Hi Cold Prince

Jalvanica
Chapter #30

28. Jangan Baper Alodie!

"Mau cerita apa? cerita aja," jawabku sarkastik kepada adikku Eline yang tengah bersedekap di ambang pintu kamarku.

Dari raut wajahnya aku bisa memastikan kalau Eline mau mencari gara-gara. Memang apalagi alasan dia bertemu denganku selain pamer, mencelaku, dan membuatku muak.

Dia berjalan ke arahku masih sambil bersedekap. Aku kembali membaca buku paket biologi yang sempat tertunda. Kini Eline berdiri di sebelah kursi belajar, tempatku duduk.

"Wah Kak Alodie tersayang ... jadi tambah rajin. Unch." Eline sok tersentuh, mengejekku.

Aku menatapnya jengkel. "Nggak usah berbelit-belit deh Lin. Ke intinya aja, lo mau ngomong apa."

Eline membuka-buka bukuku yang tergeletak di atas meja, tetapi tidak niat untuk membacanya. "Santai aja kali." Eline menghela napas. "Gue cuma mau bilang, kalau tadi Kak Argam ngajak gue nonton."

Aku mendongak, menatapnya sekilas lalu kembali membaca buku meski pikiranku memberontak. Nggak bisa konsentrasi membaca disaat telinga mendengar ocehan yang nggak penting, tapi berhasil membuatku naik darah. "Udah ngomongnya? Kalau udah silahkan keluar dari sini, deh!"

Eline berhenti membuka-buka buku. Lalu tangannya terjulur hendak mengambil buku diary-ku. Namun, berhasil aku rebut. "Ya elah pelit banget." Eline memicingkan sebelah alisnya. "Isinya apaan sih, soal Kak Argam ya?"

Aku memandang jengkel ke arahnya, sebelum Eline kembali berceloteh.

Eline mengambil rubikku lalu memainkannya. "Apa Kakak tahu, setelah nonton bareng, Kak Argam ngajak gue ke rumahnya."

Mana aku tahu! Memangnya aku ini apa? Mata-mata.

Awalnya aku tidak mau kepo, bertanya-tanya. Tapi rasa penasaran mendorongku untuk bertanya.

Aku memicingkan sebelah alisku. "Ngapain ke rumah Argam?"

Eline masih sibuk dengan permainan rubiknya, sesekali berdecak kesal saat tidak bisa merubah warna rubik menjadi senada. "Makan bareng, gue jadi kenal sama adik dan mamanya. Satu langkah lebih maju, Kak." Eline tersenyum miring.

Dahiku mengernyit. "Kok bisa makan bareng?" Ya ampun ini mulutku nggak bisa berhenti bertanya apa?

"Ya bisa lah." Eline memutar bola matanya malas. "Awalnya sih sebelum nganter gue pulang, Kak Argam nganter es pesanan adiknya ke rumah dulu. Tapi Mamanya kak Argam malah ngajakin gue makan. SO, kami makan bareng deh," jelasnya berhasil membuatku dongkol.

Bagaimana nggak dongkol, orang aku aja belum pernah makan bareng bersama keluarga Argam. Boro-boro makan, ke rumahnya aja belum pernah. Seharusnya tadi aku nggak nolak Argam. Jika saja aku nggak nolak Argam, kan, Eline nggak bisa pamer.

Aku menghela napas lalu kembali membaca buku, sebenarnya sih udah nggak konsentrasi sama sekali.

Eline meletakan rubik ke atas meja. "Sebagai adik yang perhatian, gue saranin aja sih Kak, jangan belajar setengah-setengah. Kalau setengah-setengah mending menyerah aja sekalian. Bukannya pamer tapi emang kenyataannya kalau nilai Kakak tuh, selalu berada di bawah gue."

Perkataan Eline barusan benar-benar membuatku kesal nggak karuan. Ok, Eline memang sedang menyadarkanku supaya lebih giat lagi dalam belajar, thanks deh Line. Tapi tetap saja, aku nggak suka sama gaya bicara Eline. Terkesan merendahkan. Aku menghela napas, memang kenyataannya sih aku selalu berada di bawah Eline.

Aku memutar bola mata jengah. "Thanks sarannya. Kalau udah ngomongnya, mending lo sekarang keluar dari kamar gue, Line!"

Eline mengangkat dagunya. "Santai aja kali. Ini juga mau keluar!" ucapnya lalu melangkah keluar dari kamarku.

Aku mendengus. Apa aku dan Eline akan saling bermusuhan selamanya?

Setelah Eline benar-benar pergi, aku kembali melanjutkan membaca buku biologi karena besok akan diadakan ulangan harian biologi. Aku sudah menetapkan target diatas nilai delapan puluh lima. Bagaimanapun aku harus mendapatkan nilai diatas itu. Harus!

Aku mendesah saat mendengar suara pintu kamarku terbuka. Setelahnya aku menoleh ke arah pintu dan mendapati Eline lagi. Aku menghela napas, ngapain sih dia ke kamarku lagi? Mau cari gara-gara lagi? lagi, lagi, dan lagi terus!

Lihat selengkapnya