Ruang BK dulunya adalah ruang yang paling aku hindari. Di mana setiap kali melihat siswa bermasalah masuk ruang BK, aku selalu bergidik lalu dalam hati akan berucap 'jangan sampai aku seperti mereka, jangan sampai aku mengundang orang tuaku masuk ke dalamnya. Jangan sampai!' Karena ruang BK adalah ruang mautnya anak-anak bermasalah.
Tapi nyatanya, sekarang aku berada di sini. Di ruangan yang bisa dibilang cukup sempit, terdapat tiga kursi dan satu meja. Aku duduk berjejeran dengan Bryan berhadapan dengan Mr. Anton, sedangkan Sila berdiri di samping kananku.
Aku menghela napas. Biar kuberitahu sekali lagi, selama aku belajar di SMA Negeri dua Jakarta, baru kali ini aku menginjakkan kakiku di ruang BK.
Samar-samar aku bisa melihat beberapa siswa yang mengikuti kami tadi, kini berdiri di depan ruang BK saling menggosipi aku dan jelmaan siluman Bryan. Seolah aku ini adalah tontonan yang paling menarik.
Pernah sekali saat aku masih kelas X menjadi penonton di depan ruang BK karena kasus bullying kakak kelas XII yang sudah lulus, namanya? tidak akan kusebutkan namanya, tapi kasusnya cukup berat karena si korban luka parah. Tidak pernah aku mengira akan menjadi tontonan seperti mereka.
"Alodie!"
Aku tersentak saat Mr. Anton memanggilku. Ya ampun sedari tadi aku melamun? bergelut sendiri dengan pemikiranku. Astaga ... sudah berapa kali Mr. Anton memanggilku?.
"I ... Iya Mr," jawabku tergagap.
Mr. Anton menatapku tajam. "Kenapa perkelahian antara kamu dan Bryan bisa terjadi?"
"Itu Mr—" Mr. Anton memotong ucapan Bryan barusan.
"Saya nggak tanya kamu Bryan. Saya tanya Alodie."
Bryan bungkam.
Sebelum aku menjawab, Bryan melirikku kesal. "Begini Mr. tadi saya nggak sengaja liat Bryan menampar teman saya, Sila. Jadi, dia dulu yang nyari gara-gara."
Mr. Anton menoleh ke arah Sila. "Apa benar seperti itu Sila?"
Sila menatap ke arah Bryan sejenak dengan penuh kekesalan, seperkian detik Sila menoleh ke arah Mr. Anton lalu mengangguk.
Bryan yang tidak terima langsung berucap, "Tapi Mr, Alodie mukul wajah saya. Jadi seharusnya dia dulu yang memulai perkelahian ini."
Aku menoleh ke arah Bryan jengkel. "Kok bisa saya. Kan, Anda dulu yang memulai. Jika saja Anda tidak bermain kasar kepada teman saya, maka saya tidak akan menghajar Anda." Karena kesal aku mengganti lo menjadi Anda kepada Bryan.
Bryan menatap tajam ke arahku, aku balas menatapnya tajam, mendadak ada aliran listrik tak kasatmata yang tercipta diantara kami. "Tapi kalau lo nggak mukul gue sampe luka gini, maka perkelahian tadi nggak bakal terjadi. Ini semua gara-gara lo," jawab Bryan jengkel.
Aku menggeram kesal. "Kok gue! Kan lo duluan!"
Praak!
Suasana menjadi hening setelah Mr. Anton memukul meja.
"Panggil orang tua kalian untuk datang ke sini sekarang juga!"
Heh? yang benar saja. Aku kan baru pernah masuk ruang BK lalu kenapa harus melibatkan orang tua?