Jari jemari Lucas masih menekan tuts-tuts piano hingga hujan yang tadinya deras kini berubah menjadi rintik-rintik kecil. Kali ini hanya suara piano saja yang berbunyi, aku hanya menjadi penikmat tidak menyanyi. Hingga suara perempuan mulai terdengar di ruangan ini membuat Lucas berhenti bermain piano. Kami sama-sama menoleh ke sumber suara.
Perempuan cantik bak model menggenakan jeans hitam atasan baju feminim hijau pastel berdehem. "Sorry mengganggu kalian. Lanjut aja," ucapnya, lalu tersenyum kepadaku.
Aku balas tersenyum. "Nggak ganggu sama sekali kok Kak."
Perempuan itu melangkah ke arah kami. Lalu berhenti di samping piano.
"Daisha kenalin ini Alodie. Alodie ini Daisha, kakak gue," ucap Lucas.
Lagi-lagi Kak Daisha tersenyum. "Hai Alodie. Kamu itu pacarnya Lucas ya? wah makannya Lucas jadi beda, lebih ekspresif gitu. Jadi itu semua karena kamu."
Dahiku mengernyit. Heh ... pacar? Aduh Kak Daisha jangan salah paham, aku bukan pacar Lucas. Lagian emang aku terlihat seperti pacarnya ya? Emang ada tulisan 'Lucas pacar Alodie' di dahiku? sehingga Kak Daisha mengira aku ini pacarnya Lucas? Nggak kan, terus dari mananya aku dikira para Lucas?
Lucas menoleh ke arah kakaknya. "Alodie itu cuma temen bukan pacar,"Â jelasnya.
Aku mengangguk.
Kak Daisha menyengir. "Oh ... Kirain pacar. Soalnya lo, kan, nggak pernah bawa temen cewek ke rumah. Nih kunci mobilnya Cas." Kak Daisha memberikan kunci kepada Lucas.
Tangan Lucas terjulur menerima kunci lalu dia menoleh ke arahku. "Gue ganti baju dulu ya Die."
Aku mengangguk setelahnya Lucas berdiri berjalan meninggalkan kami berdua. Sepeninggal Lucas, Kak Daisha duduk di tempat Lucas tadi.
Aku menoleh ke arah Kak Daisha. "Kak Daisha juga bisa main piano?"
Dia mengangguk. "Mainin sih bisa Die, tapi cuma asal nekan doang." Setelahnya Kak Daisha tertawa. Aku ikut tertawa.
Kak Daisha mulai menekan tuts-tuts piano asal. "Do, Fa, Re, Mi, Sol, Mi, La, Do."
Masih bermain piano kak Daisha menoleh ke arahku. "Die."
Aku menoleh balas menatapnya. "Iya Kak."
"Lucas itu anaknya gimana, dingin ya?" tanyanya sambil masih menekan-nekan tuts piano asal.
Aku mengernyitkan dahi. "Lumayan Kak. Sebelum mengenal Kak Lucas, aku kira dia itu dingin, cuek," dan sombong. Aku tidak berani lah mengatakan sombong kepada kakaknya. "Tapi jujur aja nih Kak. Setelah mengenal Kak Lucas, dia itu nggak secuek yang aku pikirkan. Ternyata dia mm ... lumayan perhatian. Emang kenapa Kak?"
Kak Daisha menggeleng. "Nggak papa pengin tahu tanggapan kamu aja."
Aku mengangguk. "Emang Kak Lucas anaknya gimana Kak?"
"Ya ... seperti yang kamu katakan tadi Die. Lucas itu cuek dan dingin."
Alisku saling bertautan. "Emang dari kecil Kak Lucas orangnya kayak gitu ya kak?"