Ketua Kesiswaan, Malaikat dan Tuhan yang tau sedang apa dia disana. Aku tidak ingin memikirkannya dengan serius... Sudah cukup serius masalahku saat ini, sangking seriusnya aku tidak mendengar apa yang kedua orang dewasa ini bicarakan.

 Jika aku sebuah komputer, mungkin saat ini aku sedang terkena bug, aku tidak bergerak sama sekali bahkan mataku hanya memaku ke wajah guruku, sekarang hanya processor yang berada di dalam tengkorakku sedang berupaya keras menjalankan dan mengendalikan saraf-saraf di tubuhku. Aku hanya berharap bug ini segera hilang dengan sendirinya, aku hanya takut aku terlalu kacau sehingga harus di shut down terlebih dahulu sebelum akhirnya bisa berguna lagi.

 Bug di dalam diriku sepertinya cukup banyak. Sembari menemani Nana yang duduk di sampingku aku memikirkan satu bug yang perlahan perusak di bagian dadaku... Bagaimana jadinya jika yang berada di sampingku sekarang adalah ibuku, mendengarkan keluhan guru tentang ulahku yang semakin hari semakin tidak terkontrol. Aku tidak tahu apa yang ku inginkan sebenarnya... Kenapa aku seperti ini, aku menyadari kekacauan di diriku, tapi aku tidak punya alasan yang tepat kenapa aku bertingkah tidak sewajarnya.

 Perlahan saraf-sarafku mulai bereaksi, sesaat indera pendengarku menangkap suara 'Rapot' yang sedang di bahas Ketua Kesiswaan kepada Nana.

 "Apa dia juga bermasalah dengan Nilainya?" Tanya Nana dengan tenang, tapi dari raut wajahnya dia terlihat menyembunyikan kekhawatirannya. Tentu saja Nana tidak punya hak atas nilai-nilai di rapotku, tapi untuk saat ini dia punya hak itu karena perannya untuk beberapa saat terkait permintaanku padanya sebagai seorang wali.

 Ketua Kesiswaan tersenyum tipis lalu mengangguk pelan, "Tidak, tidak ada masalah dengan nilainya... saya justu bertanya-tanya kenapa dia bisa mempertahankan nilai-nilainya."

 Aku dan Nana saling bertatapan, heran-penasaran.

 "Memangnya dia mempertahankan nilainya sejauh mana?" tanya Nana penasaran.

 Aku tidak pernah merasa pernah sungguh-sungguh belajar, ku pikir yang di maksud guruku sekaligus menjabat sebagai Ketua Kesiswaan ini mempertahankan nilai terburuk dari seluruh murid di kelas.

 "Dia masih peringkat pertama~ ya walau kali ini ada dua orang peringkat pertama di kelas. Tapi Stephanie masih bisa mempertahankan nilai-nilai secara baik."

 Tunggu, apa aku tidak salah dengar?

 Lagi pula ini pertama kalinya aku tahu aku mendapat peringkat. Aku tidak pernah peduli dengan nilai-nilaiku sebelumnya. Aku hanya murid biasa yang hanya mengerjakan soal dan mengumpulkannya, aku tidak peduli berapa nilai yang kudapat, aku tidak pernah peduli apakah aku benar atau salah. Ku pikir hanya menyelesaikan soal adalah tugas murid, tidak peduli benar atau salah. Tapi sejauh ini, memang guru-guruku tidak pernah protes terkait hasil pekerjaanku.

Aku juga tidak pernah melihat hasil-hasil pekerjaanku. Jikapun aku mendapatkan raport aku pun tidak pernah mengecek nilai-nilainya, aku hanya menyerahkan langsung kepada orang tuaku untuk di tanda-tangani. Disana tidak pernah tertulis peringkat, aku juga tidak pernah penasaran dengan peringkat-peringkat di kelas dengan berbasa-basi merekap semua nilai akhir teman-temanku dan mencari tahu peringkat pertama hingga terakhir, aku hanya mengambil dan membawa pulang ke rumah untuk di tanda-tangani ayahku dan membawa kembali ke sekolah.

 Aku menggaruk kepalaku sejenak, memikirkan apakah selama ini aku kerjakan ternyata tidak buruk-buruk juga. Aku tidak tahu apakah yang ku kerjakan selama ini berguna atau tidak.... tapi sebenarnya kapan aku benar-benar belajar ya?

 "Memangnya, sebelumnya saya peringkat berapa pak?" Jujur saja ini bukan pertanyaan untuk menyombongkan diri, tapi aku tidak pernah tahu dan aku cukup binggung juga kenapa bisa.

Lihat selengkapnya