"Anak adalah sebuah anugerah yang Tuhan berikan kepada semua ibu di seluruh dunia ini."
Mahkota seorang wanita terletak pada kehormatannya. Bagaimana jika kehormatan direnggut oleh seseorang yang kita cintai. Namun, secara paksa, tanpa ikatan suci pernikahan?
Pemerkosaan!
Dia kekasihku orang yang aku percayai telah merenggut kehormatanku. Hingga dua garis biru merubah kehidupanku. Satu nyawa tumbuh begitu saja di dalam rahimku.
Dia bernapas di dalam diriku. Dia hidup di dalam tubuhku tetapi tanpa pengakuan oleh sang ayah atau bahkan aku, ibunya sendiri.
Untuk pertama kalinya aku mencoba untuk membunuh sesuatu yang bernyawa. Darah dagingku sendiri. Aku takut, aku frustasi. Aku tenggelam oleh pikiranku sendiri.
Jika aku membiarkan dia hidup, bagaimana pandangan masyarakat? Bagaimana pandangan teman-temanku?
Beberapa dari mereka pasti akan menghinaku, mengusikku.
Tatapan mereka akan mengintimidasiku.
Suara mereka akan berubah menjadi mala petaka bagiku.
Dunia akan menjadi neraka untukku.
Ya! aku harus menggugurkan kandunganku!
Hingga dua orang temanku datang, menggagalkan rencanaku. Mereka, merangkulku, memelukku, mengingatkan secara halus. Menyadarkannku agar tidak membunuh satu nyawa di dalam diriku.
Aku memejamkan mata. Kuelus perutku yang sedikit buncit beberapa kali, hingga seolah aku bisa mendengar rintihan janin di dalam perutku.
Ibu ... aku ingin hidup?
Ibu ... aku ingin merasakan kasih sayangmu ibu.
Apa salahku? Apa aku tidak pantas hidup di dunia, ibu?
Apa aku tidak pantas terlahir seperti bayi yang lainnya?
Apa salahku ibu?
Aku hanya ingin terlahir, menghirup udara segar, mendapat elusan darimu ibu.
Perlahan aku sadar bahwa janin di dalam perutku tidak bersalah, dia tidak tahu apa-apa. Dia adalah anugerah yang Tuhan berikan kepadaku.
Saat itu aku memutuskan untuk melahirkannya, melindunginya. Dia anakku.
Tapi takdir berkata lain. Tuhan lebih sayang kepadanya.
Dia telah tiada.
Anakku telah tiada.
Kenapa saat aku sudah menyayanginya dia telah tiada.
Untuk pertama kalinya aku membenci diriku sendiri, aku menyalahkan diriku sendiri.
Perlahan waktulah yang menyembuhkanku. Aku tidak boleh membenci diriku sendiri. Dia pergi karena Tuhan lebih menyayanginya. Dia sudah berada di Surga.
Untuk seseorang calon ibu sepertiku di seluruh dunia.
Sayangi, lahirkan, lindungi dia yang ada di rahimmu.
Mereka ingin hidup.
Mereka berhak hidup.
Mereka menginginkan kasih sayang dari dirimu juga.
Untuk Ayah anakku yang telah tiada. Ingat. Tuhan tidak tidur, Tuhan tahu perbuatanmu. Semua perbuatan buruk akan ada balasannya. Jika bukan di dunia maka balasan itu berada di akhirat.
***
Aku tersenyum kecil karena akhirnya aku bisa menyuarakan perasaan Verlia setelah apa yang sudah dia lalui, tanpa ada yang tahu bahwa cerpenku itu adalah kisah real, suara temanku sendiri. Verlia.