Uangku yang seharusnya tersisa untuk menabung malah terkuras habis untuk mentraktir makan David dan membeli segelas minuman beserta cemilanku. Tadi sehabis membahas pentas seni, aku dan Sila langsung bergegas ke Kantin. Di sana David sudah menungguku, menagih traktirannya. Uugh sungguh hari yang paling sial.
Tapi kekesalanku langsung terhapus menyaksikan Argam main futsal sambil ngemil. Di sini lah aku dan Sila duduk, di depan perpustakaan lantai dua, memandang Argam main futsal bersama teman-temannya. Aku rasa, ini sudah menjadi kebiasaan.
Bola mataku tak hentinya memakukan pandang pada cowok jangkung, siapa lagi jika bukan Argam. Kali ini ada yang berbeda dari penampilannya, kepalanya diikat kain sementara rambut depannya yang agak basah karena keringat berjatuhan di dahinya. Anehnya aku menyukai pemandangan ini.
Dengan lihainya dia berlari mengejar bola, sesekali berhenti mengibas-ngibasakan baju sehingga menampakan perut yang berotot.
Wow ... itu perut indah sekali. Walau nggak se-sixpack Chris Evans atau Shawn mendes, tapi tetap saja terlihat keren. "Sixpack," cicitku sambil memegangi pipiku yang mulai terasa panas. Kalau seperti ini terus aku nggak bakalan bosan melihat Argam main futsal setiap hari.
Biasanya Sila bakalan habis-habisan menggodaku atau ngatain Argam; Haduh Alodie lo minus? Apanya yang sixpack, sih. Cuma berotot kecil, kok, dikatain sixpack.
Sedangkan aku biasanya bakal menjawab; Hiih biarin, terserah gue dong.
Tapi kok kali ini nggak? Tuh kan dari tadi ada yang aneh dari sikap Sila. Dari tadi pagi kuperhatikan Sila jadi kalem, nggak banyak ngomong. Dia hanya mengangguk dan menggeleng saat aku menanyainya.
"Lo kenapa, si, Sil dari tadi diem aja. Ada masalah ya?"
Dia memasukan cemilan ke mulutnya dengan tidak napsu, lalu dia menggeleng. "Nggak ada kok Die."
Aku menghela napas. Hello Sila aku sudah berteman akrab dengan kamu satu tahun lebih, jadi nggak mungkin, kan, aku nggak tahu reaksi kamu kalau sedang tertimpa masalah. Dia membohongiku, dasar Sila.
"Beneran Sil nggak papa? Kalau ada masalah bilang aja. Apa Bryan yang buat lo kayak gini lagi?"
Bryan itu pacar Sila. Mereka sudah berpacaran semenjak kelas X semester akhir. Bryan termasuk cowok populer, karena kepiawaiannya dalam bermain gitar, banyak cewek yang menggandrunginya. Tentu saja, apalagi Bryan mempunyai wajah yang terbilang tampan. Tapi menurutku wajahnya kayak bad boy-bad boy gitu, nah karena banyak cewek yang mengerubunginya, jadi di mataku Bryan terkesan play boy.
Terlebih akhir-akhir ini dia sering membuat Sila nangis, aku hampir pernah berantem dengannya. Lebih ke sini sifat buruk Bryan sedikit demi sedikit mulai terbongkar. Dia memang cowok play boy, dan dia memang bad boy. Parahnya saat aku hampir berantem dengannya, dia tidak segan-segan membalasku, kan pecundang. Untung saat itu ada Argam yang memisah kami, jika tidak mungkin aku sudah masuk ruang BK. Orang kejadiannya terjadi di belakang kelasku.
Kali ini Sila menggeleng keras. "Nggak kok Die. Bukan dia."
Apa dia berbohong lagi kepadaku agar aku nggak menemui Bryan yang biasanya akan berakhir saling berantem?
Ya sudahlah untuk saat ini aku nggak mau tanya-tanya lagi, kalaupun dia menjawab mungkin dia akan terpaksa menjawab atau lebih parahnya dia bakal berbohong. Biar nanti saja kalau mood-nya sudah membaik, aku bakal tanya lagi barangkali dia mau menceritakan masalahnya.